50 research outputs found
Minat Penggunaan Sistem Informasi Keperawatan dengan Pendekatan Teori Unified Theory of Acceptance And Use of Technology di RSUD Kota Kendari
Sistem informasi keperawatan (SIK) merupakan intergrasi data, informasi dan
pengetahuan untuk mendukung pasien dan perawat dalam pengambilan keputusan
pada seluruh peran perawat dengan menggunakan struktur informasi, proses dan
teknologi. Meskipun arti penting SIK dan pengembangannya telah luas
dipromosikan dan dityerapkan namun penggunaannya masih terbatas yang
dipengaruhi faktor perilaku. The Unified Theory of Acceptance and Use of
Technology (UTAUT) merupakan salah satu model penerimaan teknologi terkini
yang dikembangkan oleh Venkatesh, dkk (2000) yang terdiri dari ekspektasi kinerja,
ekspektasi usaha, pengaruh sosial, dan kondisi pendukung. Selain itu, terdapat
empat moderator: jenis kelamin, usia, pengalaman, dan voluntariness. Kondisi
pendukung dalam penelitian ini tidak diteliti, sebab penelitian ini hanya sebatas
mengidentifikasi minat dan tidak menguji perilaku responden terhadap penggunaan
sistem informasi.
Penelitian ini menggunakan desain analitik observasional dengan rancangan
cross sectional. Responden dalam penelitian ini adalah seluruh perawat ruang rawat
inap yang memenuhi kriteria, berjumlah 148 orang. Analisis univariat digunakan
untuk melihat distribusi dan frekuensi karakteristik responden dan variabel penelitian
dan analisis bivariat untuk menilai adanya korelasi dari dua variabel.
Hasil analisis demografi menunjukkan bahwa sebagian besar responden
berjenis kelamin perempuan yaitu 107 orang (74.8%), usia responden sebagian
besar 21-30 tahun sebanyak 85 orang (59.4%), Hasil uji statistik antara variabel
dilaporkan bahwa Ekspektasi Kinerja (R=0.435, p=0.000); Usaha (Effort
Expectancy) (R=0.605, p=0.000) dan pengaruh sosial (R=0.671, p=0.000)
mempunyai hubungan positif dan signifikan terhadap minat perilaku penggunaan
SIK.
Sebagian besar perawat dalam penelitian ini berninat menggunakan sistem
informasi keperawatan. Perawat memiliki ekpektasi kinerja, usaha dan pengaruh
sosial yang baik terhadap penggunaan sistem informasi asuhan keperawatan.
Pengaruh sosial merupakan salah satu variabel yang paling berkorelasi dengan
minat perilaku. Deutsch dan Gerard (1995) mengidentifikasi dua jenis pengaruh
sosial yaitu normatif dan pengaruh sosial informasional. Pengaruh norma subjektif
adalah konformitas yang didasarkan pada keinginan seseorang untuk memenuhinya
harapan orang lain. Pengaruh sosial adalah fenomena psikologis ketika orang
mempertimbangkan tindakan orang lain dalam upaya untuk mencerminkan perilaku
yang benar untuk situasi tertentu.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan positif antara ekspektasi
kinerja, usaha dan pengaruh sosial terhadap minat perilaku perawat dalam
menggunkanan sistem informasi keperawatan di ruang rawat inap, dengan
pengaruh sosial sebagai variabel dengan korelasi terkuat
Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Perawat Dalam Pengambilan Keputusan Triage Di Instalasi Gawat Darurat (Igd) Rumah Sakit Lombok Nusa Tenggara Barat
Triage menjadi hal yang penting untuk dilakukan di ruangan instalasi gawat
darurat. Triage digunakan untuk menentukan prioritas pelaksanaan
kegawatdaruratan sehingga tim kesehatan dapat melaksanakan penanganan
untuk pasien yang sangat memerlukan penatalaksanaan dengan cepat serta
tepat yang mampu meningkatkan peluang hidup pasien tersebut. Proses triage
dimulai ketika pasien masuk di ruang IGD dimana perawat menilai berdasarkan
pengkajian yang ditemukan baik secara subyektif maupun obyektif yang harus
dilakukan dengan cepat dan tepat yang dilakukan oleh perawat. Namun,
pelaksanaan triage ini membutuhkan pengetahuan, pengalaman, pendidikan dan
lingkungan kerja yang mendukung dalam menentukan prioritas pasien. Penelitian
ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor yang berhubungan pada perawat
terhadap pengambilan keputusan triage di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit
Lombok Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini merupakan penelitian observasional
analitik dengan pendekatan cross sectional dengan jumlah responden sebanyak
135 orang. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan antara
