16 research outputs found

    MEMAHAMI PEREMPUAN MORONENE MELALUI TOKOH TINA ORIMA PADA KISAH “TINA ORIMA”

    Get PDF
    Penelitian mengangkat permasalahan bagaimanakah gambaran perempuan Moronene Ketika dihadapkan pada perjodohan, yang terepresentasi melalui tokoh Tina dalam kisah Tina Orima dan bertujuan mendeskripsikan gambaran perempuan Moronene dalam cerita rakyat “Tina Orima”. Data diperoleh dari hasil inventarisasi sastra Moronene. Analisis data dilakukan dengan menerapkan teknik triangulasi. Teori  struktural, teori semiotika, dan teori hermeneutika dijadikan landasan dalam menganalisis data. Model analisis struktural Levi-Strauss menjadi acuan analisis data cerita “Tina Orima” melalui empat tahap analisis, yaitu tahap pembacaan awal, perelasian untuk mendapatkan pemahaman sebagai dasar interpretasi, dan tahap penafsiran. Dari hasil analisis disimpulkan bahwa Tina Orima merepresentasikan watak perempuan yang mengutamakan pengorbanan demi menghindari konflik dengan adat istiadat dan orang-orang di sekitarnya

    MITOS AMPLOP DALAM CERPEN “AMPLOP”

    Get PDF
    Mitos amplop yang hidup dalam kehidupan masyarakat diangkat oleh Feliwati dalam cerpen “Amplop”. Cerpen yang berlatar kehidupan akdemik di sebuah SMA ini mengisahkan  amplopyang diterima oleh kepala sekolah. Permasalahan yang diangkat adalah amplop sebagai mitos kehadiran  amplop  sebagai mitos dan   ironi dunia pendidikan  yang terdapat dalam cerpen “Amplop”. Data yang berupa kalimatkalimat dalam cerpen “Amplop” dianalisis dengan menggunakan metode deskriptifkualitatif dengan pendekatan sosiologi sastra.Dari hasil pembahasan disimpulkan bahwa kehadiran amplop sebagai mitos dalam cerpen mengemban fungsi sebagai pengukuh (myth of concern) bagi mitos serupa yang sudah muncul dan hidup dalam masyarakat.Sementara itu, ironi pendidikan yang terepresentasi dalam cerpen adalah praktik suap „amplop‟ yang melibatkan kepala sekolah yang idealnya dijadikan teladan positif di lingkungan sebuah sekolah

    NILAI LOKALITAS ORANG BAJO DALAM CERPEN “LANDO” (Locality Value of Bajonese in “Lando” Short Story)

    Get PDF
    Short story entitled “Lando” written by Ucu Agustin tells the story about two kids  who  live  far  away  from  their  ancestor‟s hometown.  The  author  raisedlocality of Bajonese as the color of her short story. This paper discusses  localityvalue of Bajonese conteined therein. The approach used in the discussion is structuralism with reference to Francois-Robert Zacot‟s ethnographic research result at the phase of understanding locality value in the story. From the discussion it is known that the author explores the nuances of bajo by using dictions from Bajo language. The value of Bajonese locality is represented with the inclusion of Bajo culture either in the form of myths and beliefs and way of Bajo people life that cannot be separated from sea. Even readers who have not learned at all about bajo can acquire imagery of Bajonese by reading “Lando” short story. Cerpen “Lando” karya Ucu Agustin berkisah tentang dua anak Bajo yang hidup jauh dari kampung halaman leluhur mereka. Pengarang mengangkat nuansa lokal orang Bajo sebagai warna untuk cerpennya. Tulisan ini membahas tentang nilai lokalitas orang Bajo yang termuat di dalamnya. Pendekatan yang digunakan ialah pendekatan struktural dengan mengacu pada hasil penelitian etnografi Francois-Robert Zacot pada tahap pemahaman nilai lokalitas orang Bajo   dalam   cerpen   ini.   Dari   pembahasan   diketahui   bahwa   pengarang mengeksplorasi  nuansa  Bajo  dengan  penggunaan  beberapa  kosa  kata  daribahasa    Bajo.    Nilai    lokalitas    orang    Bajo    direpresentasikan    dengandimasukkannya budaya Bajo baik berupa mitos dan kepercayaan maupun cara hidup mereka yang tidak lepas dari laut. Pembaca yang belum mengetahui samasekali  tentang  orang  Bajo,  bisa  memperoleh  gambaran  yang  cukup  denganmembaca cerpen “Lando”

