64 research outputs found
METODE SEDERHANA PENENTUAN DIMENSI GEOTEXTILE TUBE (GEOTUBE) SEBAGAI STRUKTUR PELINDUNG PANTAI
Beberapa tahun terakhir, material untuk bangunan pantai mulai sulit diperoleh dan relative mahal menyebabkan pergeseran penggunaan material konvensional ke material yang lebih murah dan mudah diperoleh seperti material geosintetik. Material geosintetik yang semakin meningkat penggunaannya akhir-akhir ini adalah geotextile tube (geotube). Permasalahannya, metode penentuan parameter teknis geotube belum tersedia pedoman bakunya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji metode penentuan dimensi geotube. Penelitian dimulai dari pengembangan teori, pembuatan model geotube dan pelaksanaan eksperimen. Parameter yang divariasikan adalah jenis dan faktor pengisian (fill factor,FF) pasir pengisi. Pasir yang digunakan adalah pasir Patehan, Laboratorium dan Tanjung An. Sedangkan factor pengisian ditetapkan 1,0; 0,9; 0,8; 0,7 dan 0,6. Pengukuran tinggi dan lebar geotube dilaksanakan pada dua kondisi, yaitu kondisi kering dan kondisi terendam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang baik antara dimensi geotube dengan nilai FF. Teori yang dikembangkan untuk menentukan dimensi geotube bersesuaian dengan data eksperimen untuk nilai FF besar dari 0,8 (80%) dan pasir dengan gradasi yang baik. Persamaan 4 dan 5 dapat digunakan untuk menentukan dimensi geotube. Tinggi geotube di air lebih kecil dibandingkan di udara. Hasil yang diperoleh pada Persamaan 4 dan 5 harus ditambahkan 5% jika geotube terendam dalam air
Studi Sedimentasi Pada Saluran Intake PLTU Barru
Increasing the cooling capacity of generator engines or condenser engines by utilizing sea water at PLTU Barru requires dredging the intake channel with a dredging length of ±80 m and a depth of -4m LWS. The problem is that dredging the intake canal has the potential to cause silting back in the area that has been dredged due to coastal hydrodynamic processes which can cause blockage of the intake canal and disrupt the process of the pumping system and the generating system as a whole. A study is needed to assess the potential for sedimentation around the dredging area. This research uses primary data and secondary data. The primary data consists of bathymetry data, currents, tides and bottom sediments and water samples. While the secondary data includes comparative wave and tidal data as well as the design of the dredging plan. Wave data is sourced from the European Center for Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF) while comparative tide data is obtained from the Geospatial Information Agency (BIG). The data obtained is then analyzed to obtain the parameters of currents, tides, sediment and breaking waves as well as sediment transport along the coast. Calculation of sediment flows and transport was also carried out by numerical modelling using a surface-water modelling system (SMS). Furthermore, by using the results of analytical sediment transport analysis and numerical modelling, the thickness of the trapped sediment is calculated in the intake canal after dredging. The results of numerical modelling analysis show that the potential for sedimentation at the study site originates from currents due to tides and currents due to breaking waves. The predicted potential for sedimentation due to tidal currents and broken wave currents for 1 year is 43.64 m3 and 1,589.93 m3 respectively with a sediment thickness of 1.2 meters from the bottom of the excavation so that intake channel maintenance is required at least once a year.Peningkatan kapasitas pendinginan mesin pembangkit atau mesin kondesor dengan memanfaatkan air laut di PLTU Barru membutuhkan pengerukan pada saluran intake dengan panjang pengerukan ±80 m dan kedalam -4m LWS. Permasalahannya, pengerukan pada saluran intake berpotensi terjadinya pendangkalan kembali pada area yang