pengetahuan, pengalaman, pendidikan dan lingkungan kerja perawat terhadap
pengambilan keputusan triage dengan masing-masing nilai p= 0.000. Variabel
pengetahuan menjadi variabel yang paling berhubungan dengan pengambilan
keputusan triage dengan nilai koefisien B 5.204. Pengetahuan, pengalaman
kerja, pendidikan dan lingkungan kerja perawat mempengaruhi pengambilan
keputusan triage. Untuk kedepannya, diharapkan adanya penentuan standar
perawat yang bekerja diruangan triage sehingga pelaksanaan triage dapat
berjalan dengan maksimal
Pengalaman Proses Pemulihan Penderita Skizofrenia Di Pusat Rehabilitasi Rumah Berdaya Denpasar
Layanan kesehatan mental yang dikelola oleh komunitas penting untuk
pemulihan pasien dengan gangguan jiwa di komunitas. Proses pemulihan berdasarkan
konsep framework CHIME ini digali mengingat pemulihan merupakan suatu proses yang
sangat pribadi dan untuk mengubah sikap, nilai, perasaan, tujuan, keterampilan serta
peran seseorang. Rumah Berdaya Denpasar merupakan salah satu layanan rehabilitasi
untuk ODGJ penderita Skizofrenia agar bisa pulih, mandiri dan produktif. Tujuan dari
penelitian ini untuk mengeksplorasi pengalaman proses pemulihan penderita skizofrenia
di pusat rehabilitasi Rumah Berdaya Denpasar. Adapun tinjauan pustaka yang dibahas
dalam penelitian ini : membahas tentang skizofrenia, konsep pemulihan, pemulihan
ODGJ di Komunitas, Kerangka berpikir dan maping jurnal terkait.
Desain dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif
fenomenologis. Penelitian ini bermaksud untuk memahami fenomena yang
sesungguhnya mengenai pengalaman proses pemulihan penderita skizofrenia menjalani
terapi di Rumah Berdaya Denpasar. Pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan empat strategi yaitu observatif kualitatif, wawancara kualitatif,
pengumpulan dokumen kualitatif, dan perekaman audio terhadap 5 partisipan yang dipilih
secara purposive sampling. Analisis data dilakukan setelah data diverbatin kemudian
membaca keseluruhan data untuk di-coding, yang selanjutnya menentukan sub – sub
tema. Sub – sub tema yang didapat dikelompokkan untuk menentukan tema – tema,
kemudian keseluruhan tema dihubungkan untuk menentukan tema besar penelitian ini.
Hasil penelitian ini membahas tentang gambaran karakteristik partisipan serta
untuk tema peneliti mendapatkan delapan tema : merasa dipedulikan orang lain, diterima
oleh masyarakat, memiliki identitas diri yang positif, ngayah membantu proses
pemulihan, lebih membantu mengeksplorasi kemampuan diri, menjadi pulih kembali,
dipersilahkan untuk aktif bersosialisasi, situasi yang ikut mempengaruhi kemampuan diri.
Peneliti merumuskan keterkaitan antar tema berdasarkan proses pemulihan framework
CHIME yang mendapatkan satu tema besar yaitu kembali menjadi bagian masyarakat.
Pembahasan dalam penelitian ini menyajikan interpretasi – interpretasi setiap
tema. Merasa dipedulikan orang lain, peneliti mengungkapkan partisipan di Rumah
Berdaya merasa dipedulikan. Tema diterima oleh masyarakat, partisipan
mengungkapkan harapan yang besar untuk diterima kembali oleh masyarakat dengan
menyatakan ingin diperlakukan sama dengan orang lain dan bisa berdaya lagi di
masyarakat. Tema memiliki identitas diri yang positif dimana keberadaan Rumahviii
Berdaya sangat membantu mereka dalam mengeksplorasi rasa percaya diri mereka serta
menunjukkan identitas diri. Tema ngayah membantu proses pemulihan, ngayah
memberikan partisipan kesempatan untuk bersosialisasi tanpa adanya stigma dan proses
yang menyenangkan. Tema lebih membantu mengeksplorasi kemampuan diri seperti
TAK dan Terapi Group Art Expresion menjadi terapi yang diberikan oleh Rumah Berdaya
untuk membantu mengeksplorasi kreatifitas pendertia skizofrenia. Tema menjadi pulih
kembali erat kaitannya dengan menghilangkan adanya stigma yang diberikan oleh
penderita skizofrenia di masyarakat. Tema dipersilahkan untuk aktif bersosialisasi dimana
Rumah Berdaya memberikan tempat bagi partisipan belajar bersosialisasi dan
menyampaikan segala permasalahannya. Tema situasi yang ikut mempengaruhi
kemampuan diri mengungkapkan bahwa penderita skizofrenia didalam meningkatkan
kemampuan dirinya dipengaruhi oleh situasi –situasi yang ada disekitarnya.
