56 research outputs found
Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Low Back Pain Miogenik Di RST DR. Soedjono Magelang
Background: Low Back Pain is pain that is felt in the lower back region, can be a local pain, and radicular pain or both. Pain originating from the lower back can berujuk other regions or otherwise derived from other areas in the felt in the lower back area, then do a treatment of physiotherapy by using modalities of physiotherapy in the form Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS), Short Wave Diathermy (SWD), and William's Fleksion therapy.
Objective: To investigate the implementation of physiotherapy in reducing pain, increasing range of motion (LGS), and reduction of muscle spasm in conditions of Low Back Pain.
Therapy: modalities used in the case of Low Back Pain is Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS), Short Wave Diathermy (SWD), and William's Fleksion Exercise Therapy.
Results: The results obtained after the conducted therapy 6 times with modalities SWD, TENS, and Therapeutic Exercise William's Fleksion are as follows: pain silent T1 = 0 mm to T6 = 0 mm, tenderness T1 = 60 mm to T6 = 30 mm , pain motion T1 = 20 mm to T6 = 0 mm, LGS Trunk Flexion T1 = 6 cm into T6 = 7 cm, LGS extension Trunk T1 = 2 cm into T6 = 2 cm.
Conclusion: SWD, TENS, and William's Fleksion Exercise therapy can reduce motion tenderness and pain, improve LGS, and reducing muscle spasm in conditions of Low Back Pain
Hubungan Antara Perubahan Postur Tipe Fleksi Dengan Pola Jalan Pada Lanjut Usia
Background: The prevalence of changes posture in elderly patients is 20% to 40% that can be caused by a decrease in bone density due to the aging process, which indirectly alters the shape of the spinal curve. Posture changes resulted in disruption of activities especially on gait pattern. Gait disorders in the elderly with age above 65 years may reach 20-40% and in the elderly with age above 85 years may experience interference gait pattern of 40-50%. So the elderly with type flexed posture changes significantly changing the physical size and gait.
Objective: Knowing the relationship between posture changes the type of flexion with the gait pattern (stride length, step speed, cadence and mobility and balance runs) in elderly patients.
Methods: An observational study with cross sectional design to examine the relationship between posture changes the type of flexion with the gait pattern in the elderly, with a sample size of 72 people. Using a univariate data analysis techniques with frequency distribution table and bivariate test by using chi - square.
Results: The relationship between changes in posture type flexion with the stride length (P-value = 0.001) correlation between changes in posture with the step speed (P-value = 0.127) correlation between changes in posture with cadence (P-value = 0.000) correlation between changes in posture with mobility and balance runs (P-value = 0.001)
Conclusion: There is a relationship between changes in the type flexed posture with stride length, there is no relationship between the type of flexion posture changes with step speed there is a relationship between changes in the type flexed posture with cadence and there is a relationship between changes in posture type of flexion with mobility and balance to walk.
Keywords: Posture, Gait pattern, Elderl
Pengaruh Jalan Kaki dan Senam Kaki terhadap Kadar Glukosa Darah Penderita Diabetes Melitus Tipe 2
Background: Type 2 Diabetes Mellitus is a metabolic disease due to insulin action can not effective thus leading to high blood glucose levels. Therefore, it takes effort to control blood glucose levels, one of the them by doing walk or feet gymnastic exercise. Purpose: To know the effect of walking and feet gymnastic exercise to blood glucose levels of people with type 2 diabetes mellitus. Methods: Types of this research is quasi experiment. Research design is Pretest and Posttest Two Groups Design. The first group was given walking exercise and second group was given feet gymnastic exercise. Number of subjects is 20 people with purposive sampling technique which uses inclusion and exclusion criteria. Subjects were made to do exercise for 4 weeks with a frequency of 3 times/weeks. Result: Based on the result of wilcoxon test in acute effect (pre and post exercise) obtained p value of walking exercise = 0,005, p value of feet gymnastic exercise = 0,005. While chronic effects (pre and post of 4 weeks exercise) obtained p value of walking exercise = 0,092, p value of feet gymnastic exercise = 0,24. From mann whitney test obtained p value of acute effect = 1,000 and p value of chronic effect = 0,85. Conclusions: There is a significant acute effect between pre and post walking and feet gymnastic exercise, there is not chronic effect between pre and post walking and feet gymnastic exercise, and there is not significant difference of acute and chronic effect between walking and feet gymnastic exercise to blood glucose level of people with type 2 diabetes mellitus.
