1,901 research outputs found
ANALISIS PRILAKU KONSUMSI RUMAH TANGGA PEGAWAI NEGERI SIPIL DINAS KEPEMUDAAN DAN OLAHRAGA PROVINSI SULAWESI SELATAN
Penelitian ini membahas tentang perilaku konsumsi rumah tangga PNS Dinas Kepemudaan dan Olahraga Provinsi Sulawesi Selatan, apakah sudah sesuai dengan tujuan syariat? Permasalahan ini difokuskan pada dua hal yaitu: (1) Tingkat APC dan MPC pada konsumsi fisik, pembayaran zakat dan ibadah lain PNS Dinas Kepemudaan dan Olahraga Provinsi Sulawesi Selatan, dan (2) Kesyariahan perilaku konsumsi pokok pribadi (E1) dan ibadah (E2) PNS Dinas Kepemudaan dan Olahraga Provinsi Sulawesi Selatanyang diukur dengan model konsumsi Fahim Khan. Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan pendekatan ekonomi makro Islam. Data yang dibutuhkan, dikumpulkan dengan menggunakan metode observasi, angket, dan dokumentasi. Data yang dikumpulkan melalui metode tersebut dianalisis dengan model konsumsi Keynes dan Fahim Khan. Keduanya diharmonisasikan untuk mendapatkanhasil yang maksimal.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat APC dan MPC PNS Dinas Kepemudaan dan Olahraga Provinsi Sulawesi Selatan, yaitu: (1) Untuk konsumsi fisik, pada tingkat pendapatan PNS Golongan II sebesar Rp. 5.163.412, nilai MPC-nya 0,59 dan nilai APC-nya 0,51 dan nilai APC-nya 0,86. Pada tingkat pendapatan PNS Golongan IV Rp. 9.225.501, nilai MPC-nya 0,51 dan nilai APC-nya 0,79. (2) Untuk pembayaran zakat, pada semua tingkatan pendapatan, nilai APC dan MPC-nya konstan, yakni 0,03. (3) Untuk konsumsi ibadah lain, pada tingkat pendapatan PNS Golongan II sebesar Rp. 5.163.412, nilai MPC-nya 0,42 dan nilai APC-nya 0,08. Pada tingkat pendapatan PNS Golongan III sebesar Rp. 7.009.624, nilai MPC-nya 0,42 dan nilai APC-nya 0,10. Pada tingkat pendapatan PNS Golongan IV sebesar Rp. 9.225.501, nilai MPC-nya 1,52 dan nilai APC-nya 0,14. Sedangkan, tingkat konsumsi pokok (a0) pada konsumsi pribadi (E1) dan ibadah (E2) PNS Dinas Kepemudaan dan Olahraga Provinsi Sulawesi Selatan jika diukur dengan model konsumsi Fahim Khan, maka didapatkan hasil, yakni: Pada tingkat pendapatan PNS Golongan II sebesar Rp. 5.163.412, nilai E1-nya Rp. 1.528.142 dan nilai E2-nya Rp. 541.406. Pada tingkat pendapatan PNS Golongan III sebesar Rp. 7.009.624, nilai E1-nya Rp. 2.439.513 dan nilai E2-nya Rp. 843.189. Pada tingkat pendapatan PNS Golongan IV sebesar Rp. 9.225.501, nilai E1-nya Rp. 2.576.611 dan nilai E2-nya Rp. 1.514.778
Jiwa Persatuan Dan Kesatuan Dalam Prespektif Budaya Masyarakat Yang Pluralistik
1.Pengantar
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakekatnya merupakan sistem filsafat. Yang dimaksud dengan sistem adalah; suatu kesatuan dari bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu, dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Sebagai dasar filsafat negara Indonesia, maka Pancasila sebagai satu asas kerokhanian dan dasar filsafat negara. Maka Pancasila sebagai pemersatu bangsa dan negara Indonesia. Sebagai Pemersatu bangsa dan negara Indonesia maka sudah semestinya bahwa Pancasila dalam dirinya sendiri sebagai suatu kesatuan. Dalam masalah ini Pancasila mengandung persatuan dan kesatuan yang kokoh, sehingga merupakan satu sistem filsafat tersendiri diantara sistem-sistem filsafat lainnya di dunia ini (Kaelan, 1991:45). Pancasila sebagai kebudayaan Nasional memiliki lima nilai hakiki seperti; nilai Ketuhanan, nilai kemanusian, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Bandem, 1995
Marginalisasi Seni Jemblung di Banyumas
1.Latar Belakang
Banyumas merupakan wilayah eks-Karesidenan, meliputi Kabupaten: Banjarnegara, Banyumas, Cilacap dan Purbalingga. Dalam ini tidak hanya meliputi kewilayahan yang bersifat geografis, ekonomi, sosial, historis, tetapi juga budaya yang masing-masing memiliki keterikatan satu dengan yang lainnya. Ikatan kesamaan itu memiliki konsekwensi bagi keselarasan dalam pembangunan yang satu dengan lainnya, saling mengikat, saling mendukung dan saling mengisi (Surono, 2002)
Masyarakat Banyumas juga cukup dikenal kalau logat bahasa (dialek) bicaranya ngapak-ngapak. Misalnya lumrahnya orang Jawa Tengahan (Solo, Jogja, Semarang, dan sekitarnya) berbicara ‘sopo’ baca ‘sopo’ padahal tulisannya ‘sapa’artinya ‘siapa’, dan anehnya masyarakat Banyumas sendiri tidak tahu persis apa itu artinya ngapak-ngapak. Intinya logat bahasa dan budaya masyarakat Banyumas apa adanya (blakblakan), membaca dalam kontek bahasa daerah (Jawa) sesuai dengan tulisannya. Misalnya berbicara ‘sapa’ baca ‘sapa’ karena tulisannya ‘sapa’ dan artinya ‘siapa’
Falsafah dan Konsep Ruang Tradisional Bali
1. Pendahuluan
Melalui filsafatnya Kant bermaksud memugar sifat obyektifitas dunia ilmu pengetahuan. Agar supaya maksud itu terlaksana, orang harus menghidarkan diri dari sifat sepihak rasionalisme dan sifat sepihak empirisme. Rasionalisme mengira telah menemukan kunci bagi pembukaan realitas pada diri subjeknya, lepas dari pengalaman. Empirisme mengira telah memperoleh pengetahuan dari pengalaman saja. Ternyata bahwa empirisme, sekalipun dimulai dengan ajaran yang murni tentang pengalaman, tetap melalui idealisme subyektif bemuara pada suatu skeptisme yang radikal (Juhaya S. Praja, 2003:116).
