3 research outputs found

    Hubungan Antara Golongan Darah ABO Dengan Derajat Keparahan dan Mortalitas Pasien COVID-19 di Intensive Care Unit (ICU) RSUD Dr. Saiful Anwar

    No full text
    Beberapa Faktor menentukan tingkat Derajat keparahan dan Mortalitas pasien Covid-19. Golongan darah ABO mempunyai hubungan yang signifikan terhadap tingkat derajat keparahan dan mortalitas pasien Covid-19. Pemeriksaan Golongan darah ABO dapat memberikan gambaran prognosis serta panduan terapi COVID-19. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara golongan darah ABO dengan derajat keparahan dan mortalitas pasien COVID-19 yang dirawat di ICU RSUD Dr. Saiful Anwar. Diambil sampel pasien COVID-19 yang dirawat di ICU RSSA mulai dari bulan Maret 2020 sampai dengan September 2021 dengan sumber data dari rekam medis. Data yang dikumpulkan antara lain karakteristik demografis, komorbid pasien, hasil laboratorium Golongan darah, Modalitas terapi oksigenisasi, serta luaran pasien. Data laboratorium yang diambil adalah data pada hari pertama perawatan pasien di ICU. Didapatkan 225 subyek setelah melalui proses inklusi dan eksklusi dengan angka mortalitas sebesar 53,3%. Rerata kadar CRP pada pasien yang meninggal (16,95 95% CI 15,07 -18,84) lebih tinggi daripada pasien hidup (9,59 95% CI 8,04 – 11,15). Ditemukan bahwa kadar CRP > 14,32 mg/dL (AUC 0,721, sensitivitas 57,5%, Spesifisitas 79%, PPV 78%, NPV 58%) pada hari pertama perawatan di ICU merupakan prediktor mortalitas pada pasien COVID-19. Kadar CRP > 9,87 mg/dL (AUC 0,691, sensitivitas 70,9%, Spesifisitas 61,1%, PPV 70,4%, dan NPV 60,5%) pada hari pertama perawatan di ICU merupakan prediktor kebutuhan ventilasi mekanik invasif pada pasien COVID-19. Didapatkan hubungan yang signifikan antara golongan darah ABO dengan derajat keparahan dan mortalitas pasien COVID-19 yang dirawat di ruang ICU COVID-19. Golongan darah ABO dapat digunakan sebagai prediktor luaran pasien COVID-19 yang dirawat di ICU

    Analisis Hubungan Parameter Ventilator Mekanik dengan Tingkat Mortalitas Pasien COVID-19 di Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar (RSSA) Periode Januari-Desember 2021