    REKONSTRUKSI IMPRESIF RITUAL MOSEHE WONUA DALAM RITUS KONAWE

    Get PDF
    Ritual Mosehe Wonua yang menjadi khazanah budaya suku Tolaki ditangkap oleh penyair, Iwan Konawe, sebagai data dalam rangkaian kreativitas yang tertuang di dalam buku kumpulan puisi Ritus Konawe. Permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini adalah bagaimana ritual Mosehe Wonua direkonstruksikan dalam Ritus Konawe? Data  berupa empat puisi dalam buku Ritus Konawe yang dinilai bermuatan ritual Mosehe Wonua, yaitu Ritus Mosehe, Ritus Mosehe Ritus Tolaki, Pada Desa yang Berkabung, dan Ritus Konawe. Keempat puisi data dianalisis degan menggunakan metode deskriptif-kualitatif dengan pendekatan antropologi sastra. Dari hasil pembahasan disimpulkan bahwa ritual Mosehe Wonua direkonstruksikan dalam Ritus Konawe dengan meramu informasi terkait 5w-1h (apa, siapa, kapan, di mana, mengapa, dan bagaimana), yang di dalamnya direkonstruksikan pula aspekbenda-benda dan alat upacara yang menjadi persyaratan dilaksanakannya ritual Mosehe Wonua (terbagi atas kategori kurban dan benda/alat). Melalui rekonstruksi literer, penyair merekonstruksikan Mosehe Wonua dalam puisinya dengan memanfaatkan struktur puisi yang meliputi  perwajahan puisi, diksi, pengimajian, kata konkret, majas, dan  verifikasi

    SEKSUALITAS TOKOH LINGGA DALAM CERPEN “LELAKI DENGAN BIBIR TERSENYUM”: KAJIAN FEMINISME (The Sexuality of Lingga in Short Story of “Lelaki dengan Bibir Tersenyum”: A Feminism Study)

    Get PDF
    Penelitian ini mendeskripsikan aspek seksualitas tokoh Lingga dalam cerpen “Lelaki dengan Bibir Tersenyum” karya Radhar Panca Dahana dan menginterpretasikannya dalam perspektif feminisme. Penelitian bersifat deskriptif kualitatif dan pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi pustaka. Data dianalisis dengan menggunakan teori feminis. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa dalam cerpen “Lelaki dengan Bibir Tersenyum” aspek seksualitas tokoh Lingga mencerminkan kebebasan bagi perempuan dalam melakukan aktivitas seksual sebagaimana yang diinginkannya. Hal ini sejalan dengan yang diperjuangkan oleh kaum feminis radikal-libertarian. Namun, jika dikaitkan dengan makna yang terkandung dalam nama Lingga, terdapat maksud tersirat dalam cerpen ini yang menunjukkan dominasi seksual sesungguhnya tetap berada pada pihak laki-laki.Abstract:The aim of this study is to describe sexuality aspect of Lingga in short story entitled “Lelaki dengan Bibir Tersenyum” written by Radhar Panca Dahana. It is also intended  interprete it within feminism perspective. This is a descriptive-qualitative research.  The data is collected by using literary method. The data analysis  applied feminism theories as references. The result showed that the sexuality aspects of Lingga reflects a freedom for women in committing whatever sexual activity as they expect to. This is in line with what radical-lybertarian feminists struggle for. Yet, if it is associated to the meaning of the word lingga, there is an implicit intention to suggest that sexual domination actually remains on the male side

    Proposing Jagani Tradition of Buton as a Convergent Cultural Intervention for the Demographic Dividend

    Get PDF
    Indonesia is estimated to face a demographic dividend in the next few years. The Indonesian government had programmed demographic dividend convergence in various domains, including the health sector. The stunting derivation program was strongly associated with the first 1000 days. We recommended a strategy for initiating convergence through the jagani tradition. This tradition was the potential to be a medium of intervention to achieve a positive demographic dividend for several reasonable arguments. First, the aspect of time was the moment of marriage which is considered a sacred moment marking the union of two persons to form a family. Second, the element of the actor leading the ritual, bhisa, is culturally highly respected because it impacts a bride‘s married life. Third, the speech in the jagani tradition contained household guidance materials covering various dimensions of life. These three aspects complemented each other in delivering messages for forming quality families and accomplished generations. The adjustment of the jagani verbal message convergently touched potential targets: the new families of prospective parents of the next generation. Internalization converges at the beginning through the jagani tradition. Keywords: jagani tradition, Indonesian demographic dividend, convergence, cultural interventio

