19 research outputs found
PROSES KREATIF WAYAN WINTEN DALAM MEMBUAT PATUNG BETON
This research is a study of about influence of style of statue of Wayan Winten to of concrete statue in Gianyar regency. Wayan Winten in the beginning is wood sculpture with the style of realist and naturalist. After obtaining artistic education if statue academically, then start to develop the statue art with the material cement the concrete which have Mahabharata theme, everyday life and mythology realized in the form of naturalist decorative exspressive, having the character of monument, and function te decorative, namely as element of garden decorator. This problem is very attractive to be studied how far the form or the style colouring result of masterpiece of all concrete sculpture in Gianyar regency. As study qualitative which have cultural paradigm to, problem studied cover how form, function and mean the influence style of statue of Wayan Winten to art of concrete statue in Gianyar regency. Data collected with the observation method, interview, documentation, and bibliography
PERKEMBANGAN SENI PATUNG BETON DI DESA PELIATAN, KECAMATAN UBUD, KABUPATEN GIANYAR
Pada mulanya seni patung Bali berfungsi sebagai sarana ritual pemujaan dalam bentuk simbol perwujudan roh leluhur, dewa, Tuhan, dengan segala manifestasinya yang bersifat sakral. Jenis-jenis patung perwujudan tersebut di Bali sering disebut pratima ,arca, petapakan dan pralingga. Pembaharuan yang sangat gemilang dalam seni patung Bali terjadi setelah adanya kontak langsung seniman lokan dengan sniman asing (Barat), sehingga melahirkan bentuk-bentuk baru yang cendrung realis, naturalis dan surealis yang menggunakan meterial kayu kemudian berkembang pesat di Desa Mas, Kemenuh dan Desa Peliatan, dengan tokoh=tokoh pematungnya antara lain Ida bagus Nyana, Ida Bagus Tilem, I Ketut Tulak, I Wayan Ayun, Pande Wayan Neka, I Nyoman Togog dan I Wayan Winten
Perkembangan Seni Patung Beton Di Desa Peliatan, Kec.Ubud,Kab.Gianyar
Abstrak:
Pada mulanya seni patung Bali berfungsi sebagai sarana ritual pemujaan dalam bentuk simbol perwujudan roh leluhur, dewa, Tuhan, dengan segala manifestasinya yang bersifat sakral. Jenis-jenis patung perwujudan tersebut di Bali sering disebut pratima, arca, petapakan dan pralingga. Pembaharuan yang sangat gemilang dalam seni patung Bali terjadi setelah adanya kontak langsung seniman lokal dengan seniman asing ( Barat), sehingga melahirkan bentuk-bentuk baru yang cendrung realis, naturalis dan surealis. Patung realis, naturalis dan surealis yang menggunakan material kayu kemudian berkembang pesat di Desa Mas, Kemenuh dan Desa Peliatan, dengan tokoh-tokoh pematungnya antara lain Ida Bagus Nyana, Ida Bagus Tilem, I Ketut Tulak, I Wayan Ayun, Pande Wayan Neka, I Nyoman Togog dan I Wayan Winten.
