16 research outputs found

    EVALUASI PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS MULTI DRUG RESISTANT (TB-MDR) DENGAN STRATEGI DOTS DI KABUPATEN BANYUMAS

    Get PDF
    Resistensi kuman Mycobacterium tuberculosis terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT) merupakan salah satu masalah yang umum ditemui pada pengobatan Tuberkulosis (TB). Resistensi merupakan keadaan dimana OAT tidak mampu untuk membunuh kuman M. tubercolusis. Salah satu jenis resistensi dalam pengobatan TB adalah Multi Drug Resistant (MDR). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keberhasilan program penanganan TB-MDR di wilayah Kabupaten Banyumas meliputi tingkat pengetahuan petugas TB, kesesuaian tata laksana dengan pedoman nasional dan mendeskripsikan faktor yang mempengaruhi terlaksananya program TB-MDR. Penelitian ini menggunakan observasi deskriptif secara prospektif. Analisis kuantitatif menggunakan kuesioner untuk mengukur tingkat pengetahuan petugas TB dan daftar checklist untuk kesesuaian tatalaksana program TB-MDR dengan pedoman nasional. Analisis kualitatif menggunakan metode wawancara terstruktur kepada petugas TB atau kepala puskesmas untuk menggali faktor penghambat dan pendukung program pengendalian TB-MDR di puskesmas di Kabupaten Banyumas selama kurang lebih 3 bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan petugas TB-MDR di puskesmas di Kabupaten Banyumas adalah 85,56% masuk dalam kategori tinggi (75%-100%). Tingkat kesesuaian tata laksana penanganan TB-MDR dengan pedoman nasional sebesar 86,94%. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan program TB-MDR adalah faktor ekonomi, faktor petugas kesehatan, faktor pasien, dan faktor sarana dan prasarana. The emergence of resistance to drugs used to treat TB, and particularly multi-drug-resistant TB (MDR TB), has become a significant public health problem and an obstacle to effective TB control. The resistance is a condition where drugs used to treat TB are not able to kill M. tubercolusis. This study aimed to evaluate the success of MDR TB treatment programs in Banyumas include the level of knowledge of TB officer, suitability of guidelines health care center in Banyumas with national guidelines and describe the factors that affect the implementation of MDR TB program. A cross-sectional descriptive study was conducted for three months. Quantitative analysis using questionnaires to measure the level of knowledge of TB officers and a checklist for suitability guidelines health care center in Banyumas with national guidelines. Qualitative analysis using structured interviews to TB officer or the head of the health care center to explore factors inhibiting and supporting MDR TB control program in the district of Banyumas health centers. The results showed that the level of knowledge officer of MDR was 85.56% in the high category (75%-100%). Level governance suitability MDR TB treatment with national guidelines of 86.94%. Factors that may affect the success of MDR TB program are the economic, health workers, patient, facilities, and infrastructures

    Pemberdayaan Remaja Panti Asuhan Putri Muhammadiyah Purwokerto Tentang Kosmetik Aman dan Halal Menggunakan Metode Game Teaching

    Get PDF
    EMPOWERMENT OF YOUTH PUTRI MUHAMMADIYAH PURWOKERTO ORPHANAGE ABOUT SAFE AND HALAL COSMETICS USING THE GAME TEACHING METHOD. Cosmetics are a necessity that has an important role in the field of beauty for the beauty of the human body. LPPOM MUI said that the use of cosmetic ingredients should contain safe and halal material. Survey says that 6 out of 10 teenage girls orphanage muhammadiyah purwokerto that were used in cosmetics, assume that only halal cosmetics logo already been guaranteed safety and halal. The measurement results of pre-test knowledge of halal cosmetics is in a category of knowledge is low (<56%). The solution provided is to empower young women by increasing knowledge relating to cosmetic. The method used is lectures that are packed with game teaching. The result of this activity looks at feedback is shown by the partners of the questions and answers appear when teaching the game in progress. The level of knowledge is measured by a questionnaire instrument compiled from a safe and halal method of choosing cosmetics. Questionnaires were compiled as many as 20 questions which fulfilled 3 aspects of knowledge namely knowing, understanding and applying. The majority of participants have increased knowledge of the low knowledge category into a midle category by the number of questions answered correctly ranged from 56%-75%