    AKTIVITAS SASTRA DI UNIVERSITAS HALU OLEO (Literature Activity in Halu Oleo University)

    Get PDF
    This study aimed to describe the literary activities carried out at Halu Oleo University (UHO) Kendari in the perspective of the sociology of literature by Pierre Bourdieu. This research is a qualitative descriptive study. Research data were information about literary activities at UHO obtained through questionnaires, interviews, note-taking, and literature studies. The informants' answers from the interviews in the research instrument were recorded. Literature study was used to obtain as much data as possible from relevant books or writings. Data from interviews, recordings, and literature studies were described and then classified according to the research problem. The results showed that literary activities that are often held at UHO include various literary activities that were packaged in an activity. In it, various literary activities were carried out, such as the Gerbang Lastra (Lastra Gate), Pentas Arena (Arena Performances), Pekan Sastra (Literature Week), Hibah Sastra (Literature Grants), Lomba Seni dan Pameran Karya (Lensa) (Art Competitions and Work Exhibitions), and so on. Student organizations that often hold literary activities included the Studio Drama, FKIP UHO, Bengkel Sastra Indonesia (BSI, Indonesian Literature Workshop), Pekerja Puisi Sulawesi Tenggara (Eksis) (Southeast Sulawesi Poetry Worker), Laskar Sastra (Lastra), UK-Seni, Sanggar Katalis, Fista, Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia HMJJPBI (Indonesian Language Education Department Student Association), and Himpunan Mahasiswa Sastra Indonesia (HMSSI) (Indonesian Literature Student Association). Literary activities that were built were born from the correlation between habitus, arena, capital capital, social capital, cultural capital, and symbolic capital. In carrying out literary activities, event organizers are still often constrained by funding, training venues, and secretariat rooms. Funding constraints are overcome by using membership fees, charging competition participants, sponsors, or holding fundraising activities through bazaar activities.Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan aktivitas sastra yang dilaksanakan di Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari dalam perspektif sosiologi sastra Pierre Bourdieu. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Data penelitian merupakan informasi mengenai aktivitas sastra di UHO yang diperoleh melalui teknik kuisioner, wawancara, pencatatan, dan studi pustaka. Jawaban informan dari hasil wawancara dalam instrumen penelitian dicatat. Studi pustaka digunakan untuk memperoleh data sebanyak-banyaknya dari buku-buku atau tulisan yang relevan. Data hasil wawancara, pencatatan, dan studi pustaka dideskripsikan kemudian diklasifikasi sesuai dengan permasalahan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas sastra yang sering diadakan di UHO meliputi berbagai kegiatan sastra yang dikemas dalam suatu kegiatan. Di dalamnya dilaksanakan berbagai aktivitas sastra, seperti Gerbang Lastra, Pentas Arena, Pekan Sastra, Hibah Sastra, Lomba Seni dan Pameran Karya (Lensa), dan sebagainya. Organisasi kemahasiswaan yang kerap menggelar kegiatan sastra antara lain Studio Drama FKIP UHO, Bengkel Sastra Indonesia (BSI), Pekerja Puisi Sulawesi Tenggara (Eksis), Laskar Sastra (Lastra), UK-Seni, Sanggar Katalis, Fista, Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia HMJJPBI), dan Himpunan Mahasiswa Sastra Indonesia (HMSSI). Aktivitas sastra yang dibangun lahir dari adanya korelasi antara habitus, arena, modal kapital, modal sosial, modal budaya, dan modal simbolik. Dalam menjalankan aktivitas sastra, penyelenggara kegiatan masih sering terkendala dengan pendanaan, tempat latihan, dan ruang sekertariat. Kendala dana diatasi dengan menggunakan iuran anggota, mengenakan biaya pada peserta lomba, sponsor, atau mengadakan kegiatan pencarian dana melalui kegiatan bazar

    Analisis Hubungan Penguasaan Kosakata dan Kemampuan Memahami Unsur Intrinsik Cerpen Siswa SMP di Kota Kendari