Seni patung dengan material beton yang berkembang dewasa ini di Desa Peliatan keberadaannya tidak terlepas dari seni patung kayu yang sudah ada sebelumnya, karena para pematung yang menekuni seni patung beton tersebut rata-rata sudah berpengalaman dalam bidang seni patung kayu, seperti halnya I Wayan Winten. Sebagai pematung yang hidup dalam lingkungan masyarakat dengan nilai-nilai budaya serta potensi seni yang menonjol, dan didukung oleh latar belakang pendidikan seni secara akademis yakni SMSR Denpasar dan PPGK Yogyakarta, menjadikannya sebagai seniman yang kreatif dan memiliki wawasan yang luas tentang kesenian khususnya seni patung. Hal ini sangat menarik dikaji dengan menerapkan berbagai metode pendekatan antara lain : metode observasi, yaitu melalui pengamatan langsung ke lapangan untuk mengetahui perkembangan seni patung beton di Desa Peliatan baik dilihat dari segi kuantitas pematung, bentuk karya, fungsi maupun maknanya bagi masyarakat. Selain itu juga dilakukan pengamatan mengenai proses penciptaan seni patung beton mulai dari membuat maket (miniatur) sampai terwujudnya karya seni patung itu sendiri. Metode wawancara dilakukan mulai dari I Wayan Winten sebagai informan kunci, dan pelopor pematung beton yang ada di Desa Peliatan, kemudian baru para pematung beton lainnya yang dianggap bisa memberikan informasi yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Metode kepustakaan, dilakukan dengan menelaah sejumlah pustaka yang ada kaitannya dengan keberadaan seni patung Bali, yang terkait dengan perkembangan seni patung beton di Desa Peliatan. Sementara itu, metode dokumentasi, yaitu pengumpulan data melalui bukti-bukti tertulis yakni berupa buku monografi Desa Peliatan, katalog pameran dan foto-foto karya seni patung.
Berdasarkan data yang telah diperoleh sesuai dengan kebutuhan penelitian ini maka dapatlah dijelaskan bahwa proses penciptaan seni patung beton yang ada di Desa Peliatan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut : (1) pembuatan gambar sketsa, (2) pembuatan maket (miniatur), (3) pembentukan konstruksi rangka patung, (4) pengecoran rangka patung, (5) tahap pembentukan, (6) penyelesaian bentuk dan detail hiasan. Perkembangan seni patung beton yang ada di Desa Peliatan tidak terlepas dari pengaruh sosok I Wayan Winten yang sudah menkuni seni patung dengan material beton dimulai sejak tahun 1992 yakni membuat patung penari, yang menghiasi pertigaan Br Teges Desa Peliatan. Tahun 1994 membuat patung Satria Gatot Kaca yang ada di Kuta. Tahun 1995 membuat patung Dewa Wisnu, Garuda, Kalarau dan Dewi Ratih yang menghiasi Taman Ciung Wanara Kota Gianyar. Tahun 1995 membuat patung Dewa Indra di pertigaan Tegal Tugu Gianyar. Tahun 1995 membuat patung Dewi Natha yang menghiasi pertigaan Semabaung Gianyar. Tahun 1996 membuat patung Kapten Mudita di Kota Bangli. Tahun 1996 membuat patung Dewa Ruci di Simpang Siur Kuta. Tahun 2002 membuat patung Betara Tiga di pertigaan Manguntur Batubulan. Tahun 2003 membuat patung Sutasoma di pertigaan Ubud, dan sejumlah karya patung beton lainnya tidak hanya di Bali, akan tetapi juga di luar Bali.
Ketenaran sosok pematung I Wayan Winten membuat generasi muda banyak yang tertarik untuk belajar seni patung dengannya, baik lewat pendidikan non formal maupun formal, karena Wayan Winten disamping sebagai seniman, juga sebagai seorang guru di SMSR, yang kini adalah SMK N I Sukawati. Mantan murid-muridnya yang sampai kini menekuni seni patung beton antara lain: Komang Labda, asal Karangasem yang saat ini menempati studionya di Jalan Dewi Candra Batubulan. I Ketut Suardana asal Banjar Tengah Peliatan, membuka studio patung di rumahnya sendiri, di Jalan Raya Peliatan, I Wayan Sedan Suputra, asal Banjar Kalah Peliatan, kini membuka studio di Jalan Raya Kengetan Singakerta Ubud. I Wayan Winarta, asal Desa Batuan, membuat studio patung di Jalan Raya Penida Batuan. I Nyoman Purna, asal Banjar Tengah Peliatan saat ini membuat studio patung di Jalan Raya Pengosekan Ubud. Sedangkan Kadek Artika, asal Banjar Tengah Peliatan kini membuka studio patung di Jalan Kengetan Singakerta Ubud. Perkembangan seni patung beton di Desa Peliatan tidak hanya bisa dilihat dari kuantitas pematungnya, akan tetapi juga perkembangan bentuk karya, fungsi maupun maknanya bagi masyarakat.