    Pengaruh Sistem Manajemen ISO 9001:2008 Terhadap Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas Kabupaten Sleman

    Get PDF
    ABSTRAK Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah tercapainya kecamatan sehat. Perlunya peningkatan mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas tertuang dalam the WHO Annual Report 2008 dengan judul “Primary Health Care, Now More Than Ever”. Upaya peningkatan mutu pelayanan di Puskesmas sertifikasi ISO 9001:2008 pada tingkat internasional. Sertifikasi ISO 9001 diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian di puskesmas. Dalam rangka untuk memastikan penerapan sertifikasi sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 di puskesmas kabupaten Sleman khususnya pada pelayanan kefarmasian, maka diperlukan suatu pengukuran khusus pada pelayanan kefarmasian di puskesmas Kabupaten Sleman yang sudah dan yang belum menerapkan ISO 9001:2008. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengaruh sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 terhadap pelayanan kefarmasian di Puskesmas Kabupaten Sleman yang sudah dan belum menerapkan ISO 9001:2008. Penelitian didesain menggunakan desain penelitian deskriptif dengan rancang cross sectional. Data yang diambil meliputi data kuantitatif dari observasi pelayanan kefarmasian di Puskesmas dan data kualitatif dari hasil wawancara mendalam. Periode penelitian 23 Oktober 2012 sampai 23 Desember 2012. Hasil penelitian menunjukkan Nilai kepatuhan pada prosedur tetap di puskesmas ISO dan non ISO adalah 1,25 dan 1. Rata-rata waktu penyiapan obat racikan dan non racikan di puskemsas ISO secara berurutan adalah 383 detik dan 193 detik. rata-rata waktu penyiapan obat racikan dan non racikan di puskesmas non ISO secara berurutan adalah 446 detik dan 193 detik. Rata-rata waktu penyerahan obat di puskesmas ISO adalah 87 detik, rata-rata waktu penyerahan obat pada puskesmas non ISO adalah 60 detik. Persentase kesesuaian resep dan obat di puskesmas ISO dan non ISO adalah 100% dan 99,98%. Persentase kelengkapan label obat di puskesmas ISO dan non ISO adalah 100% dan 100%. Persentase pengetahuan pasien di puskesmas ISO dan non ISO adalah 84,97% dan 72,47%. Tingkat kepuasan pasien di puskesmas ISO dan non ISO dalam kategori “Puas”. Kebijakan SMM ISO 9001:2008 yang diterapkan pada pelayanan kefarmasian Puskesmas di Kabupaten Sleman tidak mempengaruhi pelayanan kefarmasian secara signifikan. Sistem manajemen ini hanya mempengaruhi 4 indikator pelayanan kefarmasian yaitu indikator pengetahuan pasien terhadap obat, waktu penyerahan obat, kelengkapan label obat dan kepuasan pasien. Tiga indikator lain yaitu indikator waktu penyiapan obat, kesesuaian resep dan obat, dan kepatuhan terhadap protap, tidak dipengaruhi oleh sistem manajemen ISO 9001:2008. Kata kunci: ISO 9001:2008, kepuasan pasien, Puskesmas, pelayanan kefarmasian,. ABSTRACT The vision of health development organized by the district health center is achieving district healthy. The need for improving the quality of health services in health centers contained in the WHO Annual Report 2008 under the title "Primary Health Care, Now More Than Ever". The efforts to improve the quality of services in health centers is ISO 9001:2008 certification at the international level. ISO 9001 certification is expected to improve the quality of pharmacy services at health centers. In order to ensure the implementation of quality management system certification ISO 9001:2008 in Sleman district health centers especially in pharmaceutical services, we need a special evaluation of pharmacy services at existing health centers and Sleman district that have not implemented ISO 9001:2008. The purpose of this study is to describe the influence of ISO 9001:2008 quality management system for pharmacy services at district Sleman health centers who have and have not implemented the ISO 9001:2008. The study design is a descriptive cross-sectional design. Data captured includes quantitative data from observations of pharmacy services at the health center and qualitative data from in-depth interviews. The study period October 23, 2012 until December 23, 2012. The results showed Score adherence to standard operating procedures at the clinic ISO and non-ISO is 1.25 and 1. Average preparation time for non-drug concoction and concoction at ISO puskemsas sequence was 383 seconds and 193 seconds. average preparation time mixing and non-mixing drugs in health centers in order are non ISO 446 seconds and 193 seconds. Average delivery time ISO medicine in health centers is 87 seconds, the average time on the drug delivery centers are non-ISO 60.75 seconds. Percentage suitability prescription drugs in health centers and ISO and non ISO is 100% and 99.98%. The percentage of drugs in health centers completeness label ISO and non ISO is 100% and 100%. The percentage of patients in the clinic knowledge of ISO and non-ISO is 84.97% and 72.47%.. The levels of patient satisfaction in ISO and non ISO clinic in category "Satisfied". The policy of Quality Management System ISO 9001:2008 that applied to the community health center in Sleman district does not affect the improvement of pharmaceutical services at the community health center. The observations indicate that the quality was not much different in the two types of community health center, it makes an ISO 9001:2008 should be reviewed. Key words: ISO 9001:2008, patient satisfaction, pharmaceutical services, public health center