Keywords: Blood Glucose Levels, Feet Gymnastic Exercise, Type 2 Diabetes Mellitus, Walking Exercise
Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Frozen Shoulder Sinistra Di Puskesmas II Kartasura
Latar Belakang : Frozen Shoulder atau sering disebut dengan capsulitis adhesiva (bahu beku) merupakan suatu kondisi yang menyebabkan keterbatasan lingkup gerak sendi bahu baik gerakan aktif maupun pasif yang sering terjadi tanpa penyebab yang pasti dan mengalami kekakuan khususnya pada daerah sekitar bahu. Tujuan : Untuk mengetahui penatalaksanaan fisioterapi dalam mengurangi nyeri, meningkatkan lingkup gerak sendi dan meningkatkan kekuatan otot pada kasus frozen shoulder dengan menggunakan modalitas fisioterapi yaitu ultra sound (US), terapi latihan , dan terapi manipulasi. Hasil : setelah dilakukan terapi sebanyak 6 kali didapatkan hasil penilaian sebagai berikut: adanya penurunan nyeri untuk nyeri diam T1: 1 sedangkan untuk T6:1, untuk nyeri tekan T1: 3 sedangkan untuk T6: 2, untuk nyeri gerak T1: 5 sedangkan untuk T6: 4. Adanya peningkatan kekuatan otot untuk grop otot fleksor T1: 3- sedangkan untuk T6: 4, untuk grop otot ekstensor T1: 3- sedangkan untuk T6: 4, untuk grop otot abduktor T1: 3- sedangkan untuk T6: 4, untuk grop otot adduktor T1: 3- sedangkan untuk T6: 4, untuk grop otot eksternal rotasi T1: 3- sedangkan untuk T6: 4, untuk grop otot internal rotasi T1: 3- sedangkan untuk T6: 4. Adanya peningkatan lingkup gerak sendi untuk T1 bidang S: 15°-0-60° menjadi T6: 45°-0°-110°, untuk T1 bidang F: 40°-0°-25° menjadi T6: 90°-0°-25°, untuk T1 bidang R: 30°-0°-35° menjadi T6: 40°-0°-35°. Adanya peningkatan aktivitas fungsional untuk T1: 40 sedangkan untuk T6: 29. Kesimpulan : Dari penatalaksanaan fisioterapi pada kasus frozen shoulder sinistra dengan pemberian modalitas ultra sound, terapi latihan, dan terapi manipulasi sebanyak 6 kali di Puskesmas Kartasura, dapat disimpulkan bahwa adanya pengurangan derajat nyeri, adanya peningkatan kekuatan otot, adanya peningkatan lingkup gerak sendi (LGS), dan adanya peningkatan aktivitas fungsional
Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Calcaneus Spurs BilateralDi RSUD Salatiga
Background : calcaneus spurs projection growth bone or formed on the bottom surface of the legs or spine calcaneus. The problems of physiotherapy in the form of pain in both heels, decreased muscle strength, then limited of activity day living (ADL). Methods : the methods in the management of in the case, using Ultra Sound (US), exercise, then evaluated using methods of measuring of muscle strength (MMT), ability of ADL (LEFS). Objectives :above methods to understand the benefites of US an exercise therapy in reducing pain, increasing range or motions, increasing muscle sterngth and increasing of ability ADL. Results :after had given physioterapy 6 times the results obstained : decreased of pain, increased range of motions ankle, increased muscl strength of ankle and then increased ability of functional activity. Conclusion :ultra sound can reduce pain, exercise therapy can increases range of motions, muscle strength and ability of functional activity
Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Trigger Finger Sinistra Di RS PKU Muhammadiyah Surakarta
Latar belakang:Trigger finger merupakan terjebaknya tendon fleksor os
manuspada pintu masuk sarungnya yang bila dilakukan ekstensi secara paksa
maka tendon fleksor melewati sarung tendonnya dengan bunyi yang keras.