Dilihat dari segi bentuk yang merupakan hasil aktivitas baik individu maupun kelompok, dan entitas yang dihasilkan bersifat kongkret, terwujud lewat karya-karya patung beton yang bergaya realis, naturalis dan abstrak. Sementara itu, tema yang dingkat tidak hanya tema-tema pewayangan seperti Ramayana, Mahabharata, mitologi Hindu dan tantri, akan tetapi juga kehidupan sehari-hari (kehidupan sosial), sehingga hadir karya patung beton yang sangat variatif. Dilihat dari segi fungsi, kehadiran seni patung beton di Desa Peliatan tidak hanya untuk kepentingan ritual pemujaan yang terwujud dalam bentuk simbol-simbol keagamaan, melainkan juga berkembang ke fungsi estetis dekoratif yakni sebagai elemen penghias taman kota, tempat rekreasi, kantor pemerintahan, hotel, museum, rumah hunian dan sebagainya. Sedangkan kalau dilihat dari segi makna telah mengalamai perkembangan tidak hanya makna keindahan akan tetapi juga makna pembaharuan dan kesejahteraan. Oleh karena karya yang terwujud memiliki nilai keindahan, nilai inovasi (pembaharuan), yakni memiliki perbedaan dengan karya-karya patung yang sudah ada sebelumnya, dan kehadiran karya tersebut mampu meningkatkan taraf kesejahteraan senimannya dan juga masyarakat pendukungnya
KERAJINAN PERAK DI DESA CELUK KAJIAN ASPEK DISAIN DAN INOVASINYA
Dari uraian tentang “Kerajinan Perak di Desa Celuk : kajian Aspek Disain dan Inovasinya” ,dapat diuraiakan sebagai berikut : kerajinan perak yang ada di Desa Celuk telah banyak mengalami perubahan dan perkembangan. Kerajinan perak Desa Celuk sebagimana halnya kerajinan perak Bali pada awalnya membuat barang-barang untuk keperluan upacara keagamaan dan sosial antara lain seperti : bokor, dulang, canting, sangku, penastaan, dan sibuh, yang bersifat sakral religius, dan untuk kepentingan sosial seperti : badong, gelang, cincin, subang dan sebagainya
Pelaksana Pendidikan No Gelar Kenteng Logam Di Studio 76 House Of Art Kotagede Yogyakarta
Abstrak:
Selain mata kuliah Kriya Kayu sebagai mata kuliah pokok keahlian, Program Studi Kriya seni juga memberikan mata kuliah Kriya Logam sebagai mata kuliah minor, oleh karena kriya yang berkembang di masyarakat tidak hanya memanfaatkan material kayu semata, akan tetapi berbagai material lainnya seperti logam bisa diterapkan menjadi produk kriya seni. Mata kuliah Kriya logam yang diajarkan pada Program Studi Kriya Seni memiliki bobot 2 sks yang muncul tiap semester V (ganjil), dengan materi perkuliahan : kenteng, tatah logam dan teknik etsa. Untuk mewujudkan hal tersebut harus didukung oleh kualifikasi dan kompetensi dosen yang cukup memadai. Dengan demikian langkah yang ditempuh oleh program studi Kriya Seni FSRD ISI Denpasar, yakni dengan menugaskan staf dosen untuk mengikuti program non degree atau magang sesuai dengan kompetensi dan mata kuliah yang diampu. Salah satu dari program non degree tresebut adalah “Magang Kenteng Logam di Studio House of Art Kotagede Yogyakarta”, yang dibiayai oleh program hibah I-MHERE sub-component B.1. Batch III
ISI Denpasar, dilaksanakan selama 2 bulan mulai tanggal 6 Juli s/d 6 September 2010.
