18 research outputs found

    Pandangan Masyarakat terhadap Wanita sebagai Pendendang dalam Acara Bagurau Lapiak di Payakumbuh

    Get PDF
    Bagurau Lapiak is one of the types of saluang dendang (sing along with saluang—a type of recorder—play) performance conducted in the corridors of Payakumbuh stores, using lapiak (mat) for seat. Bagurau Lapiak is organized by a group ‘pagurauan' (jokers) held on evenings starting at 21.00 until dawn. The singer (‘pendendang') in the show is a woman who will fulfill the request of the audience to sing and play certain tunes by giving some amount of money to a committee called janang. Previously all singers in Minangkabau are men; women singers are considered to violate traitional and religious norms and it is not appropriate for women to sing along with the men in public let alone at night. However, in the case of saluang pendendang, women sungers play an important role in attracting the ‘joke addict' in saluang bagurau (joking) activity. This paper aims to reveal the form of presentation of bagurau lapiak in Payakumbuh and the society's view of women as singer. This stuy used qualitative descriptive analysis method with cultural anthropology approach to music which can be seen through the behavior of musical physic and verbal as cultural facts of individuals and community groups. The music and the communities' behavior have a very close relation. This study also uses feminimisme theory to explain women's role in the saluang dendang show. The result shows that the tunes, the rhymed text that are sung by women are a kind of communication between the singers and the audience. In the other hand, people support as well as criticize the woman singer based on traditional, religious, and performing art values

    EKSISTENSI SULING BAMBU DI DESA KOTO LUA KEC. SIULAK MUKAI KAB. KERINCI

    Get PDF
    Suling bambu adalah salah satu kesenian tradisi yang ada di desa Koto Lua Kecamatan Siulak Mukai Kabupaten Kerinci. Awalnya kesenian suling bambu ditampilkan menggunakan satu instrumen yaitu satu buah suling yang terbuat dari bambu. Fungsi kesenian suling bambu untuk menghibur diri sendiri di saat lelah bekerja di sawah, di ladang, bergembala ternak dan pada saat pesta panen. Seiring perkembangan zaman, suling bambu sudah berkembang dan tidak lagi digunakan pada saat pesta panen, melainkan sudah berubah fungsi sebagai acara hiburan seperti: prosesi pernikahan, turun mandi, sunatan rasul, kendurisko, Festival Masyarakat Peduli Danau Kerinci (FMPDK), dan penyambutan tamu di instasi-instasi pemerintah. Tujuan penelitian untuk mendeskripsikan pertunjukan suling bambu, perkembangan suling bambu dan pandangan masyarakat terhadap suling bambu. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu melakukan observasi, wawancara, dokumentasi dan melihat langsung pertunjukan. Hasil yang ditemukan menunjukan bahwa suling bambu telah mengalami perkembangan baik dari segi alat dan segi kegunaannya. Pada awalnya alat yang digunakan terdiri dari satu buah suling dan kemudian ditambah dengan beberapa instrumen lainnya seperti tambur, gendrang, cer, ketuk dan corong. Masyarakat memandang pertunjukan suling bambu adalah pertunjukan yang tidak boleh ditinggalkan pada acara arak-arakan penganten, FMPDK, penyambutan tamu di instasi-instasi pemerintah dan kenduri sko

    SABUNYI SANOKOK KOMPOSISI MUSIK DENGAN PENDEKATAN RE-INTERPRETASI

    Get PDF
    Unisono yang ada pada lagu Hoyak Tabuik di kesenian Gandang Tambua Pariaman merupakan ide dasar pengkarya untuk diwujudkan kedalam bentuk komposisi musik karawitan. Ketertarikan pengkarya pada unisono pada lagu di kesenian Gandang Tambua Pariaman ini dihadirkan dalam bentuk ritem dan melodi baru dengan memakai beberapa teknik penggarapan, diantaranya pengolahan tempo, dinamika, dan beberapa teknik penyambungan dimana dalam penyajiannya, pengkarya bagi menjadi dalam dua bagian karya. Karya ini menggunakan pendekatan garap re-interpretasi tradisi, pengkarya menggarap karya ini ke dalam karya baru yang terlepas dari bentuk asli dari tradisi Gandang Tambua Pariaman tersebut