Kritisme Kant dapat dianggap sebagai suatu usaha rasaksa untuk mendamaikan rasionalisme dengan empirisme. Rasionalisme mementingkan insur apriori dalam pengenalan, berarti unsur-unsur yang terlepas dari segala pengalaman (seperti “ide-ide bawaan” ala Descartes). Empirisme menekankan unsur-unsur aposteriori, berarti unsur-unsur yang berasal dari pengalaman, menurut Kant baik rasionalisme maupun empirisme kedua-duanya berat sebelah. Menurutnya, unsur apriori itu sudah terdapat pada indera, dan pengalaman inderawi selalu ada bentuk apriori (ibid, p.116-118
Budaya Pluralistik Dalam Prespektif Pembangunan Pariwisata Berbasis Komunitas
1. Pendahuluan
Dalam arti yang sangat luas, kebudayaan dapat dinyatakan sebagai keseluruhan masalah-masalah sepiritual, material, segi-segi intelektual dan emosional yang beragam, dan memberi watak kepada suatu masyarakat atau kelompok sosial.
Kebudayaan juga dapat pula diartikan sebagai segenap perwujudan dan keseluruhan hasil pikiran (logika), kemauan (etika), serta perasaan (estetika) manusia dalam rangka perkembangan pribadi manusia; hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan alam, hubungan manusia dengan Tuhan (Bandem, 1995). Para ahli kebudayaan menekankan pentingnya aspek kebudayaan diperhitungkan dalam pencapaian tujuan pembangunan yang berkelanjutan. Kebudayaan menurut Koentjaraningrat (1990), adalah kebudayaan sebagai keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dirinya dengan belajar. Selanjutnya menurut Koentjaraningrat, ada tujuh unsur kebudayaan secara universal, yaitu; (1). Bahasa, (2). Sistem teknologi, (3). Sitem mata pencaharian atau ekonomi, (4). Organisasi sosial, (5). Sitem pengetahuan, (6). Religi, dan (7). Kesenian
Bayumas: sebuah Tijauan Historis
Salah satu sumber dapat dilihat dari babad Banyumas. Ada beberapa versi tentang babad Banyumas diantaranya: babad Pasir, Raden Baribin, Adipati Wirasaba, Tragedi hari Sabtu Pahing, Adipati Mrapat, Joko Kaiman membentuk Kabupaten Banyumas, Pembagian Daerah Kasepuhan dan Kanoman
Jemblung Sebagai Sebuah Sistem
Teori Fungsional Struktural yakni adanya berbagai struktur dan peranan dalam masyarakat cenderung berhubungan selaras. Perspektif Fungsional Struktural sebenarnya juga menerangkan perubahan. PandanganVan den Berghe mengenai perubahan. telah merangkum menjadi 7 ciri-ciri umum perubahan dalam perspektif, yaitu:
1. Masyarakat harus dianalisis secara keseluruhan, selaku “sistem yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan”.
2. Hubungan sebab akibat bersifat “jamak dan timbal balik”.(garap dialog dalam istrumen, vokal antara sindenan, senggakan
3. Sistem sosial senantiasa bearada dalam keadaan “keseimbangan dinamis” penyesuaian terhadap kekuatan yang menimpa sistem menimbulkan perubahan minimal di dalam sistem itu.
4. Integrasi sempurna tak pernah terwujud, setiap sistem mengalami ketegangan dan penyimpangan namun cenderung dinetralisir melalui institusional
The projective characterization of elliptic plane curves which have one place at infinity
In this paper we consider smooth affine elliptic plane curves having one
place at infinity. We identify them with elliptic projective plane curves
having only one cusp as their singular points and meeting with the line at
infinity only at the cusp. We characterize such curves by the self-intersection
number of the strict transform of them via the minimal embedded resolution of
their cusp. Furthermore, we prove that the self-intersection number of them is
the maximum value among those of all the elliptic plane curves having only one
cusp.Comment: 12 page
- …