Implikasi penelitian ini yaitu ; dukungan dari lingkungan baik dari petugas
(perawat, psikolog dan psikiater) maupun sesama pendertia skizofrenia di Rumah
Berdaya memberikan dampak kepedulian terhadap partisipan secara lagsung.
Masyarakat selayaknya bisa menerima kembali penderita skizofrenia dan konsep
framework CHIME sebagai konsep pemulihan bagi penderita skizofrenia di komunitas
bisa dijadikan acuan oleh praktisi kesehatan khususnya perawat didalam memberikan
terapi seperti konsep Ngayah yang merupakan salah satu budaya Bali yang bisa
membantu proses pemulihan penderita Skizofrenia di masyarakat. Konsep pemulihan
berdasarkan framework CHIME sangat baik diterapkan pada pusat rehabilitasi yang ada
di masyarakat dimana hasil dari penelitian ini menunjukkan hasil yang semakin positif
terhadap proses pemulihan.
Keterbatasan penelitian yang dialami peneliti yaitu : penggunaan audio visual
yang seblumnya direncakan pada akhirnya hanya direkam dengan audio saja.
Menentukan partisipan tidak bisa secara langsung oleh peneliti mengingat kondisi
penderita skizofrenia di Rumah berdaya beragam dan masih ada yang belum mampu
untuk diajak komunikasi dengan baik. Peneliti tidak mengkaji pengalaman masa lalu
partisipan secara mendalam, mengingat saran dari petugas di Rumah Berdaya ketika
wawancara untuk menghindari kekambuhan dengan pertanyaan yang mungkin sensitive
bagi partisipan terkait menggali masa lalunya.
Tema besar yang mencakup semua tema yang ada yaitu kembali menjadi bagian
masyarakat jika dikaitkan dengan konsep proses pemulihan framework CHIME menjadi
tujuan dari proses pemulihan tersebut sehingga baik connectedness, hope and optimsm.
Identity, meaning in life dan empowerment yang terjadi dalam proses pemulihan
semuanya bertujuan untuk kembali menjadi bagian masyarakat itu sendiri
Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Length Of Stay Pasien Di Igd Prioritas 2 (P2) Rsud Dr. Iskak Tulungagung
Kepadatan pasien di Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan masalah
yang masih dialami di berbagai negara. Kepadatan pasien yang biasa disebut
dengan overcrowding akan menyebabkan beberapa masalah, salah satunya
adalah lamanya waktu tinggal pasien di IGD/Length of Stay (LOS). Memanjangnya
LOS tersebut akan menyebabkan masalah bagi pasien (peningkatan mortalitas
dan morbiditas) dan juga staf itu sendiri. Selain itu staf yang lelah juga akan
berpotensi dalam melakukan kesalahan medis sehingga dapat meningkatkan
mortalitas pasien.
IGD RSUD dr. Iskak Tulungagung mengalami kenaikan kedatangan pasien
setiap tahunya. Data kunjungan pasien yang telah didapatkan dari penelitian
sebelumnya, IGD dr. Iskak Tulungagung memiliki jumlah kunjungan pasien pada
bulan Agustus hingga Oktober 2015 sebanyak 8.075 dengan kunjungan di red
zone 811 (10,04%), yellow zone sebanyak 4.332 (53,65%) dan kunjungan di green
zone sebanyak 2.932 (36,31%). Pada tahun 2016 pasien di IGD mencapai 41.600
pasien dengan kunjungan di red zone 3.318 (7,97%), yellow zone 24.653 (59,26%)
dan green zone 13.629 (32,76%). Pada tahun 2017 jumlah pasien naik menjadi
44.299 dengan kunjungan red zone 4.232 (9,55%), yellow zone 25.915 (58,50%)
dan green zone 14.152 (31,94%). Dari data di atas ruang IGD yang memiliki jumlah
kunjungan pasien terbanyak adalah di ruang yellow zone/P2, sehingga ruang
tersebut memiliki potensi yang besar dalam variasi LOS di IGD.