telah dikeruk akibat proses hidrodinamika pantai sehingga dapat menyebabkan tersumbatnya saluran intake dan terganggunya proses sistem pemompaan dan sistem pembangkit secara keseluruhan. Diperlukan studi untuk mengkaji potensi sedimentasi di sekitar area pengerukan. Penelitian menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari data batimetri, arus, pasang surut dan sedimen dasar dan sampel air. Sedangkan data sekunder meliputi data gelombang dan pasang surut pembanding serta disain rencana pengerukan. Data gelombang bersumber dari European Center for Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF) sedangkan data pasang surut pembanding diperoleh dari Badan InformasiGeospasial (BIG). Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis untuk mendapatkan parameter arus, pasang surut, sedimen dan gelombang pecah serta transport sedimen menyusur pantai. Perhitungan arus dan transport sedimen juga dilakukandengan pemodelan numerik menggunakan surface-water modeling system (SMS). Selanjutnya dengan menggunakan hasil analisis transport sedimen secara analitis dan pemodelan numerik dilakukan perhitungan ketebalan sedimen yang terperangkap di dalam saluran intake pasca pengerukan. Hasil analisa pemodelan numerik, potensi sedimentasi pada lokasi studi bersumber dari arus akibat pasang surut dan arus akibat gelombang pecah. Prediksi potensi sedimentasi akibat arus pasang surut dan arus gelombang pecah selama 1 tahun masing-masing adalah 43.64 m3 dan 1,589.93 m3 denganketebalan sedimen 1.2 meter dari dasar galian sehingga dibutuhkan perawatan saluran intake minimal satu kali dalam satu tahun
TINJAUAN PERANGKAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA KAPAL PENUMPANG ANTAR PULAU DI PELABUHAN PAOTERE
Kapal penumpang sebagai moda transportasi massal harus memenuhi syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam berbagai aspeknya. Selain untuk menjaga keselamatan dan kesehatan bagi semua penumpang dan awak kapalnya, penerapan K3 berfungsi utuk menjaga kehandalan sistem transportasi tersebut. Pelayanan terhadap pengguna jasa perairan di Indonesia haruslah dilaksanakan sesuai dengan peraturan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Penerapan peraturan ini memberikan perlindungan hukum khususnya terhadappenumpang dan ABK kapal. Penelitian ini mengkaji mengenai perangkat Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada kapal penumpang antar pulau di Pelabuhan Paotere. Kapal penumpang yang berlabuh di Pelabuhan Paotere terdiri dari berbagai jenis, salah satunya yaitu kapal kayu yang berkapasitas 10 hingga 35 GT dengan trayek penyeberangan dari Kota Makassar menuju Pulau Badi, Barang Lompo, Barang Caddi, dan pulau lain sekitarnya. Namun, dari sekian banyak kapal yang berlabuh ini tidak dilengkapi dengan perangkat keselamatan pelayaran yang memadai. Kajian ini meninjau seberapa besar perhatian pihak penyelenggara kapal dan pelabuhan terhadap perangkat kesalamatan pelayaran bagi kapal-kapal yang bersandar di Pelabuhan Paotere. Metode kajian yang digunakan adalah deskriptif, yakni memberikan gambaran tentang fenomena tertentu atau aspek tertentu dari lokasi. Pemerintah Kota Makassar dapat lebih menggiatkan aktifitas sosialisasi keselamatan pelayaran dan penerapannya di lapangan sehingga akan meminimalisir korban dan resiko kecelakaan yang terjadi pada saat kapal berlayar bagi kapal-kapal yang bersandar di Pelabuhan Paotere
ANALISIS KAPASITAS FENDER TIPE V PADA DERMAGA CURAH PELABUHAN GARONGKONG KABUPATEN BARRU
