3 research outputs found
Perbedaan Tingkat Kebocoran Mikro Resin Komposit Nanohybrid Menggunakan Bonding Universal Dengan Pemanasan Antara Suhu 25°C, 37°C, dan 55°C
Perlektan resin komposit nanohybrid pada dentin menggunakan bahan bonding dengan prinsip micromechanical interlocking. Bahan bonding yang dipanaskan mempengaruhi perlekatan resin komposit nanohybrid dengan dentin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat kebocoran mikro resin komposit nanohybrid menggunakan bonding universal dengan pemanasan antara suhu 25°C, 37°C, dan 55°C. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratoris dengan metode cross sectional dan rancangan penelitian post test only control group design. Sampel penelitian ini adalah 36 gigi premolar pertama rahang atas dalam kondisi bebas karies dan tidak memiliki kelainan anatomi. Kavitas kelas V dibuat pada semua sampel berukuran 3x3x2mm. Sampel didistribusikan secara simple random kedalam kelompok kontrol, kelompok pemanasan suhu 25°C, kelompok pemanasan suhu 37°C, dan kelompok pemanasan suhu 55°C. Sampel kemudian direndam pada saliva buatan pH 7 selama 1 hari, dan diaplikasikan cat kuku transparan. Sampel selanjutnya direndam dalam methylene blue 2% selama 1 hari. Sampel dipotong secara vertikal kemudian diamati dengan mikroskop stereo. Hasil penelitian didapatkan dari uji Kruskal Wallis dengan hasil ditemukan perbedaan tingkat kebocoran mikro yang signifikan (sig= 0,01, p<0,05) sehingga hipotesis dapat diterima. Uji Mann Whitney dilakukan sebagai uji lanjutan untuk melihat perbedaan tiap dua kelompok sampel yang hasilnya terdapat perbedaan tingkat kebocoran mikro yang signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok pemanasan suhu 55°C, kelompok kontrol dan kelompok pemanasan suhu 37°C, serta kelompok pemanasan suhu 25°C dan kelompok pemanasan suhu 55°C. Pemanasan bahan bonding dapat menurunkan tingkat kebocoran mikro karena dapat menaikkan derajat konversi polimerisasi, menurunkan viskositas, dan mempercepat evaporasi monomer dari bahan bonding
Pemanfaatan Radiografi Panoramik Untuk Estimasi Usia Identifikasi Forensik: A Review
ABSTRAK
Pendahuluan: Radiografi panoramik merupakan salah satu jenis radiografi yang digunakan dalam proses identifikasi odontologi forensik. Keunggulan penggunaan radiografi panoramik dalam proses identifikasi odontologi forensik yaitu sederhana. Akurasi radiografi panoramik dalam pengukuran anatomi telah ditetapkan dalam berbagai penelitian, dan gambaran radiografi panoramik telah dijadikan sebagai parameter dalam penentuan estimasi usia. Tujuan: Penulisan jurnal review ini bertujuan untuk membahas radiografi panoramik untuk usia estimasi identifikasi forensik. Metode: Jurnal Review ini disusun dengan metode studi kepustakaan atau literature review serta menggunakan data sekunder. Sumber ilmiah pada jurnal review ini diperoleh dari e-book dan jurnal nasional serta internasional bereputasi 5 tahun terakhir (2017-2022) yang terindeks di PubMed, Google Scholar, Sinta dan DOAJ. Pembahasan: Radiografi panoramik dapat digunakan sebagai alat bantu dalam proses estimasi usia identifikasi forensik dengan menghasilkan gambaran tomografi yang memperlihatkan struktur fasial meliput lengkung maksila dan mandibula beserta struktur pendukungnya. Jenis radiografi ini digunakan dapat digunakan dalam penentuan usia individu. Proses identifikasi tersebut dilakukan dengan menggunakan data ante-mortem serta data post-mortem. Kesimpulan: Pemeriksaan odontologi forensik menggunakan radiografi panoramik dapat dilakukan untuk mengidentifikasi estimasi usia korban berdasarkan struktur dentomaxillofacial serta tahap pertumbuhannya
POTENTIAL COMPOUND EXTRACT FROM POTENTIAL COMPOUND EXTRACT FROM Carica pubescens ON GINGIVA INCISION WOUND HEALING: Through Proliferation, Differentiation and Immunoresponse Mechanisms
Luka menyebabkan gangguan struktur normal, sehingga penyembuhan luka dibutuhkan untuk perbaikan struktur sel dan jaringan. Beberapa sitokin dan growth factor yang memiliki peran penting pada proses penyembuhan luka diantaranya PDGF, FGF, TGF-β, VEGF, Angiopoetin, IL-1, IL-6, IL-10, TNF-α, IFN-γ, makrofag yang diproduksi oleh limfosit dan leukosit pada tahap sintetis kolagen. Daun papaya (Carica pubescens) diketahui memiliki kandungan flavonoid terdiri seperti apigenin, chyrsin, diosmetin, kaempferol, luteolin, naringenin dan quercetin yang berperan dalam meninkatkan ekspresi IL-10 untuk penyembuhan luka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan senyawa dari Senyawa flavonoid Carica pubescens untuk meningkatkan kinerja IL-10. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan bioinformatika menggunakan software web online server. Pencarian senyawa potensial didapatkan dari https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/, senyawa kimia menggunakan http://www.pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/ dengan struktur 3D. analisis prediksi bioaktivitas menggunakan http://stitch.embl.de/ dengan nilai indicator lebih dari 0.7 (Pa>0.7). Analisis ikatan kimia menggunakan http://stitch.embl.de/ dan http://string-db.org/. Analisis secara in silico menunjukkan bahwa senyawa kaemfrerol memiliki potensi meningkatkan kadar IL-10. Ditambah lagi, kami menemukan beberapa kandungan senyawa lainya yang berhubungan dengan penyembuhan luka seperti rutin, peroxynitrite, iloprost, quercetin. Pada penelitian ini, kami menyimpulkan bahwa senyawa kaempferol memiliki potensi sebagai alternative dalam pengembangan terapi untuk mempercepat penyembuhan luka.
Wounds disrupt typical structures, so wound healing is needed for the repair of cell and tissue structures. Several cytokines and growth factors that have an essential role in the wound healing process include PDGF, FGF, TGF-β, VEGF, Angiopoietin, IL-1, IL-6, IL-10, TNF-, IFN-γ, macrophages produced by lymphocytes and leukocytes at the stage of collagen synthesis. Papaya leaves (Carica pubescens) contain flavonoids such as apigenin, chrysin, diosmetin, kaempferol, luteolin, naringenin and quercetin, which play a role in increasing the expression of IL-10 for wound healing. This study aims to determine the compound content of the flavonoid compound Carica pubescens to increase the performance of IL-10. This research was conducted using a bioinformatics approach using online web server software. Search for potential compounds obtained from https://pubmed.ncbi.nlm.here.gov/, chemical compounds using http://www.pubchem.ncbi.nlm.here.gov/ with 3D structure. Bioactivity prediction analysis using http://stitch.embl.de/ with indicator value more than 0.7 (Pa> 0.7). Chemical bond analysis using http://stitch.embl.de/ dan http://string-db.org/.In silico analysis showed that kaempferol compound could increase IL-10. Levels. In addition, we found several other compounds related to wound healing, such as rutin, peroxynitrite, iloprost, quercetin. In this study, we conclude that kaempferol compounds have the potential as an alternative in the development of therapies to accelerate wound healing