    “Two Be One” Terinspirasi dari Kesenian Gandang Tambua dalam Upacara Tabuik di Kota Pariaman Provinsi Sumatera Barat

    Get PDF
    ABSTRAKUpacara tabuik merupakan acara tahunan bagi masyarakat Pariaman yang dilaksanakan sejak awal hingga pertengahan Muharram setiap tahunnya yang bertujuan untuk mengenang wafatnya Al Husein bin Ali, cucu Nabi Muhammad SAW. Tujuan penulisan ini untuk mendeskripsikan upacara mahoyak tabuik  dan mengusung tabuik, yang diringi oleh permainan gandang tambua yang memainkan lagu sosoh sampai akhirnya  mambuang tabuik ke laut,yang dimulai  pukul 11.00-16.00. Upacara mahoyak tabuik tersebut pengkarya jadikan sebagai ide garapan dalam  komposisi music dengan metode pendekatan “World Music” yaitu menggarap suatu kesenian tradisi ke dalam komposisi musik dengan format populer dengan cara mengkolaborasikan instrumen modern dengan tetap mempertahankan unsur etnis yang tidak terlepas dari kesenian tradisinya. Hasil yang dicapai adalah bahwa garapan yang bersumber dari spirit permainan lagu sosoh. pengkarya membagi posisi pemain menjadi dua kelompok yang sama-sama memainkan instrumen gandang tambua, dengan melakukan penggarapan tempo dan juga permainan poli meter, call and respon. Masing-masing pendukung  menghoyak dan mengusung tabuik, bahkan membawa berlari ke arah tabuik lain untuk menciptakan  suasana menjadi panas, meriah, dan atraktif dengan diringi  permainan gandang tambua.  Karya ini pengkarya beri judul “Two be One”. Judul ini menggambarkan terhadap spirit dari permainan lagu sosoh pada saat  dua  kelompok tabuik bertemu. Dalam garapan karya ini menemukan adanya perubahan tempo yang bersifat situasional yang di pengaruhi oleh suasana pada saat mahoyak tabuik,  semakin panas,  maka tempo dan dinamiknya semakin naik serta pemain gandang tambua akan semakin atraktif.Kata Kunci: Gandang Tambua; oyak tabuik; sosoh.   ABSTRACTThe tabuik ceremony is an annual event for the people of Pariaman which is held from the beginning to the middle of Muharram every year which aims to commemorate the death of Al Husein bin Ali, the grandson of the Prophet Muhammad SAW. The purpose of this writing is to describe the mahoyak tabuik ceremony and carry the tabuik, which is accompanied by a game of gandang tambua that plays the song sosoh until finally throwing the tabuik into the sea, which starts at 11.00-16.00. The mahoyak tabuik ceremony was made as an idea in music composition with the "World Music" approach method, namely working on a traditional art into a musical composition with a popular format by collaborating with modern instruments while maintaining ethnic elements that cannot be separated from the traditional arts. The result achieved is that the work comes from the spirit of playing the sosoh song. The artist divides the position of the players into two groups who both play the gandang tambua instrument, by cultivating the tempo and also playing the game of poly meter, call and response. Each supporter tore and carried the tabuik, and even ran to the other tabuik to create a hot, lively, and attractive atmosphere accompanied by a game of gandang tambua. This work is entitled "Two be One". This title describes the spirit of the sosoh song playing when two tabuik groups meet. In this work, it is found that there are situational changes in tempo which are influenced by the atmosphere at the time of mahoyak tabuik, the hotter the tempo and dynamics, the more attractive the gandang tambua players.  Keywords: Gandang Tambua; oyak tabuik;  figure. 