Data rerata LOS/Average Length of Stay (AVLOS) pasien yang telah
didapatkan dari penelitian sebelumnya mengatakan bahwa rerata LOS di IGD
RSUD dr. Iskak Tulungagung adalah >6 jam yaitu 11,95 jam dengan LOS minimal
8,1 jam dan LOS maksimal adalah 16,15 jam. Penelitian lain yang meneliti LOS di
rumah sakit yang sama namun lebih spesifik yaitu di P2 mengatakan bahwa
AVLOS pasien di IGD P2 RSUD dr. Iskak Tulungagung adalah >6 jam yaitu 15,16
jam dengan LOS minimal 6.1 jam dan LOS maksimal 23,7 jam.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang
dapat berhubungan dengan LOS pasien di IGD P2 RSUD dr. Iskak Tulungagung.
penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi
pada penelitian ini adalah semua pasien yang berkunjung di IGD Prioritas 2 (P2)
RSUD dr. Iskak Tulungagung. Pemilihan sampel menggunakan consecutive
sampling dan teknik penentuan sampel dengan rule of thumb didapatkan sampel
133 responden. Untuk mengetahui hubungan antara variabel digunakan uji eta dan
uji spearman-rho dan untuk mengetahui faktor yang paling dominan berhubungan
dengan LOS menggunakan uji regresi linier.
Hasil bivariat mengidentifikasikan hubungan antar variabel independen
dengan LOS pasien di IGD P2 menunjukkan hasil: jam kedatangan pasien dengan
uji eta F Tabel 1,65 dan F Hitung 7,547, perbandingan rasio perawat dan pasien
dengan uji eta F Tabel 2,31 dan F Hitung 4,220, jenis pemindahan pasien dengan
uji eta F Tabel 2,31 dan F hitung 9,882, jam pemindahan pasien dengan uji eta F
Tabel 1,75 dan F Hitung 2,217, waktu door to doctor dengan uji spearman p=0,421,
kecepatan diagnosis dokter dengan uji spearman p=0,695, waktu konsultasi dokter
spesialis dengan uji spearman p=0,081, waktu pemeriksaan penunjang dengan uji
ix
spearman p=0,002 dan waktu observasi/evaluasi dengan uji spearman p=0,000.
Pada uji eta dikatakan memiliki hubungan yang bermakna jika F Hitung lebih dari
F Tabel sedangkan pada uji spearman jika p=<0,05. Selanjutnya dari analisis
multivariat dengan regresi linier diperoleh hasil jenis pemindahan pasien adalah
faktor yang paling dominan berhubungan dengan LOS.
Dari kelima variabel tersebut yang memiliki nilai unstandardized B tertinggi
adalah variabel jenis pemindahan pasien yaitu setiap ada peningkatan 1 tingkat
(dari pasien pulang, pasien dipindah ke ruang rawat inap kelas 3, kelas 2, kelas 1,
ruang intensif dan graha) maka akan ada penambahan sebanyak 81,189 menit.
Meskipun variabel jam pemindahan pasien tereliminasi pada langkah pertama saat
dilakukan uji regresi linier dan tidak dapat dimasukkan ke dalam uji multivariat
namun variabel ini masih memiliki hubungan dalam uji bivariat (uji Eta) dengan
LOS.
Kesimpulanya adalah terdapat hubungan yang bermakna antara jam
pemindahan pasien, perbandingan rasio perawat dan pasien per shift, jenis
pemindahan pasien, waktu pemeriksaan penunjang dan waktu observasi/evaluasi
dengan LOS pasien di IGD P2 RSUD dr. Iskak Tulungagung.
Saran yang dapat diberikan untuk menurunkan LOS pasien di IGD P2
RSUD dr. Iskak Tulungagung menjadi <6-8 jam adalah dengan cara mempercepat
variabel yang sudah teridentifikasi sebagai faktor yang berhubungan dengan LOS.