    No full text
    Latar belakang: Penggunaan ventilator pada pasien COVID-19 memiliki pengaruh terhadap mortalitas pada pasien COVID-19 yang dirawat di ICU. Hal ini dikarenakan penggunaan ventilator merupakan gambaran yang dapat dimanipulasi terkait terjadinya patologi pada paru. Kondisi parameter ventilator yang berpengaruh adalah PEEP, P/F rasio, dan komplians. Pengaturan ventilator yang baik berdasarkan stratifikasi risiko yang tepat dapat meningkatkan keberhasilan terapi pada pasien kritis yang dirawat di ICU sebagai pengaturan standar dan prediktor prognosis. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara parameter ventilator mekanik dengan mortalitas pasien COVID-19 yang dirawat di ruang ICU RSUD Dr. Saiful Anwar. Metode: Penelitian ini bersifat observasional analitik, kohort retrospektif. Diambil sampel pasien COVID-19 yang dirawat di ICU RSSA mulai dari bulan Januari 2021 sampai dengan Desember 2021 dengan sumber data dari rekam medis. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan Statistical Package for Social Science (SPSS). Normalitas data diuji dengan uji T tidak berpasangan. Uji Chi-square akan digunakan untuk membandingkan hubungan antara masing-masing kelompok. Hasil: Didapatkan 171 subyek setelah melalui proses inklusi dan eksklusi dengan angka mortalitas sebesar 69,6%. Didapatkan penggunaan non-invasive ventilation (NIV) sebanyak 36 orang (21,1%) sedangkan yang menggunakan ventilator invasif sebanyak 135 orang (78,9%). Dari hasil analisis statistik didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaaan rata-rata yang signifikan pada parameter ventilator mekanik (Invasif dan Non Invasif) pada PEEP (0,246), P/F rasio (p=0,065) dan komplians paru (p=0,058) antara pasien terdiagnosis positif Covid-19 derajat kritis yang hidup dan meninggal. Sedangkan pada hasil parameter ventilator mekanik invasif terdapat perbedaaan rata-rata yang signifikan pada komplians paru (p=0,028) antara kelompok hidup dan meninggal dari pasien terdiagnosis positif Covid-19 derajat kritis. Pasien hidup memiliki rata-rata komplians lebih besar dibandingkan pasien yang meninggal (25,2 vs 22,1. P=0,028). Sedangkan pada pasien yang menggunakan ventilator non-invasif (NIV) didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaaan rata-rata yang signifikan pada parameter ventilator PEEP (0,599), P/F rasio (p=0,299), dan komplians paru (p=0,501). Analisis hubungan tipe COVIDARDS menunjukkan pasien terdiagnosis positif Covid-19 derajat kritis yang menjalani menjalani perawatan di Intensive Care Unit incovit RSU Dr. Saiful Anwar yang memiliki tipe Covid-ARDS tipe H berhubungan dengan mortalitas lebih tinggi (p=0,010). Kesimpulan : Komplians paru berasosiasi dengang tingkat mortalitas yang lebih tinggi pada pasien yang menggunakan ventilator mekanik invasif, dan didapatkan profil Covid ARDS tipe H berasosiasi dengan tingkat mortalitas yang lebih tinggi, namun tidak didapatkan perbedaan rata-rata pada PEEP, P/F rasio, dan komplians paru pasien Covid-19 hidup dan meninggal yang menggunakan ventilator mekanik (Invasif dan Non invasif)

    Perbedaan Tekanan intracuff Endotracheal Tube Antara Posisi Supine Dan Posisi Prone Pada Pasien Terintubasi Di Kamar Operasi Elektif Rumah Sakit Umum Daerah Saiful Anwar Malang.

    No full text
    Cuff Endotracheal Tube (ETT) berfungsi menyegel jalan napas sehingga dapat memfasilitasi ventilasi tekanan positif dan mencegah aspirasi akibat sekret subglotis. Perubahan posisi dapat mempengaruhi tekanan intracuff ETT. Peningkatan ataupun penurunan tekanan intracuff ETT dapat menyebabkan banyak morbiditas. Tujuan utama dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh perubahan posisi terhadap tekanan intracuff ETT. Tiga puluh (30) pasien berusia 18-65 tahun yang menjalani operasi elektif dengan anestesi umum dipilih dalam penelitian ini. Setelah intubasi endotrakeal, cuff ETT dikembangkan dengan teknik minimal occlusive volume. ETT ditempatkan di sisi kanan mulut. Perubahan tekanan intracuff ETT dinilai sebelum dan sesudah perubahan posisi. Tekanan intracuff ETT diukur dengan cuff inflator pada posisi supine. Setelah Posisi Prone, tekanan intracuff diukur kembali. Nilai rata-rata tekanan intracuff meningkat dari 24,70+1,15 menjadi 26,17+0,98 cmH2O setelah Posisi Prone (p=0,000). Terdapat perbedaan yang signifikan antara posisi netral dan lateral rotasi kepala (p<0,05). Penggunaan teknik minimal occlusive volume dengan volume pengembangan 10 cc mampu menghasilkan tekanan intracuff ETT antara 23 hingga 28 cmH2O (rentang normal 20-30 cmH2O). Perbedaan tekanan intracuff ETT setelah Posisi Prone adalah 1,47+0,51 cmH2O. Tekanan intracuff ETT secara signifikan lebih tinggi setelah perubahan posisi dari posisi supine ke Posisi Prone. Pengukuran tekanan intracuff bermanfaat untuk menghindari kemungkinan efek samping dari perubahan tekanan terkait posisi. Kami juga merekomendasikan untuk menggunakan teknik minimal occlusive volume dengan volume pengembangan 10 cc untuk mengembang cuff ETT jika perangkat cuff inflator tidak tersedia
    corecore