42 research outputs found

    Analisa Perubahan Ionosfer Akibat Gempa Bumi Sumatra Barat Tanggal 2 Maret 2016

    Get PDF
    Pada saat gempa bumi terjadi, ada tiga jenis gelombang yang dihasilkan, yaitu : (1) Gelombang Acoustic (kecepatan 1 km/s)  yang dihasilkan dekat dari pusat gempa bumi, gelombang tersebut menyebar dan naik hingga ketinggian lapisan F di ionosfer dalam waktu 10 menit atau lebih. (2) Gelombang gravity (kecepatan 0.3 km/s) yang dihasilkan dari gelombang tsunami akibat dari gempa bumi yang besar, dan (3) Gelombang Rayleigh (kecepatan 4 km/s) yang dihasilkan dari gelombang permukaan dan merambat menjauh mengelilingi bumi dari pusat gempa bumi. Gelombang Acoustic yang dihasilkan secara tegak lurus dari kerak bumi selama gempa merambat ke ionosfer,  lalu membuat penyimpangan kerapatan elektron. Fenomena ini terdeteksi sebagai CIDs (Coseismic Ionosphere Disturbances), yaitu fluktuasi TEC yang terjadi 15 menit hingga 1 jam setelah gempa terjadi. Akibat dari penyimpangan tersebut , gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh satelit GNSS akan mengalami delay ketika melewati ionsfer kira-kira 300km dari permukaan bumi. Variasi ionosfer diamati pada saat time-delay ini berdasarkan kuantitas Total Electron Content (TEC). Nilai TEC dinyatakan dalam TECU, dimana 1 TECU sama dengan 1016 elektron/m2. Nilai anomali TEC tersebut akan menggambarkan besaran gangguan akibat adanya gempa. Indonesia sebagai negara yang sering terjadi gempa, perlu dilakukan pemantauan untuk mengetahui perubahan atmosfer akibat gempa, salah satunya yaitu dengan analisa TEC pada lapisan ionosfer. Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan perubahan TEC dua hari sebelum, saat, dan dua hari sesudah terjadinya gempa bumi di Sumatra Barat pada tanggal 2 Maret 2016 dengan metode pengolahan data GNSS dari stasiun CORS milik Badan Informasi Geospasial (BIG) yang berada di daerah Sumatra, yaitu stasiun CAIR, CBKT, CPAR, CPDG, dan CSEL. Hasil dari pengolahan data menunjukkan anomali TEC muncul pada waktu 11 – 15 menit setelah gempa dengan besar anomali 1,5 – 3,5 TECU yang direkam oleh satelit GPS nomor 17 dan 0,5 – 1,7 TECU yang direkam oleh satelit Glonass nomor 14

    Integration of GNSS-IMU for increasing the observation accuracy in Condensed Areas (Infrastructure and Forest Canopies)

    Get PDF
    Position determination using satellite navigation system has grown significantly. It provides geospatial with global coverage called GNSS (Global Navigation System Satellite). GNSS satellites consists of GLONASS, GPS (Global positioning system) and Galileo.GPS is the most commonly used system and it is known to its capability to determine 3D position on the surface of the earth. In order to determine the position, a GPS receiver must be able to receive signals from at least four GPS satellites. However, the determination of position in condensed areas such as tunnels, area surrounded by high rise buildings, highly forested and in other closely-knit areas is not achieved because satellite signals cannot reach the receiver in the above-mentioned areas and also others where the signals are reflected before being received by a GPS receiver. In this paper, we present the algorithm to fuse GPS and the inertial measurement unit (IMU) to enable positioning in the above-mentioned Condensed Areas. The standard deviations of the two measurements show that GPS-IMU is better than GPS alone, the standard deviation when satellite outages occurred is - 4.57475 for GPS-IMU measurements and 0.218675 for GPS observations. We presented the results in graphics and it shows that GPS measurements are easily disturbed by external influence such as multipath but GPS-IMU graphic is continuous and robust. The advantages and disadvantages of GPS and INS are complementary and make them work together to enable the accurate measurements in the areas mentioned above. Integration of INS and GNSS can be classified into three types, loosely coupled Kalman filter, tightly coupled Kalman filters and ultratight coupled Kalman filter. In this research we used loosely coupled Kalman filter and tightly coupled Kalman filters to combine GPS and INS in one system