Tujuan: Karya Tulis Ilmiah ini untuk mengetahui manfaat pemberian infra red,
ultra sound, terapi latihan pada kasus trigger finger sinistra guna mencapai tujuan
fisioterapi berupa penanganan dan pencegahan permasalahan yang berhubungan
dengan jari tangan. Pada kasus ini fisioterapi member ikan terapi dengan IR, US,
dan Terapi Latihan yang diberikan sebanyak 6 kali tindakan.
Hasil: sebagai berikut: adanya penurunan nyeri, nyeri tekan: T1=89 sedang T6
30, untuk nyeri gerak T1=90 sedang T6=30.Untuk gerakan di bidang sagital MCP
T1=(15-0-45), sedang untuk T6=(25-0-80).PIP T1=(0-0-50) sedang untuk T6=(0-
0-89). DIP T1=(0-0-25), sedang untuk T6=(0-0-40).Peningkatan kekuatan otot
untuk penggerak fleksor MCP T1=3- sedang T6=4-, fleksor PIP T1=3-, sedang
untuk T6=4-, fleksor DIP T1=3- sedang untuk T6=4-, untuk penggerak ekstensor
MCP T1=4- sedang untuk T6=4-, ekstensor MCP T1=4-, sedang untuk T6=4-,
ekstensor PIP T1=4-, sedang untuk DIP T1=4-, sedang untuk T6=4-.
Kesimpulan: Adanya peningkatan pengurangan nyeri tekan dan gerak adanya
peningkatan kekuatan otot fleksor, ekstensor, adanya peningkatan lingkup gerak
sendi (LGS) untuk gerakan fleksi dan ekstensi sertaadanya peningkatan
fungsional dasar
Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Post Fraktur 1/3 Distal Fibula Sinistra Dengan Pemasangan Wire Di Rsud Sukoharjo Karya Tulis Ilmiah Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Tendinitis Supraspinatus Dextra Di Rs. Al. Dr. Ramelan Surabaya
Latar Belakang: Fraktur 1/3 Distal fibula adalah suatu cedera pada tulang
dimana terjadi patah pada 1/3 bagian bawah fibula. Sedangkan wire adalah suatu
jenis fiksasi berupa kawat fleksibel tipis dengan ujung runcing yang tersedia
dalam beberapa diameter dan memberikan alternatif untuk fiksasi fragmen tulang
kecil di tangan dan kaki
Tujuan: Karya tulis ilmiah dimaksudkan untuk memberikan informasi
pengetahuan tentang kasus dan untuk mengetahui bagaimana manfaat Infra
merah dan terapi latihan pada kasus tersebut.
Hasil: Setelah dilakukan 6 kali terapi, didapatkan hasil untuk nyeri terjadi
penurunan nyeri tekan pada T0: 5,4 menjadi T6: 4,1, serta nyeri gerak pada T0:
7,1 pada T6: 6,3 dan nyeri diam pada T0: 2,4 menjadi T6: 0. Untuk lingkup gerak
sendi ankle secara aktif didapatkan hasil adanya peningkatan di bidang sagital
yaitu pada T0: S:10º-0º-15º menjadi T6 : 15º-0º-35º dan pada lingkup gerak sendi
ankle secara pasif didapatkan hasil adanya peningkatan di bidang sagital pada T0:
S:15º-0º-40º menjadi 15º-0º-45º dan untuk bidang rotasi pada T0 : 10º-0º-15º,
pada T6: 15º-0º-20º. Untuk kekuatan otot didapatkan hasil adanya peningkatan
kekuatan otot pada gerak dorsal fleksi ankle pada T0: 3- menjadi T6: 3, fleksi jarijari
kaki pada T0: 4- menjadi T6:4 dan ekstensi jari-jari kaki pada T0: 4- menjadi
4. Sedangkan untuk oedem didapatkan hasil adanya penurunan oedem pada area 5
cm dari maleolus lateralis ke proksimal yang pada T0 : 23 cm menjadi 20 cm pada
T6, kemudian pada area 5 cm dari maleolus lateralis ke distal pada T0: 26 cm
pada T6 : 23 cm dan pada area 10 cm dari maleolus lateralis ke distal pada T0: 23
menjadi pada T6: 22 cm.