Memberkan edukasi kepada pasien untuk pindah ke kelas 3 terlebih dahulu adalah
strategi untuk menurunkan LOS. Meskipun variabel jam pemindahan pasien
tereliminasi pada langkah pertama saat dilakukan uji regresi linier dan tidak dapat
dimasukkan ke dalam uji multivariat namun variabel ini dianggap sebagai variabel
yang penting oleh peneliti dan masih memiliki hubungan dalam uji bivariat (uji Eta)
dengan LOS. Dengan demikian, hasil ini dapat dijadikan sebagai masukan
khususnya untuk menyusun protokol dan kebijakan menggunakan pendekatan
Discharge Before Noon seperti yang telah dilakukan pada penelitian Wertheimer
et al. (2015). Strategi ini dapat dijadikan referensi untuk menyusun waktu
pemulangan pasien di ruang rawat inap sebelum jam 12.00 untuk mengurangi LOS
pasien di IGD P2. Pada penelitian Wertheimer et al. (2015) tersebut mereka telah
berhasil melakukan pemulangan pasien di ruang rawat inap sebelum jam 12.00
sebanyak 40% dan hasilnya dapat membantu mengurangi waktu tunggu pasien
yang ada di IGD sehingga mengurangi LOS pasie
Analisis Faktor Determinan Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Budaya Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Mgr. Gabriel Manek, Svd Atambua
Budaya keselamatan pasien merupakan produk dari nilai, sikap,
kompetensi dan pola perilaku individu dan kelompok yang menentukan komitmen
dan kemampuan suatu budaya organisasi pelayanan kesehatan terhadap
program keselamatan pasien. Dampak dari budaya keselamatan pasien yang
kurang di rumah sakit adalah menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan. Organisasi kesehatan dunia mengestimasi
bahwa di Asia orang menerima lebih dari 5 kali injeksi/tahun dan 50% dari
tindakan injeksi tersebut tidak aman. Sekitar 4% pasien mengalami adverse
event selama dirawat di rumah sakit, 70% berakhir dengan kecacatan
sementara, sedangkan 14% berkahir dengan kematian. Sedangkan Institute of
Medicine mencatat sebanyak 44.000-98.000 orang meninggal per tahunnya di
Amerika Serikat yang disebabkan oleh kesalahan medis. Dan untuk Indonesia
dalam rentang waktu 2006-2011 Komite Keselamatan Pasien Rumah sakit
melaporkan adanya sejumlah 877 insiden terkait keselamatan pasien. WHO
mengembangkan empat kategori faktor yang sangat berhubungan dengan
penyebab insiden keselamatan pasien yaitu : kategori faktor budaya organisasi,
kategori faktor kerja tim, kategori faktor individu, dan kategori faktor lingkungan
kerja.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor determinan yang
mempengaruhi pelaksanaan budaya keselamatan pasien di Rumah sakit Umum
Daerah Mgr. Gabriel Manek SVD Atambua. Penelitian ini merupakan rancangan
penelitian kuantitatif mengunakan desain cross sectional yang dianalisis dengan
regresi linear berganda. Responden pada penelitian ini sebanyak 127
responden.
Hasil penelitian, pada univariat di dapatka hasil distribusi frekwensi budaya
organisasi, tim kerja, individu, lingkungan kerja dan budaya keselamatan pasien
berada pada kategori baik, ini menggambakan semakin tinggi budaya organisasi,
kerja tim, individu dan lingkungan kerja maka akan semakin baik budaya
keselamatan pasien di Rumah sakit. Uji pearson corelation diperoleh hasil
hubungan budaya organisasi dengan budaya keselamatan pasien p=0,000 dan
memiliki hubungan yang kuat dengan nilai corelation coefision 0,829. Hubungan
kerja tim dengan budaya keselamatan pasien p=0,000 dan memiliki hubungan
yang kuat dengan nilai corelation coefision 0,868. Hubungan Individu dengan
budaya keselamatan pasien p=0,000 dan memiliki hubungan yang kuat dengan
nilai correlation coefficient 0,856. Hubungan lingkungan kerja dengan budaya
keselamatan pasien p=0,000 dan memiliki hubungan yang kuat dengan nilai
correlation coefficient 0,863. Ini menjelaskan bahwa budaya keselamatan pasien
merupakan upaya untuk meningkatkan ketepatan identifikasi pasien,
peningkatan komunikasi yang efektif, peningkatan keamanan obat, tepat lokasi
prosedur operasi, pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan dan
pengurangan risiko pasien jatuh melalui budaya organisasi, kerja tim, individu
dan lingkungan kerja baik. Sedangkan analisis multivariat menggunakan uji
regresi linear berganda didapatkan persamaan Y = 40,842 + 1,007(Faktor Kerja
tim) + 1,042 (Faktor Lingkungan kerja). Nilai constanta positif menunjukkanviii
pengaruh positif variabel independen yaitu variabel kerja tim dan variabel
lingkungan kerja. 1,007 merupakan nilai koefisien regresi variabel kerja tim
terhadap budaya keselamatan pasien, yang artinya jika variabel kerja tim
mengalai kenaikan satu satuan maka budaya keselamatan pasien akan
mengalami peningkatan 1,007. Dan 1,042 merupakan nilai koefisien regresi
variabel lingkungan kerja terhadap budaya keselamatan pasien, yang artinya jika
variabel lingkungan kerja mengalai kenaikan satu satuan maka budaya
keselamatan pasien akan mengalami peningkatan 1,042.
Terdapat hubungan yang signifikan antara faktor budaya organisasi, kerja
tim, individu dan lingkungan kerja terhadap budaya keselamatan dan faktor yang
paling dominan mempengaruhi budaya keselamatan pasien di Rumah sakit Mgr.