    Perempuan Pelaku Musik Dikia Baruda Di Nagari Andaleh Baruh Bukit Kecamatan Sungayang Kabupaten Tanah Datar

    Get PDF
    Dikia Baruda is one of the traditional arts with Islamic nuances that lives and develops in almost all areas of Minangkabau. One of them is located in Nagari Andaleh Baruh Bukit, Sungayang District, Tanah Datar Regency, West Sumatra Province. This paper describes the role of women in the Dikia Baruda performance, which aims to analyze the function of the Dikia Baruda performance in Nagari Andaleh Baruh Bukit, Sungayang District, and see the community's view of the participation of women in the Dikia Baruda show. Applying qualitative methods with descriptive analysis, and supported by function theory, research shows that Dikia Baruda in addition to functioning as a medium of entertainment, emotional expression, aesthetic pleasure, means of communication, in order to maintain sustainability, stability, and community integrity is also used as a medium of friendship in establishing relationships. kinship between family, relatives and fellow members of the community.Keywords: Women, Performer, Dikia Baruda, Nagari Andaleh Baruh BukitAbstrakDikia Baruda adalah salah satu kesenian tradisional yang bernuansa Islam yang hidup dan berkembang hampir di seluruh wilayah Minangkabau. Salah satunya terdapat di Nagari Andaleh Baruh Bukit, Kecamatan Sungayang, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. Tulisan ini mendeskripsikan peranan kaum perempuan dalam pertunjukan Dikia Baruda, yang bertujuan untuk menganalisis fungsi pertunjukan Dikia Baruda di Nagari Andaleh Baruh Bukit, Kecamatan Sungayang, serta melihat pandangan masyarakat terhadap keikutsertaan kaum perempuan dalam petunjukan Dikia Baruda tersebut. Menerapkan metode kualitatif dengan analisis deskriptif, serta di dukung teori fungsi, penelitian menunjukan bahwa Dikia Baruda disamping berfungsi sebagai media hiburan, ekspresi emosional, kesenangan estetis, sarana komunikasi, guna menjaga kelestarian, stabilitas, serta integritas masyarakat juga dijadikan sebagai media silahturahmi dalam menjalin hubungan kekerabatan antara keluarga, saudara dan sesama anggota masyarakat.Kata kunci: Perempuan, Pelaku, Dikia Baruda, Nagari Andaleh Baruh Buki

    Fungsi Talempong Pacik Dalam Upacara Perkawinan Dan Batagak

    Get PDF
    Talempong pacik is a type of percussion music that is classified as a percussion instrument (idiophone). which is made from a mixture of metal and copper or brass which is played by four or five players consisting of five or six talempongs and one gandang instrument. This talempong art is played in processions during wedding ceremonies and Batagak Pangulu ceremonies. The aim of this research is to describe the form of presentation of talempong and its function in wedding ceremonies and batagak pangulu in the lives of the people of Jorong Subarang Nagari Paninggahan, Solok Regency. This research uses a descriptive method with a qualitative approach that uses primary data through interviews and direct observations in the field and secondary data, namely data obtained through literature study in the form of books related to the art of talempong pacik. The result achieved is that the form of presentation of talempong pacik in Jorong Subarang Nagari Paninggahan, Solok Regency is that the talempong instrument is played by three players, each of whom holds two talempongs which function as the parent talempong, paningkah talempong and child talempong and one drum. The function of talempong in wedding ceremonies and batagak penghulu is as a means of ritual, entertainment, aesthetic presentation, emotional expression and means of communication

    Barzanji Natsar dalam Konteks Kematian di Nagari Batipuah Ateh Kabupaten Tanah Datar