Kesimpulan: Dari hasil tersebut didapatkan kesimpulan adanya pengaruh dari
infra merah terhadap nyeri dan pengaruh terapi latihan terhadap oedem, lingkup
gerak sendi ankle dan kekuatan otot tungkai bawah dan kaki. Karya tulis ilmiah
ini perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui modalitas fisioterapi
apa yang berpengaruh diantara modalitas yang telah diterapkan tersebut diatas
pada kasus post fraktur 1/3 distal fibula sinistra dengan pemasangan wire
Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Carpal Tunnel Syndrome Dextra Di RS AL Dr. Ramelan Surabaya
Latar belakang: Carpal Tunnel Syndrome adalah kumpulan gejala akibat
penekanan pada nervus medianus, ketika melaui terowongan carpal (Carpal
Tunnel) di pergelangan tangan. Manifestasi dari sindroma ini adalah nyeri &
kesemutan. Umumnya keluhan timbul berangsur-angsur, tetapi yang lebih spesifik
yaitu rasa nyeri di tangan yang biasanya timbul di malam hari atau pagi hari.
Tujuan: Untuk mengetahui pelaksanaan Fisioterapi dalam mengurangi nyeri,
meningkatkan lingkup gerak sendi, mengurangi odema dan meningkatkan
kekuatan otot pada kasus Carpal Tunnel Syndrome Dextra dengan menggunakan
modalitas Micro Wave Diathermy (MWD), dan Terapi Latihan (TL).
Hasil:Setelah dilaksanakan terapi sebanyak 6 kali, didapat hasil penilaian sebagai
berikut: nyeri diam T1 = 1 menjadi T6 = 1, nyeri gerak T1 = 5 menjadi T6 = 3,
nyeri tekan T1 = 4 menjadi T6 = 2, terjadi peningkatan kekuatan otot flexor,
ekstensor wrist, ulnar deviasi dan radial deviasi, T1 = 4-menjadi T6 = 5-,
adanya peningkatan lingkup gerak sendi wrist aktif T1 = S : 30-0-35 & F : 15-0-
20 menjadi T6 = S : 40-0-45 & F : 25-0-30 dan LGS wrist pasif T1 = S : 35-0-40
& F : 20-0-25 menjadi T6 = S : 45-0-50 & F : 30-0-35, adanya penur unan odema
T1 5cm ke arah distal 23, 10 cm ke arah distal 22 cm menjadi T6 = 5cm kearah
distal 22 cm, 10 cm kearah distal menjadi 21cm.
Kesimpulan: Micro Wave Diathermy (MWD) dapat mengurangi nyeri pada wrist
dextra dalam kondisi Carpal Tunnel Syndrome dextra dan terapi latihan dapat
meningkatkan kekuatan otot, lingkup gerak sendi wrist serta mengurangi odema
pada pangkal ibu jari, akibat dari Carpal Tunnel Syndrome Dextra
Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Ischialgia Dextra Di RSUD Salatiga
Latar Belakang : Ischialgia merupakan salah satu manifestasi dari nyeri punggung bawah yang terjadi akibat adanya penjepitan n. ischidicus. Ischialgia atau sciatica adalah nyeri yang menjalar (hypoesthesia-paraesthesia atau
disasthesia ) ke tungkai sepanjang perjalanan akar saraf ischiadicus. Tujuan : untuk mengetahui manfaat Infra Red dalam mengurangi nyeri, untuk mengetahui kemampuan fungsional pasien akan meningkat setelah mendapatkan
program fisioterapi berupa Infra Red,Traksi Lumbal dan Terapi Latihan berupa William Flexion Exercise. Hasil : setelah dilakukan terapi sebanyak 6 kali didapatkan hasil penilaian sebagai berikut: adanya penurunan nyeri untuk nyeri diam T1: 1 sedangkan untuk T6: 0, untuk nyeri tekan T1: 3 sedangkan untuk T6: 2, untuk nyeri gerak pada fleksi
lumbal T1: 4 sedangkan untuk T6: 3, untuk nyeri gerak pada ekstensi lumbal T1: 4 sedangkan untuk T6: 3, untuk nyeri gerak pada lateral fleksi kanan T1: 3 sedangkan untuk T6: 2, untuk nyeri gerak pada lateral fleksi kiri T1: 3 sedangkan untuk T6: 2. Adanya peningkatan lingkup gerak sendi pada gerakan fleksi dan ekstensi lumbal. Untuk fleksi lumbal T1: 6cm sedangkan untuk T6: 9cm, untuk ekstensi lumbal T1 : 1cm sedangkan untuk T6: 2cm. Adanya peningkatan