    Analisis Fluktuasi Total Electron Content (TEC) Akibat Gempa Palu dengan Formosat-3 / COSMIC

    Get PDF
    Earthquakes are vibrations that occur as a result of plate shifts. When an earthquake occurs, it will cause three kinds of waves, and one of them is an acoustic wave that moves vertically and affects electrons that move freely in the ionosphere. This study aims to analyze Total Electron Content (TEC) fluctuations due to earthquakes using FORMOSAT-3 / COSMIC data. The method used is the analysis of the time and location of the occurrence of TEC fluctuations from the results of plotting the FORMOSAT-3 / COSMIC data against the time and location of the earthquake. The data used is netCDF data, which contains information on the TEC value and occultation time which on FORMOSAT-3 / COSMIC, the data was taken using the Global Positioning System Radio Occultation (GPSRO) technique. The results of the Palu earthquake on September 28, 2018 obtained 28 occultations with an anomaly time of 10 minutes after the earthquake and the distance to the epicenter was ± 3700 km.Gempa bumi merupakan getaran yang terjadi akibat dari adanya pergeseran lempeng. Gempa bumi yang terjadi akan menimbulkan 3 macam gelombang dan salah satunya adalah gelombang akustik yang bergerak secara vertikal dan mempengaruhi electron yang bergerak bebas di lapisan ionosfer. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis fluktuasi Total Electron Content (TEC) akibat gempa dengan menggunakan data FORMOSAT-3 / COSMIC. Metode yang digunakan adalah analisis waktu serta lokasi terjadinya fluktuasi TEC dari hasil plotting data FORMOSAT-3 / COSMIC terhadap waktu dan lokasi terjadinya gempa. Data yang digunakan adalah data netCDF yang berisi informasi nilai TEC dan waktu okultasi yang pada FORMOSAT-3 / COSMIC data tersebut diambil dengan menggunakan Teknik Global Postioning System Radio Occultation (GPSRO). Hasil dari Pada Gempa Palu 28 September 2018 diperoleh 28 okultasi dengan waktu anomali 10 menit setelah gempa dan jarak dengan episenter adalah ± 3700 km

    Pengamatan Pasang Surut Air Laut Sesaat Menggunakan GPS Metode Kinematik

    Get PDF
    Salah satu komponen penting dalam survei batimetri adalah pasang surut air laut (pasut) yang digunakan untuk koreksi kedalaman hasil pemeruman. Kedudukan pasut diidentifikasikan melalui pengamatan pasut menggunakan palem pasut di pinggir pantai atau dermaga/pelabuhan. Perkembangan teknologi memungkinkan penggunaan GPS (Global Positioning System) pada survei hidrografi. Selain posisi horizontal, GPS dapat digunakan untuk menentukan posisi vertikal. Pasut yang didapatkan dengan GPS merupakan tinggi muka air terhadap ellipsoid. Sehingga perlu adanya koreksi agar pasut GPS dapat digunakan untuk koreksi kedalaman.Dalam penelitian pengamatan pasut menggunakan GPS metode kinematik, pengamatan pasut GPS dilakukan selama survei batimetri berlangsung. Post Processed Kinematic (PPK) digunakan untuk mendapatkan nilai tinggi  muka air laut yang diamati menggunakan GPS. Tinggi muka air laut yang didapatkan kemudian direduksi menggunakan nilai undulasi (N). Model geoid yang dipakai adalah Earth Gravitational Model EGM2008. Selain data pasut GPS dan model geoid, data lain yang digunakan adalah pengamatan pasut sesaat yang diamati selama survei batimetri. Data pengamatan pasut digunakan untuk perbandingan grafik pasang surut yang dihasilkan oleh pasut GPS.Hasil penelitian berupa grafik pasang surut GPS yang telah terkoreksi dengan geoid dan grafik pasang surut pengamatan. Dari kedua grafik tersebut kemudian dibandingkan nilai tinggi yang dihasilkan. Pada dasarnya tinggi yang didapatkan menggunakan GPS merupakan tinggi muka air laut yang mengacu pada bidang ellipsoid. Sehingga, nilai tingginya akan sangat berbeda dengan nilai tinggi pengamatan tinggi muka air laut secara manual. Tetapi grafik yang dihasilkan akan memiliki pola yang sama. Kuantitas data yang dihasilkan juga sangat berbeda, data pasut GPS akan memiliki jumlah data yang lebih banyak dari pasut pengamatan
    corecore