    Get PDF
    This research problem is how is the relation between vocabulary mastery and short story intrinsical components comprehension ability of VIII grade students in Kendari City. The research is aimed to describe how vocabulary mastery and comprehending short story intrinsical components ability and how the relationship between both of them by the students. This research used statistic method. Data was analyzed descriptive-quantitatively and parametric-quantitatively by using Product Moment Correlation and Linear Regression. After doing descriptive-quantitative analysis, in order to understand the relationship intervariabel, then was conducted correlation test. Result of this research shows that vocabulary mastery have average values 8,84 (48%) which included in medium category. Vocabulary mastery indicator which have most prominent contribution is words comprehending that has pejorative-amelirative meaning, extension-constriction meaning by average value 2,75 (32,7%). Meanwhile, comprehending short story intrinsical components ability has average value 10,42 (45,25), which included generally in medium category. Indicator of comprehending short story intrinsical components ability which have most prominent contribution is figure and characterization by average value 3,23 (44,25%). Vocabulary mastery has positive and significant correlation with comprehending short story intrinsical components ability of SMP students at value rxy= 0,359 >rtable = 0,250 and value of Sig (ρ)ttable = 1,645 dan value of Sig (ρ)rtabel = 0,250 dan nilai Sig (ρ)ttabel = 1,645 dan nilai Sig (ρ)<a = 0,05. Besarnya kontribusi penguasaan kosakata (X) terhadap kemampuan memahami unsur intrinsik cerpen (Y) siswa SMP adalah 12,9%, dan selebihnya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak terkait dengan penelitian ini

    The Rising Vulnerability of Indonesian Language Culture: Analyzing the Encoded Politeness in the Use of Plural Second-Person Pronouns

    Get PDF
    This article explored the use of Indonesian pronouns by young people in Indonesia. The way in which they use pronouns erodes Indonesian culture encoded in Indonesian pronouns. They use the pronouns kamu (you, second-person singular pronoun), kalian (you, second-person plural pronoun), kita (we (you and me), first-person plural pronoun), and kami (we (not including you), first-person plural pronoun) that do not comply with Indonesian grammar. The data was collected by observing language used among the younger generation online and in everyday speech. The data was analyzed using a book on Indonesian grammar by A. M. Moeliono et al. The results discovered that Indonesian pronouns express politeness, particularly in the use of kamu and kalian (you, second-person plural pronouns), and the differences between first-person plural pronouns kita (we (you and me), first-person plural pronoun), and kami (we (not including you), first-person plural pronoun). Keywords: Indonesian Language, Pronoun, Culture, Politenes

    MOTIF GENDER DALAM TIGA CERITA RAKYAT TOLAKI (Gender Motif in Three Tolakinese Folktales)

    Get PDF
    Cerita yang melibatkan tokoh perempuan ini memuat motif gender baik sebagai motif utama maupun motif bawahan. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini ialah bagaimana motif gender yang terkandung dalam tiga cerita rakyat Tolaki dan bertujuan mengungkap motif gender yang terdapat di dalam cerita “Wekoila”, “Haluoleo”, dan “Pasaeno”. Data berupa cerita rakyat Tolaki diperoleh melalui teknik wawancara dan penelusuran pustaka. Data dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan pendekatan analisis struktural Levi-Straus dengan mengurai mitem-mitem cerita. Selanjutnya, analisis motif dilakukan dengan fokus motif gender. Dari hasil analisis diketahui bahwa cerita “Wekoila” menunjukkan bahwa tokoh perempuan diposisikan superior. Cerita “Haluoleo” memuat bahwa tidak ada konsep baku bagi pemosisian perempuan. Sementara itu, cerita “Pasaeno” menunjukkan tokoh perempuan yang ditempatkan sebagai pihak yang diabaikan hak-haknya. Dengan demikian, motif gender dalam ketiga cerita rakyat Tolaki ini disimpulkan tidak memiliki keseragaman.Stories that involve female characters contain both genders as the primary motive and subordinate motives. The problem raised in this study was how the gender motives were contained in the three Tolaki folktales and aimed to uncover the gender motives contained in the "Wekoila", "Haluoleo", and "Pasaeno" stories. Tolaki folklore was obtained through interview techniques and library research. Data were analyzed qualitatively by using  Levi-Strauss structural analysis approach by breaking down myths. Then motive analysis was carried out with a focus on gender motives. The results of the analysis were known that the Wekoila story showed the gender motive in which female character was placed in the superior position. Haluoleo's story contained the gender motive in which there were no fixed concepts for women positioning. Meanwhile, Pasaeno's story showed the gender motive in which female characters were placed as whose rights were ignored. Thus it was concluded that the gender motives in the three Tolakinese folktales were lack of uniformity
    corecore