Gabriel Manek, SVD Atambua berdasarkan pemodelan regresi linear adalah tim
kerja. Kerja tim akan menjadi penentu lancar tidaknya suatu organisasi. Interaksi
dalam tim berpengaruh terhadap prilaku anggota dalam berkomunikasi dan
terbuka dalam mengungkapkan kesalahan yang terjad
Pengaruh Penerapan TeamSTEPPS Terhadap Persepsi dan Sikap Kepemimpinan Perawat di Rumah Sakit
Pengembangan kepemimpinan perawat diperlukan dalam kinerja tim sebagai upaya peningkatan keselamatan pasien. Kepemimpinan yang efektif dapat diperoleh melalui pelatihan serta pengalaman yang telah diperoleh. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh penerapan TeamSTEPPS terhadap persepsi dan sikap kepemimpinan perawat di rumah sakit. Rancangan penelitian ini adalah quasi-experimental pre-posttest with control group. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling dan didapat 28 perawat pada masing-masing kelompok kontrol dan intervensi. Analisis yang digunakan adalah uji wilcoxon dan mann whitney. Hasil penelitian menunjukkan uji wilcoxon pada persepsi kepemimpinan didapatkan nilai p value sebesar 0.174, dan pada sikap kepemimpinan didapatkan nilai p value sebesar 0.103, keduanya lebih besar dari α (0.050). Uji mann whitney pada persepsi kepemimpinan didapatkan nilai Z lebih besar dari -Z tabel (-0.297 > -1.960), dan nilai p-value lebih besar dari α (0.766 > 0.050), dan pada sikap kepemimpinan didapatkan nilai Z lebih besar dari -Z tabel (-0.385 > -1.960), dengan nilai p-value lebih besar dari α (0.700 > 0.050). Kesimpulan yang dapat ditarik adalah penerapan TeamSTEPPS terhadap persepsi dan sikap kepemimpinan perawat di rumah sakit tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat mempertimbangkan metode maupun frekuensi penerapan TeamSTEPPS yang tepat sesuai standar AHRQ agar dapat memperoleh hasil yang baik untuk keselamatan pasien
Studi Fenomenologi : Pengalaman Polisisebagai Orang Awamdalam Memberikan Pertolongan Pertamapadakorban Kecelakaan Lalu Lintas Di Kabupaten Bojonegoro
Fenomena pemberian pertolongan pertama di tempat kejadian pada korban kecelakaan lalu lintas
jarang dilakukan langsung oleh petugas kesehatan ataupun masyarakat sekitar lokasi kejadian
sebagai orang yang terlatih. Orang awam yang sering dijumpai dan memberikan pertolongan
pertama adalah petugas kepolisian. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengeksplorasi makna
pengalaman polisi sebagai orang awam dalam memberikan pertolongan pertama pada korban
kecelakaan Lalu lintas di Kabupaten Bojonegoro. Desain penelitian kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi intepretatif. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara mendalam
dengan panduan wawancara semi terstruktur yang melibatkan lima partisipan. Hasil penelitian ini
mendapatkan 10 tema : (1) Menolong korban kecelakaan dengan segera (2) Adanya rasa
bertanggung jawab sebagai polisi untuk menolong korban kecelakaan (3) Menolong sesama
manusia (4) Melakukan pertolongan pertama sesuai kemampuannya (5) Merasakan ketakutan
menolong berbagai kondisi korban kecelakaan (6) Merasakan konflik batin terhadap kondisi
korban beserta keluarga (7) Merasa masyarakat menghambat proses pertolongan (8) Kurangnya
peralatan yang tersedia untuk menolong korban kecelakaan (9) Merasa pelatihan yang dimiliki
kurang maksimal (10) berharap adanya kerja sama dengan tim kesehatan serta masyarakat
dalam menjalankan sistem pertolongan korban gawat darurat. Kesimpulan penelitian ini yaitu
Polisi telah menyadari bahwa alasan menolong korban kecelakaan adalah tanggung jawab serta
rasa kemanusiaan. Polisi Menolong korban kecelakaan dengan segera berdasarkan kemampuan
yang dimiliki. Polisi merasakan kesulitan dalam menolong korban. Kesulitan pertama yaitu
masyarakat menghambat proses pertolongan. Peralatan yang digunakan polisi untuk pertolongan
pertama masih kurang lengkap. Polisi merasa bahwa pelatihan tentang pertolongan pertama
masih kurang maksimal. Polisi memiliki harapan yaitu berharap adanya kerja sama dengan tim
kesehatan serta masyarakat dalam menjalankan sistem pertolongan korban gawat darura
Studi Fenomenologi: Pengalaman Perawat Fresh Graduate Dalam Melakukan Adaptasi Dan Transisi Selama Bekerja Di Ruang Igd
Peningkatan kunjungan pasien di ruang IGD menyebabkan perawat di
seluruh dunia terutama Indonesia mengalami tingkat kelelahan yang tinggi.
