14 research outputs found

    NUTRITIONAL COMPOSITIONS OF SIX EDIBLE INSECTS IN JAVA

    Get PDF
    Nutritional deficiency is still a problem faced by many families in Indonesia. One of the important issues is the level of protein consumption that is still below the minimum required standard. Edible insects could be one alternative of protein sources  since their availability in the nature is quite abundant. This paper analyses six edible species of both cultivated and wild insects for its proximate compositions to measure their nutritional value. The cultivated insects consist of cricket (Gryllus sp.), giant mealworm (Zophobas morio F.), yellow mealworm (Tenebrio molitor L.), and silkworm (Bombyx mori L.), and the wild insects consist of javanese grasshopper (Valanga nigricornis Burm.) and paddy locust (Nomadacris succincta L.). Results shows that the nutritional composition of insects varies widely. Each 100g of dry weight contains of 32.59-76.69% of protein, 6.9-29.47% of fat, 0.92-30.76% of carbohydrate, 2.80-5.79% of ash, 407.34- 517.50 kcal of energy, and minerals about 24.82-31.22 mg of calcium (Ca) and 3.15-4.1 mg of iron (Fe). Some species such as grasshoppers, silkworm pupae and crickets have high protein content which potentially can be utilized as an alternate protein sources to fight against malnutrition and to increase nutritious food consumption. Efforts should be made to encourage the consumption of edible insects as an alternative source of protein. It is especially important to those who live in and around the forest, since the forest area is an excellent habitat for various species of insects

    Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu di Taman Nasional Gunung Halimun Salak oleh Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi, Jawa Barat

    No full text
    Abstract. Adalina Y. 2017. Harvesting non-timber forest products in Mount Halimun Salak National Park by Kasepuhan Sinar Resmi Indigenous People, West Java. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon 3: 75-80. Kasepuhan indigenous people have been living around Mount Halimun Salak National Park (MHSNP) for a long time before MHSNP area expanded from 40,000 hectares to 113,000 hectares. The existence of Kasepuhan Community can not be separated in MHSNP management. This study aims to determine the type of utilization of MHSNP by Kasepuhan Sinarresmi Indigenous People. The utilization consists of land use utilization and non timber forest products (NTFPs) utilization. The study was conducted in Sirnaresmi village in September 2014 with a total of 32 respondents from Kasepuhan Sirnarresmi People that were selected randomly/intentionally (purposive sampling). Data were analyzed quantitatively and qualitatively. Types of NTFPs that are utilized: 18.75% of respondents utilize medicinal plants, all respondents utilize firewood, 43,75% utilize bamboo, 6.25% utilize ornamental plants, 6.25% utilize rattan, and 40.62% of respondents utilize grass as fodder. Besides harvesting non timber forest products, Kasepuhan People also using MHSNP as arable land. Land using of MHSNP contributed 42.29% of the total household income of respondents. MHSNP natural resources are the foundation of life for Kasepuhan People in meeting their needs

    Analisis Habitat Koloni Lebah Hutan Apis Dorsata dan Kualitas Madu yang Dihasilkan dari Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (Khdtk) Rantau, Kalimantan Selatan

    Full text link
    Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Rantau merupakan hutan penelitian (HP) di Kalimantan Selatan dimana terdapat pohon sialang yang secara regular dihuni koloni lebah hutan Apis dorsata. Keberadaan pohon sialang menjadi sumber penghasil madu bagi pemungut madu hutan di sekitar kawasan. Penelitian telah dilakukan untuk mengetahui (1) potensi HP Rantau sebagai habitat sialang dan (2) kualitas madu yang dihasilkan melalui pendekatan survei dan observasi. Analisis vegetasi digunakan untuk mengetahui struktur vegetasi tumbuhan sumber pakan di habitat kepungan sialang. Uji fisikokimia madu digunakan untuk menganalisis kualitas madu berdasarkan kadar air, pH, kandungan hidroksimetilfurfural (HMF), kadar keasaman, kandungan gula pereduksi, dan kandungan fitokimia. Hasil analisis vegetasi menunjukkan spesies sumber pakan terdapat 17 jenis untuk tingkat pohon, 7 jenis tingkat tiang, 7 jenis tingkat pancang dan 8 jenis tingkat semai. Nilai INP tertinggi tingkat pohon adalah Acacia mangium (62,0%) sebagai sumber nektar, tingkat tiang Vitex pinnata (63,2 %) sebagai sumber polen, tingkat pancang Glochidion sp. (53,5%) sebagai sumber polen, dan tingkat semai Ficus variegata (34,3%) sebagai sumber polen. Hasil analisis laboratorium menunjukkan madu hutan hasil panen di KHDTK Rantau memenuhi sebagian kriteria (Standar Nasional Indonesia, 2013) (SNI) 01-3545-2013, terkecuali kadar air. Madu mengandung komponen fitokimia flavonoid, alkoloid, saponin, dan triterpenoid