    Get PDF
    -Barzanji Natsar adalah sebuah tradisi membaca kitab sastra arab “Majmu’atul Mawalid”, yang berisikan tentang kisah kelahiran dan kemuliaan sifat Nabi Muhammad SAW dengan cara bernyanyi. Pembacaan satra arab ini dilakukan pada kegiatan keagamaan dan ritual kematian, yang di dalamnya mengandung unsur seni seperti irama dan melodi. Kegiatan barzanji natsar dalam masyarakat Jorong Subarang pada umumnya hampir selalu dilaksanakan saat peristiwa kematian. Pelaksanaan barzanji natsar menjadi suatu hal yang lazim dilakukan sebagai ritual tradisi yang hadir di tengah-tengah masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk penyajian dan pandangan masyarakat mengenai “Barzanji Natsar dalam konteks kematian pada masyarakat Jorong Subarang, Nagari Batipuah Ateh, Kecamatan Batipuh, Kabupaten Tanah Datar”. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data, seperti: studi kepustakaan, observasi, wawancara, dokumentasi dan analisis data, dengan menggunakan teori bentuk dan teori persepsi. Hasil penelitian menunjukan bahwa bentuk penyajian Barzanji Natsar dilakukan dengan teknik Canon (pembacaan dengan cara susul menyusul/bergantian oleh masing-masing pelaku kegiatan Barzanji). Pandangan tokoh masyarakat terhadap ritual Barzanji Natsar adalah mendukung kegiatan tersebut, karena memiliki nilai positif dalam pelaksanaannya dan sebagai identitas tradisi dari daerah Jorong Subarang, Nagari Batipuah Ateh

    Lagu La ilaha illallah Dalam Penyajian Ratik Tagak di Nagari Singgalang

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan lagu Tradisi Ratik Tagak yang disampaikan dalam bentuk nyanyian koor oleh penganut Tarekat Syattariyah di Nagari Singgalang, Kecamatan X Koto Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat. Penganut tarekat ini menempatkan Ratik Tagak sebagai ibadah yang terintegrasi  dalam upacara agama berupa do’a pada berbagai konteks  dalam kehidupan masyarakat pendukungnya. Karakteristik Ratik Tagak terletak pada kalimah-kalimah dzikir ‘Laa Ilaha Illallah, Allah-Allah, Hu- Allah, dan Allah-Hu’ yang dilakukan dengan cara berdiri sambil menggoyang-goyangkan tangan dan tubuh mereka secara terpola sesuai dengan irama kalimah dzikir yang diucapkan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatakan kualitatif, menggunakan data primer yang diperoleh melalui wawancara dan pengamatan  langsung di lapangan, sedangkan data  sekunder yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan berupa buku-buku, hasil penelitian berbentuk  laporan, dan kitab-kitab yang berhubungan dengan Ratik Tagak. Hasil yang dicapai  adalah Visualisasi melodi lagu Ratik Tagak yang  berbentuk deskripsi musikal dalam melantunkan dzikir dan lafadz kalimah laa ilaahaillallah secara bersambung dalam pelaksanaannya

    PERTUNJUKAN BERDAH DALAM UPACARA PERKAWINAN DI DESA RANTAU MAPESAI, KECAMATAN RENGAT, KABUPATEN INDRAGIRI HULU

    Get PDF
    Berdah merupakan salah satu kesenian bernuansa Islami berbentuk zikir yang berisikan puji-pujian kepada Allah SWT dan sanjungan terhadap nabi Muhammad SAW, selain itu juga menceritakan kisah-kisah Nabi Muhammad SAW. Teks yang dinyanyikan dalam pertunjukan Berdah terdiri dari bahasa Arab yang berasal dari kitab  barzanggi. Tujuan awalnya  penyajian Berdah ini untuk menyebarkan Agama Islam.  Tetapi dalam perkembangannya Berdah  sekarang ini sudah menjadi suatu kesenian yng berfungsi sebagai hiburan masyarakat dalam acara pesta perkawinan. Dari segi bentuk penyajiannya, kesenian berdah dinyanyikan secara bersama-sama (koor) sambil memainkan pola-pola ritme instrument yang dinamakan gebane. Kesenian berdah ditampilkan oleh laki-laki 7 sampai 15 pemain.. Lagu-lagu yang disajikan dalam kesenian berdah terdapat 7 repertoar lagu, yaitu Assalamualaik, bisyahri, tanaqol,badatlana, birabbisyai, tabarokallah dan makhfulatan. Kesenian ini ditampilkan dalam dua posisi duduk dan berjalan dalam acara mengarak pengantin laki-laki. Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bentuk dan struktur pertunjukan dalam upacara perkawinan di Desa Rantau Mapesai.Kata kunci: berdah, upacara perkawinan, gebane
    corecore