Kekurangan jumlah perawat telah menjadi masalah di seluruh dunia dikarenakan
keperawatan merupakan bagian integral dalam sistem pelayanan kesehatan.
Perekrutan perawat lulusan baru di ruang IGD dianggap sebagai strategi potensial
untuk mengurangi masalah kekurangan perawat. Tantangan yang dialami perawat
baru yang memasuki dunia kerja sangatlah banyak dan kompleks. Transisi dan
adaptasi perawat lulusan dari program pendidikan ke pengaturan praktis
merupakan periode stres, penyesuaian peran, dan mengejutkan. Gagalnya proses
adaptasi dan transisi dapat menyebabkan perawat lulusan baru merasa lelah
secara emosional, tidak mampu memenuhi tuntutan pekerjaan, tidak mampu
memberikan perawatan yang aman, dan tidak didukung Penelitian ini bertujuan
untuk mengeksplorasi pengalaman adaptasi dan transisi perawat fresh graduate
yang bekerja di ruang IGD.
Metode penilitian yang digunakan adalah desain penelitian kualitatif
dengan pendekatan fenomenologi. Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Cibabat
kota Cimahi dan RSUD Bandung Kiwari Kota Bandung pada tanggal 15 Maret – 1
Juli 2022. Tehnik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive
sampling dengan total partisipan adalah 9 perawat lulusan baru. Teknik
pengumulan data pada penelitian ini menggunakan indepth interview dengan
menggunakan panduan wawancara semi-terstruktur. Proses wawancara direkam
menggunaan voice recorder smartphone serta catatan lapangan (field note) untuk
catat reson non-verbal. Proses pengumpulan data menerapkan prinsip etik dalam
penelitian. Wawancara dilakukan dengan partisipan dengan rentang durasi 30 –
45 menit. Analisa data pada penelitian ini menggunakan metode colaizzi.
Hasil penelitian menjelaskan pastisipan dalam penelitian berjenis kelamin
laki-laki, rentang usia partisipan dala penelitian ini adalah berusia 20-30 tahun,
partisipan memiliki pendidikan terakhir profesi ners, partisipan yang memiliki lama
kerja 6-12 bulan dan <6 bulan dan partisipan berstatus sebagai pegawai BLUD.
Hasil penelitian juga menjelaskan pengalaman adaptasi dan transisi perawat fresh
graduate dalam tujuh tema: 1) merasa tidak percaya diri dengan kompetensi yang
dimiliki, 2) merasa bangga dapat bekerja di ruang IGD, 3) merasa takut dengan
perubahan situasi di lingkungan baru, 4) reality shock yang dialami perawat baru
selama masa adaptasi di ruang IGD, 5) tekanan yang dirasakan perawat baru
selama adaptasi di ruang IGD, 6) proses belajar yang berkelanjutan selama
adaptasi di ruang IGD, dan 7) kebutuhan support sistem bagi perawat baru selama
masa adaptasi di ruang IGD.
Proses penyesuaian diri perawat lulusan baru terdiri dari fase-fase berikut:
doing (3 - 4 bulan pertama), being (4 - 5 bulan), dan knowing (8 - 12 bulan terakhir).
Pada fase doing perawat yang baru lulus awalnya merasa diri mereka
bersemangat, senang, dan bangga ketika akan bekerja. Akan tetapi, selama
transisi perawat lulusan baru menyadari bahwa mereka tidak siap untuk intensitas
peran dan mengalami kecemasan, keraguan diri, dan kurangnya kepercayaan
pada kemampuan mereka untuk memberikan perawatan yang aman dan
kompeten. Perawat lulusan takut dinilai tidak kompeten, takut memberikan
perawatan yang tidak aman dan menyebabkan bahaya bagi pasien, dan takut tidak
mampu mengatasi tanggung jawab mereka. Perawat lulusan baru merasakan
reality shock sebagai emosi yang dialami ketika mulai bekerja di lingkungan baru
dan mengungkapkan bahwa norma-norma sosial budaya berbeda dengan yang
diharapkan. Tanggung jawab yang tinggi dan tuntuntutan kemampuan untuk
memberikan pelayanan terbaik dan cepat menjadi tekanan tersendiri bagi perawat
lulusan baru yang bekerja di ruang IGD. Karakteristik pasien IGD yang komplek
mengharuskan perawat lulusan baru tidak berhenti mempelajari hal yang baru dan
menjadikan periode penyesuaian diri menjadi proses belajar yang berkelanjutan.
Sehingga untuk menyukseskan penyesuaian diri yang dialam perawat lulusan
baru, dibutuhkan support system yang baik. Support system yang baik telah
diidentifikasi sebagai faktor penting yang mempengaruhi transisi perawat lulusan
baru.