    ANALISIS TEKNIS DAN FINANSIAL PRODUKSI ARANG DAN CUKA KAYU DARI LIMBAH INDUSTRI PENGGERGAJIAN DAN PEMANFAATANNYA

    No full text
    Limbah serbuk gergaji dan sebetan dari industri penggergajian kayu rakyat secara teknis dapat digunakan sebagai bahan baku untuk produksi arang dan cuka kayu secara terpadu karena kualitas produk masing-masing memenuhi SNI dan Jepang.  Limbah sebetan yang diproduksi pada tungku kubah batu-bata yang dilengkapi dengan unit pendingin air  menghasilkan rendemen arang 33,6% dan cuka kayu 40,6%. Analisis financial limbah sebetan menunjukkan jangka waktu pengembalian investasi dapat diperoleh setelah 32,9 bulan, tingkat bunga maksimum 79% dan besarnya nisbah manfaat terhadap biaya 1,08. Oleh karena itu hasil penelitian produksi sebetan ini layak dikembangkan pada usaha skala kecil. Limbah serbuk gergaji tidak layak dikembangkan karena investasi lebih tinggi dari nilai hasil produksi. Berdasarkan analisis financial arang sebetan dapat digunakan untuk bahan baku arang aktif yang diproduksi pada tungku arang aktif model pedesaan dengan menggunakan kayu bakar sebagai sumber energinya layak dikembangkan secara komersial, dengan jangka waktu pengembalian investasi dapat diperoleh setelah 35,8 bulan, tingkat bunga maksimum sebesar 13% dan besarnya nisbah manfaat terhadap biaya adalah 1,003. Pemanfaatan cuka kayu pada budidaya tanaman padi diperlukan sebanyak 40 liter/ha dapat memberikan keuntungan usaha pada petani sebesar Rp 9.980.500.- per ha sedangkan tanpa cuka kayu Rp 6.761.500.- per hari

    Kajian Usulan Zona Khusus Taman Nasional Kutai

    Full text link
    Pembangunan jalan poros Bontang-Sangatta di Taman Nasional Kutai memicu terjadinya konflik tenurial maupun konflik satwa, karena okupasi masyarakat. Kondisi ini mengarahkan pengelolaan kawasan ini menjadi zona khusus, untuk itu tujuan penelitian ini mengevaluasi usulan zona khusus dihubungkan dengan tipologi etnis masyarakat, potensi biofisik kawasan dan persepsi masyarakat. Metode penelitian dilakukan melalui wawancara dan kuesioner pada 58 Kepala Keluarga (KK). Usulan zona khusus ini layak ditetapkan mengingat peningkatan kepadatan penduduk sekitar 22% per tahun dan peningkatan pengusahaan lahan ≥ 2 ha pada masyarakatdi Kecamatan Teluk Pandan dan Sangatta Selatan. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan berdampak pada menurunnya kesuburan lahan. Sementara itu, keberadaan perkebunan karet memperluas daerah jelajah satwa terutama orangutan. Persepsi masyarakat terhadap status kawasan yang menghendaki enclave (45%) mengindikasikan bahwa mereka masih menginginkan menetapdi kawasan. Usulan hasil penelitian ini, pengelolaan kawasan seluas 18.831ha layak sebagai zona khusus dan penataan lahannya terbagi ke dalam zona budidaya selebar 250 m di kiri kanan jalan Bontang-Sangatta, zona interaksi selebar 251-750 m serta kawasan hijau yang berfungsi sebagai koridor > 751 m disertai pembinaan kelompok tani dan nelayan masyarakat

    Harvesting of Non-timber Forest Products by the Local Communities in Mount Halimun-Salak National Park, West Java, Indonesia