Dipilihnya Studio 76 House Of Art Kotagede Yogyakarta sebagai tempat magang oleh karena studio tersebut memiliki fasilitas belajar yang baik, instruktur yang berpengalaman dan berpendidikan kriya logam ISI Yogyakarta. Selain hal tersebut, Studio 76 House of art memiliki komitmen untuk mendidik para generasi muda Kotagede Yogyakarta untuk menekuni profesi sebagai perajin kenteng dan tatah logam, yang dewasa ini kurang diminati, oleh karena peluang kerja disektor-sektor yang lain bermunculan dan lebih menjanjikan. Studio 76 House of Art ingin membangkitkan kembali citra Kotagede yang dahulu menjadi pusat kerajinan logam cukup terkenal di Yogyakarta dan di mancanegara
Kuda laut lambang kesetiaan
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki laut yang sangat luas, isu kerusakan
lingkungan saat ini selalu muncul dengan berbagai dampak terhadap kehidupan biota laut
yang ada didalamnya. Permasalahan ini terus terjadi seperti polusi laut dan pesisir, sampah
plastik, dan perusakan habitat masih terus terjadi. Kerusakan terumbu karang sangat
teramcam keberadaannya oleh penangkapan ikan menggunakan bahan-bahan peledak
yang sangat sulit untuk diatur, dan ini dilakukan oleh berbagai pihak atau orang-orang
yang tidak bertanggung jawab terhadap kehidupan ekosistem yang ada dilaut. Selain itu
sampah plastik juga menjadi permasalahan rumit yang sulit diatasi yang menyebabkan
terjadinya pencemaran lingkungan tidak hanya merugikan bagi mahluk hidup yang ada di
lautan, tetapi juga manusia yang menkonsumsi makanan ikan yang berada dan hidup di
laut. Manusia yang hidup di alam semesta dengan kemampuan pengetahuan dan
teknologinya menjadi kekuatan untuk bisa menjaga lingkungan dan jangan
mengeksploitasi alam secara berlebihan tanpa memikirkan dampak negatif yang terjadi
terutama terhadap pencemaran lingkungan, yang secara tidak langsung menyebabkan
kerusakan lingkungan yang bisa merugikan kehidupan manusia dan bisa memicu
kesenjangan sosial
Bangunan Padmasana-Kajian Struktur dan Penerapan Motif Hias Tradisional Bali
Abstrak:
Kesadaran berkesenian sudah sangat mengental dan mentradisi dalam kehidupan masyarakat Bali. Sikap berkesenian secara tulus sebagai pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, menjadi suatu tumpuan terciptanya keseimbangan hidup manusia, antara alam, lingkungan sosial, dan dengan Tuhannya, sebagai pencipta semua yang ada. Berbagai jenis kesenian berhubungan erat dengan agama merupakan satu kesatuan yang terjalin erat sebagai wujud bhakti kepada Tuhan. Dengan demikian pada setiap bangunan suci seperti pura, dan pemerajan selalu dihiasi dengan ukiran yang menerapkan motif hias tradisional Bali.
Di Bali pada suatu tempat suci (pura) biasanya dilengkapi dengan bangunan padmasana. Bangunan padmasana memiliki fungsi yang cukup penting sebagai tempat pemujaan terhadap Sang Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa). Bangunan padmasana pada suatu pura terletak di arah airsanya, yaitu arah timur laut, yang dipandang sebagai tempat Sanghyang Siwa Raditya, dan sangat disucikan oleh umat Hindu. Konsep bangunan padmasana yang diwarisi sampai saat ini di Bali berawal dari kedatangan seorang pendeta dari Kerajaan Majapahit yaitu Danghyang Nirartha akhir abad ke 16 SM, yakni pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong. Sebelum beliau datang ke Bali, tempat suci (pura) belum dilengkapi padmasana.
Adapun struktur bentuk bangunan Padmasana disusun vertikal yang mencerminkan tiga unsur alam, yakni bhur loka, alam bawah, bwah loka alam tengah, dan swah loka alam atas. Perwujudannya berdasarkan konsep Triangga yaitu ; nistama angga (bagian kaki), madya angga (bagian badan), utama angga, (bagian kepala). Sedangkan motif hias yang diterapkan pada bangunan padmasana, merupakan stilisasi dari bentuk-bentuk yang ada di alam seperti batu-batuan, awan, air, api, tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia dan mahluk-mahluk mitologi lainnya.