Sesuai dengan fungsi dan perannya, pelabuhan merupakan institusi yang dinamik keberadaannya terhadapperkembangan yang ada. Pada tahun 2019 Kantor UPP Kelas II Garongkong telah melakukan rehabilitasi denganmengganti 23 buah fender type super cone dan 1 bu ah fender tipe V di dermaga pelabuhan Garongkong karenamengalami kerusakan yang dapat mengganggu aktivitas bongkar muat di Kantor UPP Kelas II Garongkong. Olehkarena itu, pada penelitian ini dilakukan analisis kapasitas fender tipe V 500H x 2000L untuk m engetahui besarenergi benturan kapal yang mampu diserap oleh fender dan yang diteruskan ke struktur dermaga. Pengambilan datadilakukan di Pelabuhan Garongkong, adapun sumber data yang digunakan adalah data primer diambil dengan caramewawancarai, mengama ti, dan mengukur langsung arus pada dermaga pelabuhan Garongkong. Data sekunder diperoleh dengan mengutip dokumen pada instansi yang bersangkutan seperti data ukuran kapal, spesifikasi fender,dan layout pelabuhan Garongkong. Hasil analisis diketahui bahw a energy terabsorsir fender lebih besar dari energitambat kapal dan gaya bentur yang diserap fender lebih kecil dari gaya reaksi fender, diperoleh nilai terabsorsirsebesar 5,57 tm dan nilai energi tambat kapal 4,54 tm (5,57 > 4,20). Diperoleh nilai gaya bentur yang bentur yangdiserap fender sebesar 12,79 ton dan gaya reaksi fender 2626,331 ton (12,79 ton < 2626,331). Energi yang diteruskan fenderke struktur dermaga adalah 3,36 tm
ANALISIS KARAKTERISTIK DAN KALA ULANG GELOMBANG DI PERAIRAN SELATAN PULAU BALI
Secara geografis Indonesia terletak di antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Oleh sebab itu wilayah perairan indonesia memiliki karakteristik gelombang yang beragam. Perairan sebelah selatan pulau Bali kondisi gelombangnya dipengaruhi oleh kondisi perairan samudra Hindia yang merupakan laut lepas. Namun demikian, karakteristik gelombang di perairan tersebut belum diketahui. Oleh sebab itu, dilakukan kajian untuk mengetahui karakteristik yang meliputi peluang kejadian berdasarkan arah dan interval tinggi gelombang, tinggi dan periode gelombang rata-rata serta kala ulang gelombang di perairan selatan pulau Bali. Data yang digunakan adalah data gelombang 6 jaman yang bersumber dari European Centre for Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF) selama 15 tahun. Data tersebut dianalisis untuk mendapatkan kejadian gelombang, tinggi dan periode gelombang rata-rata serta kala ulang gelombang menggunakan metode Fisher Tippet-1 dan Weibull. Berdasarkan analisis data, diperoleh gelombang dominan dari arah Barat Daya dengan peluang kejadian 59,62% dengan tinggi dan periode gelombang rata-rata sebesar 2,49m dan 10,84s. Interval tinggi gelombang yang paling sering terjadi adalah 1-2 m dengan peluang kejadian 65,85%. Kala ulang gelombang 100 tahunan yang dihitung dengan metode weibull dan fisher Tippet-1 masing-masing adalah 7,82 meter dan 5,89 meter dari arah barat
Study of the Madden-Julian Oscillation (MJO) Scheme in South Sulawesi Province
The Madden-Julian Oscillation (MJO) is a phenomenon of the propagation of oscillatory waves that move eastward to the earth with a repetition time of 30-90 days and the impact is very strongly felt in low-latitude areas, near the equator and occurs for the first time in the Indian Ocean and moves eastward between 100 latitude and 100 latitude. MJO is closely related to an increase in excessive rainfall during the rainy season and even the dry season in Indonesia. This research was conducted with the aim of analyzing the effect of the rainfall parameter on MJO and the scheme for the emergence of MJO in South Sulawesi Province, through empirical methods with statistical calculations, based on MJO data in the form of MJO amplitude index values and daily rainfall data for South Sulawesi Province. MJO data was taken from BoM while rainfall data was obtained from NASA TRMM 3B42RT with a time range from 2010 to 2019. Both data were filtered for MJO focusing on phases 2 and 3 (Indian Ocean) and 4 and 5 (Indonesian Maritime Continent) and then analyzed the correlation with sensitivity analysis by simple linear regression, and data plotted on a graph for each year. South Sulawesi Province is one in Indonesia which is located in the southern part of Sulawesi