    No full text
    Local communities around the forest need to be involved in securing the sustainability of Mount Halimun Salak National Park (MHSNP), for example through the utilization of non-timber forest products (NTFPs) such as flora in the utilization zone. This research was aimed to provide data and information about 3 kinds of vegetation producing resin (Pinus merkusii, Agathis dammara, and Hevea brasiliensis) and the harvesting NTFPs by the community in the forest vicinity. The research was conducted in MHSNP, and data were analyzed through quantitative-descriptive. The survey method was employed in the study through interviews of respondents using structured questionnaires.   This study revealed that the vegetations at the stage of tree comprised of the following: (1) Agathis dammara (damar) with Importance Value Index (IVI) of 276.15% and density of 452 trees ha-1, (2) Pinus merkusii (pine) trees with IVI of 300.0% and density of 552 trees ha-1, and (3) Hevea brasiliensis (rubber) trees with IVI of 217.42%  and density of 85 trees ha-1. Pine, damar, and rubber sap tapping afforded contribution in 59.18, 4.41, and 60.71%, respectively of the total household incomes. Community involvement in the collection of NTFPs in national parks implicated to the increasing of the forest communities revenue and the forests will be maintained since public can get benefits from forest resources. Forest management should be directed as a producer of NTFPs that can increase the economic income of forest communities with attention to ecological factors

    Harvesting of Non-timber Forest Products by the Local Communities in Mount Halimun-Salak National Park, West Java, Indonesia

    No full text
    Local communities around the forest need to be involved in securing the sustainability of Mount Halimun Salak National Park (MHSNP), for example through the utilization of non-timber forest products (NTFPs) such as flora in the utilization zone. This research was aimed to provide data and information about 3 kinds of vegetation producing resin (Pinus merkusii, Agathis dammara, and Hevea brasiliensis) and the harvesting NTFPs by the community in the forest vicinity. The research was conducted in MHSNP, and data were analyzed through quantitative-descriptive. The survey method was employed in the study through interviews of respondents using structured questionnaires.   This study revealed that the vegetations at the stage of tree comprised of the following: (1) Agathis dammara (damar) with Importance Value Index (IVI) of 276.15% and density of 452 trees ha-1, (2) Pinus merkusii (pine) trees with IVI of 300.0% and density of 552 trees ha-1, and (3) Hevea brasiliensis (rubber) trees with IVI of 217.42%  and density of 85 trees ha-1. Pine, damar, and rubber sap tapping afforded contribution in 59.18, 4.41, and 60.71%, respectively of the total household incomes. Community involvement in the collection of NTFPs in national parks implicated to the increasing of the forest communities revenue and the forests will be maintained since public can get benefits from forest resources. Forest management should be directed as a producer of NTFPs that can increase the economic income of forest communities with attention to ecological factors

    Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Gunung Halimun Salak

    Full text link
    Pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) menghadapi masalah degradasi sumberdaya alam dan lingkungan, rendahnya ekonomi masyarakat dan meningkatnya jumlah penduduk di dalam kawasan. Dukungan dan partisipasi masyarakat dalam menjaga kelestarian taman nasional sulit terwujud tanpa diimbangi upaya nyata yang dapat mengakomodir kepentingan ekonomi dan ekologi secara seimbang. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang karakteristik sosial ekonomi masyarakat sekitar TNGHS sebagai bahan masukan dalam pengeloaan taman nasional. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2012 sampai dengan Mei 2013 dengan mewawancarai sebanyak 297 responden dari delapan desa yang dipilih secara sengaja (purposive sampling). Data penelitian dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat yang bertempat tinggal di dalam dan di sekitar TNGHS secara sosial relatif homogen. Seluruh responden beragama Islam dengan etnis Sunda, 88% tergolong usia produktif, tingkat pendidikan formal tergolong rendah (86,9%), namun memiliki tingkat kesehatan yang baik (85,18%). Sebagian besar responden (87,9%) adalah penduduk asli. Rata-rata tingkat pendapatan responden sebesar Rp 1.155.000,-/bulan dan di bawah Upah Minimum Regional (UMR) baik menurut ketentuan Provinsi Jawa Barat maupun Provinsi Banten. Rata-rata kontribusi pendapatan dari lahan TNGHS terhadap total pendapatan rumah tangga responden sebesar 38,65% termasuk kategori sedan
    corecore