Adapun jenis motif hias tradisional Bali tersebut antara lain:
Motif Keketusan (geometris), terdiri dari motif kakul-kakulan, batun timun, ganggong, emas-emasan, ceracap, mute-mutean, dan tali ilut. Motif tumbuh-tumbuhan atau pepatran, antara lain seperti patra punggel, patra samblung, patra sari, patra olanda, patra cina, dan patra wangga. Motif Kekarangan, terdiri dari motif karang gajah, karang guak, karang tapel, karang boma, karang sae, karang bentulu dan karang simbar. Sedangkan motif-hias yang terinspirasi dari mahluk-mahluk mitologi yang bersifat simbolis antara lain seperti : bhadawang nala, naga anantabhoga, naga taksaka, garuda, dan angsa.
Motif hias tradisional Bali tersebut berfungsi sebagai hiasan atau elemen penghias bangunan, disamping juga mengandung nilai-nilai filosofis dan simbolis
SISTEM KONSTRUKSI PADA BANGUNAN TRADISIONAL BALI
Tujuan dari artikel ini adalah untuk mengetahui bagaimana sistem struktur dan konstruksi pada bangunan tradisional
Bali berdasarkan sumber-sumber baik berupa buku maupun lontar. Sistem Konstruksi pada bangunan tradisional Bali
biasanya diambil dari ukuran tangan si pemilik rumah dengan berbagai istilah dan penggunaannya untuk berbagai
jenis ukuran /dimensi ruang, tinggi tiang, tinggi atap, lebar dan panjang ruang, penampang tiang dan sebagainya sesuai
dengan aturan dalam lontar asta kosali. Hubungan elemen-elemen konstruksi dikerjakan dengan sistem pasak, baji dan
tali temali (ikatan), sehingga bangunan mudah dibongkar dan dipasang yang disebut dengan konstruksi akit-akitan.
ukuran-ukuran bentang konstruksi didasarkan pada modul dasar sisi penampang tiang yang disebut Rai, diambil dari
ruas-ruas jari yaitu ukuran dari ujung telunjuk sampai pada pertemuan pangkal telunjuk dengan ibu jari. Ukuran rai ini
merupakan kelipatan dari a guli yang merupakan satuan dasar dari ukuran rai. Dimensi /ukuran tradisional Bali untuk
konstruksi bangunan dikenal dengan istilah gegulak, yaitu pendimensian wujud bangunan yang diterjemahkan dari
bagian-bagian fisik manusia ke dalam bilah bambu yang menunjukkan Rai. Gegulak sesaka/tiang, merupakan
perwujudan dari tinggi tiang bangunan, Gegulak lambang Dawa (rong dawa) merupakan perwujudan panjang ruang
terhitung dari jarak antara tiang satu dengan tiang lainnya kearah memanjang dan Gegulak lambang bawak(rong
bawak) merupakan perwujudan lebar ruang terhitung dari jarak antar tiang satu dengan lainnya kearah lebar. Panjang
pangkal tiang/ kaki tiang adalah ukuran dari sunduk bawak sampai ke sendi. Ukuran ini mempunyai berbagai variasi
dengan istilah dan pengaruhnya masing-masing. Balok belandar sekeliling rangkaian tiang-tiang tepi, dalam bangunan
di sebut Lambang. Balok tarik yang membentang ditengah-tengah mengikat jajaran tiang tengah disebut Pementang.