Island. Astronomically, South Sulawesi is located at 0°12' - 8° South Latitude and 116°48' - 122°36' East Longitude. Its geographical location is in the middle of the Indonesian Maritime Continent (BMI), there is a strong positive dominant correlation effect in the province of South Sulawesi with an r of 0.712. This means that the rainfall parameter in South Sulawesi Province can have a strengthening influence on the MJO. Based on the graphical scheme of the emergence of MJO in the province of South Sulawesi, there was an increase in rainfall during phases 4 and 5 which occurred for eight days. In addition, the influence of ENSO and IOD can strengthen MJO or even trigger MJO and still cause excessive rainfall which is influenced by these global factors, besides that local factors also affect rainfall such as monsoon winds and topographical conditions that are different in each province. So not all of the rainfall that occurs is caused by MJO activity
ANALISIS JUMLAH HARI AMAN KAPAL KARGO DAN PENUMPANG UNTUK MELAKUKAN BONGKAR MUAT DI PELABUHAN BANTAENG
Aktivitas bongkar muat barang dan penumpang di pelabuhan harus dijamin aman. Secara geografis, lokasiP elabuhan Bantaeng berpotensi mendapatkan gangguan gelombang tinggi. Akibatnya, kapal kapal kecil sulit untukmelakukan proses bongkar muat. Oleh karena i tu , harus diketahui berapa hari kapal dapat melakukan prosesbongkar muat dengan aman di pelabuhan setiap tahun.Penelitian ini bertujuanuntuk menentukan jumlah hari yang aman bagi kapal untuk melakukan proses bongkar muatdi P elabuhan Bantaeng berdasarka n ukuran kapal. Penelitian dimulai dengan mengumpulkan data gelombang. Datagelombang yang digunakan adalah ketinggian gelombang signifikan yang bersumber dari European Center forMedium Range Weather Forecasts (ECMWF) dari 2009 hingga 2018. Hasil analisis data menunjukkan bahwa untukkapal dengan ukuran kurang dari 500 GT, jumlah operasi yang aman hari adalah 57 hari. Untuk kapal menengah(500 hingga 50.000 GT) jumlah hari aman adalah 257 hari sedangkan untuk kapal yang lebih dari 50.000 GT jumlahhari ama n adalah 329 hari
TINJAUAN BATASAN SEMPADAN PANTAI TANJUNG BUNGA SEBAGAI IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 2014
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari sekitar 17.500 pulau besar dan kecil dengan panjang garispantai kurang lebih 81.000 km. Daerah pantai merupakan wilayah yang sangat rentan terhadap perubahan, baikperubahan akibat ulah manusia maupun perubahan alam. Desakan kebutuhan ekonomi menyebabkan wilayah pantaiyang seharusnya menjadi wilayah penyangga daratan menjadi tidak dapat mempertahankan fungsinya sehinggakerusakan lingkungan pesisir pun terjadi. Untuk mencegah terjadinya kerusakan pantai lebih jauh diperlukan adanyakawasan sempadan pantai. Kriteria kawasan lindung untuk sempadan pantai menurut Undang-Undang No. 1 Tahun2014 yaitu daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Penelitian ini memaparkan tinjauan inplementasi Undang-UndangNo. 1 Tahun 2014 perihal sempadan pantai yang berada di Pantai Tanjung Bunga Kota Makassar. Implementasiperaturan UU No. 1 tahun 2014 di kawasan tersebut masih sangat lemah. Sempadan pantai dapat melindungi danmenjaga kelestarian fungsi ekosistem dan segenap sumber daya di wilayah pesisir, kehidupan masyarakat di wilayahpesisir dari ancaman bencana alam, alokasi ruang untuk akses publik melewati pantai, dan alokasi ruang untuk saluranair dan limbahIndonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari sekitar 17.500 pulau besar dan kecil dengan panjang garispantai kurang lebih 81.000 km. Daerah pantai merupakan wilayah yang sangat rentan terhadap perubahan, baikperubahan akibat ulah manusia maupun perubahan alam. Desakan kebutuhan ekonomi menyebabkan wilayah pantaiyang seharusnya menjadi wilayah penyangga daratan menjadi tidak dapat mempertahankan fungsinya sehinggakerusakan lingkungan pesisir pun terjadi. Untuk mencegah terjadinya kerusakan pantai lebih jauh diperlukan adanyakawasan sempadan pantai. Kriteria kawasan lindung untuk sempadan pantai menurut Undang-Undang No. 1 Tahun2014 yaitu daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Penelitian ini memaparkan tinjauan inplementasi Undang-UndangNo. 