Dari hasil penelitian ini perawat lulusan baru mengalami proses belajar
yang berkelanjutan selama menjalani proses adaptasi dan transisi bekerja di ruang
IGD. Berdasarkan hali penelitian dan di dukung dengan berbagai penelitian lain,
disarankan kepada rumah sakit dan institusi pendidikan untuk menyediakan
program yang mendukung proses adaptasi dan transisi perawat lulusan baru di
ruang IGD. Selanjutnya, mahasiswa perawat dan perawat lulusan baru harus
memiliki kemauan untuk belajar dan mengembangkan kompetensi yang dimiliki
sehingga dapat siap mengghadapi proses adaptasi dan transisi di lahan praktik
atau tempat kerjanya dikemudian hari
Pengaruh Penggunaan Booklet Discharge planning Terhadap Self-Management Pasien dengan Penyakit Kronis di Ruang Jimbaran Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar Malang.
Penyakit kronis memerlukan pengelolaan perawatan yang lama dan berkelanjutan. Kemampuan pasien mengelola kondisi penyakitnya secara mandiri atau Self-management penting dalam mencegah kekambuhan dan readmisi pasen kembali ke rumah sakit. Discharge planning prosedur rutin rumah sakit yang bertujuan untuk mempersiapkan pasien dan keluarga terkait perawatan mandiri pasien setelah pulang ke rumah. Pendekatan IDEAL melalui media booklet dalam discharge planning dinilai efektif untuk mempersiapkan pasien dan keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemberian booklet discharge planning terhadap self-management pasien. Design penelitian ini menggunakan quasy – experiment dengan pendekatan pre post – tes control group design. Sebanyak 32 pasien baru dengan penyakit kronis yang direkrut sebagai sample secara random di grup kontrol dan intervensi. Instrument menggunakan kuesioner CanSmart Questionnaire untuk mengukur self-management. Intervensi dalam penelitian ini adalah penggunaan booklet discharge planning yang diisi secara mandiri oleh pasien untuk membatu proses perencanaan pulang. Data pre dan post intervensi dianalisis dengan dependent sample t-test, sedangkan independent sample t-test untuk membandingkan self-management antara kelompok kontrol dan intervensi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok kontrol memiliki terdapat perubahan yang signifikan skor rata – rata self-management pre dan post discharge planning tanpa booklet yaitu dari 21,63 dan 26.19 (p-value<0.001). Sedangkan kelompok intervensi memiliki skor self-management rata-rata sebelum dan sesudah discharge planning dengan booklet adalah 18,63 dan 32,00(p-value<0.001). Terdapat perbedaan yang signifikan pada peningkatan skor self-management antara kelompok kontrol 4,56 dengan kelompok intervensi 13,38 (p-value<0.001). Penggunaan booklet discharge planning berpengaruh terhadap self-management pasien kronis. diharapkan booklet discharge planning bisa digunakan oleh semua pasien dan di seluruh ruang rawat inap
Hubungan Pengetahuan dan Sikap Perawat Dengan Perilaku Upaya Pencegahan Infeksi Pada Pasien Dengan Resistensi Antibiotik di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki tugas memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, efektif dan efisien yang menjamin keselamatan pasien sesuai standar dari rumah sakit. Indikator keselamatan pasien yaitu berkurangnya resiko infeksi terkait dengan pelayanan kesehatan yaitu infeksi resistensi antibiotik. Angka kejadian infeksi masih tinggi sehingga perlu adanya upaya pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial terutama pencegahan infeksi resistensi antibiotik, salah satu cara pencegahannya yaitu dengan menghambat rute penularan bakteri dari sumber dan reservoir bakteri dari orang yang tidak mengalami infeksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap perawat dengan perilaku upaya pencegahan infeksi resistensi antibiotik. Rancangan penelitian adalah desain analitik korelasi dengan pendekatan cross-sectional. Responden penelitian terdiri dari 55 perawat. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini yaitu kuesioner pengetahuan dan sikap adaptasi dari Lalithabai et al,2022 dan kuesioner perilaku adaptasi dari Unakal et al,2019 dengan uji statistik Spearman Rank. Hasil analisis data menunjukkan p-value (0,217) > α (0,05) sedangakan p-value (-0,079) > α(0,05). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan pengetahuan dan sikap perawat dengan perilaku upaya pencegahan infeksi pada pasien dengan resistensi antibiotik di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Dengan demikian perawat untuk tetap melakukan cuci tangan sesuai SOP dan penggunaan APD untuk upaya pencegahan infeksi resistensi antibiotik