Balok yang mengikat pementang berakhir di atas tiang tengah di sebut tadapaksi. Usuk-usuk bangunan disebut iga-iga.
jumlah usuk atau iga-iga mengikuti fungsi bangunan yang akan dibuat. Likah adalah bagian konstruksi dari tempat
tidur yang dipasang melintang untuk menyangga galar diatasnya.Galar adalah bilah-bilah bambu pada tempat tidur
yang berfungsi sebagai alas tikar yang diletakkan pada balai-balai bangunan tradisional Bali. Jumlah likah dan galar
juga harus diperhitungkan karena membawa pengaruh bagi pemakainya
Kerajinan Perak Di Desa Celuk-Kajian Aspek Disain Dan Inovasinya
Abstrak:
Bentuk dan jenis-jenis kerajinan perak yang diproduksi oleh perajin Desa Celuk dewasa ini sangat beragam antara lain : anting-anting, liontin, bross, gelang, kalung, tempat lilin, tempat tisu, dan berbagai bentuk cendramata (souvenir) untuk memenuhi kebutuhan pariwisata, baik domistik maupun asing. Produk kerajinan perak tersebut di disain dengan memadukan unsur-unsur motif tradisional Bali yang sudah ada sebelumnya, dengan menyerap unsur-unsur disain modern, sehingga menghasilkan berbagai produk yang kreatif dan inovatif, yang memiliki kekhasan tersendiri, sehingga bisa bersaing di pasaran, baik lokal, nasional, maupun global. Kemampuan dalam mengorganisasikan elemen-elemen seni rupa seperti garis, bidang, warna, tektur, ruang, dan prinsip-prinsip penyusunan seperti: komposisi, proporsi, kesatuan, kontras, irama, dan keseimbangan, sangat dibutuhkan dalam membuat rancangan disain (Fadjar Sidik, 1981 : 25).
Disain yang inovatif memiliki dasar kreatif dalam mencermati gejala sosial, budaya, ekonomi dari masyarakat, sehingga memiliki karakteristik atau identitas budaya. Perajin perak Desa Celuk, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar terus melakukan berbagai upaya dalam mengembangkan disain-disain baru yang kreatif dan inovatif, dalam memenuhi kebutuhan pasar pariwisata yang sangat kompetitif
ANALISIS SASTRA I GUSTI NGURAH AGUNG JAYA CK DALAM KARYA I NYOMAN TOGOG DAN PENGARUHNYA TERHADAP SENI KERAJINAN KAYU DI DESA PELIATAN DAN SEKITARNYA 1994
Karya naturalis dan realis berkembang pada tahun 80an, sangat diminati oleh para konsumen, dimana gaya
tersebut menjadi kemajuan bagimumat manusia dalam memahami budaya lingkungannya. Perkembangan ini juga
berkembang di Bali, sehingga banyak karya-karya natyralis diciptakan oleh seniman Bali, sebagai ajang
menampilkan kemampuan dalam berkarya seni
Pemahaman unsur-unsur seni rupa, estika, flora fauna, dan semiotika, sebagai dasar dalam menganalisa
karya-karya naturalis, sehingga apa yang diragukan, diungkapkan dalam tulisannya, dapat dipahami bersama,
sebagai sebuah kebenaran atau ilimiah dalam menganalisa karya-karya yang telah dihasilkan oleh gerakan karya
naturalis di Bali.
Karya flora yang dihasilkan oleh Bapak I Nhyoman Togog adalah menampilkan bentuk-bentuk dasar seni
rupa seperti: titik, garis, geometri, warna dan yang lainnya dituangkan kedalam karya dua dimensi dan tiga
dimensi, yang mempunyai karakteristik tekstur yang bergerigi, yang terbuat dari cat-cat akrilik dan cat paragon,
sehingga karyanya berbentuk flora,sangat percis dengan bentuk asli tanaman itu..
Unsur-unsur seni rupa adalah pemahaman secara detail dalam berkarya dan sebagai penikmat, sama-sama
memahami dalam proses penciptaan dan proses menikmati karya seni, yang nantinya bermuara pada keindahan
atau estetika dan makna semiotika apa yang telah di tuangkan dalam karya flora yang realis ini, sehingga
pemahaman Antara seniman dan penikmatnya tidak terjadi penilai yang berbeda dari koridor yang telah disepakati
dalam unsur-seni rupa dan estetika dan semiotika, dalam mengamati dan menikmati karya naturalis ini
Kata Kunci: Naturalisme flora, Unsur-unsur seni rupa, estetika, semiotika