1 Tahun 2014 perihal sempadan pantai yang berada di Pantai Tanjung Bunga Kota Makassar. Implementasiperaturan UU No. 1 tahun 2014 di kawasan tersebut masih sangat lemah. Sempadan pantai dapat melindungi danmenjaga kelestarian fungsi ekosistem dan segenap sumber daya di wilayah pesisir, kehidupan masyarakat di wilayahpesisir dari ancaman bencana alam, alokasi ruang untuk akses publik melewati pantai, dan alokasi ruang untuk saluranair dan limba
PEMILIHAN JENIS BANGUNAN PELINDUNG PANTAI BONTO BAHARI MENGGUNAKAN METODE ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS (AHP)
Bonto Bahari coastline has two main problems namely erosion and wave attack to the publics housing. On that score, coastal protection is needed to protect the coastline. The approximation in coastal protection are soft and hard approach. Hard approach consist of revetment, seawall, groin, jetty and detached breakwater. The objective of this study is to determine the suitable coastal structure type in Bonto Bahari area. In this study, the method were used in determining of costal structure type is analytical hierarchy process (AHP). Parameters were considered in determined of costal structure type namely ability of structure in protect coastline by wave attract, ability of structure in reducing longshore sediment transport, cohesiveness of local community activity, cohesiveness of existing structure, esthetic, construction method, cost, maintenance, environment impact and availability local material. Based on data analysis, obtained that the structure type has highest score respectively are groin T (0.3189), seawall (0.1881), detached breakwater (0.1839), groin I (0.1627) and revetment (0.1464)
IDENTIFIKASI KESELAMATAN KERJA KEGIATAN BONGKAR MUAT IKAN DI PELABUHAN PAOTERE
Salah satu dermaga di Pelabuhan Paotere melayani aktivitas bongkar muat hasil tangkapan ikan nelayan di daerah sekitar perairan Makassar. Kegiatan bongkar-muat kapal ikan memiliki banyak potensi terjadinya kecelakaan kerja yang dikhawatirkan dapat menimbulkan korban jiwa. Kecelakaan yang paling sering terjadi yaitu terjatuhnya ABK akibat kondisi dek kapal yang licin. Setiap harinya pada proses kegiatan bongkar muat ikan terjadi kecelakaan kerja berupa terjatuhnya ABK pada saat proses bongkar muat ikan di kapal. Kondisi ini terjadi akibat kurangnya perhatian ABK dan pemilik kapal terhadap keselamatan kerja pada proses bongkar muatan kapal ikan. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) telah diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1970, yakni kewajiban pimpinan perusahaan terhadap pekerja dalam merealisasikan keselamatan kerja. Kajian ini bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menimbulkan potensi kecelakaan kerja pada saat proses bongkar-muat ikan. Manfaat kajian ini adalah memberi pengetahuan dan pemahaman mengenai pentingnya keselamatan ABK dalam proses bongkar-muat ikan. Metode penelitian kualitatif diterapkan dengan melakukan pengamatan langsung objek penelitian dan wawancara denganpihak pengelola pelabuhan, pemilik kapal dan ABK. Angka kecelakaan kerja dalam proses aktivitas bongkar muat kapal ikan dapat diminimalisir dengan penggunaan perangkat keselamatan kerja, diantaranya rubber mat pada dek kapal dan pemakaian alat pelindung diri oleh ABK seperti sepatu karet dan sarung tangan. Potensi kecelakaan kerja lainnya yaitu cedera punggung akibat kesalahan dalam teknik mengangkat muatan hasil tangkapan ikan. Hal ini bisa dihindari dengan memperhatikan teknik mengangkat dan memindahkan barang yang benar, yakni diagonal lift
- …