kekuatan grup otot fleksor lumbal T1 : 4 sedangkan untuk T6 : 5. Untuk grup otot ekstensi lumbal T1: 4 sedangkan untuk T6: 4, untuk grup otot side flexor kanan lumbal T1 : 5 sedangkan untuk T6: 5, untuk grup otot side flexor kiri T1: 5 sedangkan untuk T6: 5. Untuk grup otot fleksor hip kanan T1 : 4 sedangkan untuk T6 : 4+, untuk grup otot ekstensor hip kanan T1 : 4 sedangkan T6 : 4+, untuk grup otot abduktor hip kanan T1 : 4 sedangkan T6 : 4, untuk grup otot adduktor hip kanan T1 : 4 sedangkan T6 : 4, untuk grup otot eksorotator hip kanan T1 : 4 sedangkan T6 : 4, untuk grup otot endorotator hip kanan T1 : 4 sedangkan T6 : 4. Untuk grup otot fleksor knee kanan T1 : 4 sedangkan T6 : 4, utnuk grup otot ekstensor knee kanan T1 : 4 sedangkan T6 : 4.
Kesimpulan : Dari penatalaksanaan fisioterapi pada kasus Ischialgia Dextra di RSUD Salatiga sebanyak 6x, dapat disimpulkan bahwa adanya pengurangan derajat nyeri, adanya peningkatan Lingkup Gerak Sendi (LGS), adanya peningkatan kekuatan otot dan peningkatan aktifitas fungsional
Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Carpal Tunnel Syndrome Sinistra Di RSUD Salatiga
Latar belakang : Carpal Tunnel Syndrome (CTS) adalah entrapment neuropathy yang terjadi akibat adanya penekanan nervus medianus pada saat melalui terowongan karpal di pergelangan tangan tepatnya di bawah fleksor retinaculum.
Tujuan : Untuk mengetahui pelaksanaan fisioterapi dalam mengurangi keluhan nyeri, gangguan sensibilitas berupa kesemutan, meningkatkan lingkup gerak sendi (LGS), meningkatkan kekuatan otot dan kemampuan fungsional tangan pada kasus Carpal Tunnel Syndrome Sinistra dengan menggunakan modalitas Ultra Sound, Infra Red dan Terapi Latihan. Metode : Studi kasus dilakukan dengan pemberian modalitas Ultra Sound, Infra Red dan Terapi Latihan dilakukan selama 6 kali terapi. Hasil : Setelah dilakukan 6 kali terapi diperoleh hasil sebagai berikut : nyeri diam T0
= tidak nyeri (nilai 1) menjadi T6 = tidak nyeri (nilai 1), nyeri tekan T0 = nyeri cukup berat (nilai 5) menjadi T6 = nyeri cukup berat (nilai 5), nyeri gerak T0 = nyeri tidak
begitu berat (nilai 4) menjadi T6 = nyeri ringan (nilai 3), kekuatan otot fleksor wrist sinistra T0 = 4 menjadi T6 = 4, kekuatan otot ekstensor wrist sinistra T0 = 4 menjadi
T6 = 5, kekuatan otot ulna deviasi, radial deviasi, fleksi metacarpal dan ekstensi metacarpal sinistra T0 = 5 menjadi T6 = 5, lingkup gerak sendi wrist sinistra secara aktif bidang sagittal T0 = (40-0-35)° menjadi T6 = (40-0-35)°, bidang frontal T0 = (15-0-25)° menjadi T6 = (15-0-30)°, bidang sagittal metacarpal T0 = (10-0-45)° menjadi T6 = (10-0-50)°, dan terjadi peningkatan kemampuan aktivitas fungsional. Kesimpulan dan saran : Dapat disimpulkan terdapat penurunan nyeri, peningkatan kekuatan otot, peningkatan lingkup gerak sendi wrist, dan peningkatan aktivitas fungsional. Saran selanjutnya pada karya tulis ilmiah ini perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui modalitas fisioterapi lain selain modalitas yang telah diterapkan di atas yang bisa berpengaruh pada kasus carpal tunnel syndrome
- …