    Studi Penggunaan Obat Analgesik pada Pasien Pasca Partus Pervaginal dan Sectio Caesarea di RSU Bunda Purwokerto

    Get PDF
    Persalinan dan pelahiran dapat menimbulkan nyeri. Penanganan nyeri harus dikontrol secara adekuat agar nyeri tersebut tidak berubah menjadi nyeri kronis, sehingga tidak berdampak negatif terhadap morbiditas dan mortalitas ibu hamil. Nyeri tersebut dapat ditangani dengan analgesik. Konsumsi obat tersebut dapat terdistribusi ke ASI yang mengganggu proses menyusui. Oleh karena itu penggunaannya perlu diperhatikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan analgesik pada ibu pasca melahirkan yang meliputi penggunaan obat analgesik, intensitas nyeri pada pasien pasca melahirkan, dan efektivitas obat analgesik pada pasien pasca melahirkan di RSU Bunda Purwokerto periode Januari-Maret 2019. Penelitian ini merupakan penelitian noneksperimental dengan desain penelitian deskriptif observasional. Pengambilan data secara prospektif dengan sumber data penelitian yang digunakan yaitu hasil rekam medik dan penilaian nyeri menggunakan Visual Analog Scale. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu purposive sampling dengan jumlah sampel yang digunakan yaitu 50. Analisis hasil dalam bentuk persentase yang disajikan dalam bentuk tabel dan gambar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan obat analgesik yang paling banyak digunakan pada ibu pasca melahirkan normal yaitu asam mefenamat tablet dan pasca sectio caesarea yaitu ketoprofen suppositoriaI. Intensitas nyeri pada pasien pasca melahirkan berada di kategori nyeri sedang dan obat analgesik yang digunakan efektif untuk mengatasi nyeri pasca melahirkan

    Efek Hepatoprotektor Ekstrak Etanol Daun Pucuk Merah (Syzygium campanulatum (Korth) dan Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum (L.) Merr. & L. M. Perry) pada Tikus Jantan Galur Wistar (Rattus norvegicus) yang diinduksi Paracetamol

    Get PDF
    Syzygium campanulatum and Syzygium aromaticum contains antioxidant components suchas flavonoids, phenolic, and terpenoids. May have hepatoprotective properties in reducing SGPT and SGOT activity. This research wants to determine the potency of hepatoprotective of ethanolic extract of Syzygium campanulatum (Korth) and Syzygium aromaticum leaf compared with curcuma tablets. This research uses 24 male Wistar rats divided into 6 groups: I, II, III (as a normal, induction, and compared control), group IV, V, VI were treated 105, 210, and 420 mg/kg BW respectively. The study was conducted for 9 days. After 7 days of treatment, treated groups were exposed by hepatotoxic dose of paracetamol (2000 mg/kg BW). The SGPT and SGOT activity of all groups was measured by enzimatic assay. The result can be concluded that Syzygium campanulatum extract was found to be active as hepatoprotective agent with 210 mg/kg BW dosage (SGPT 21.76 ± 3.98 U/L and SGOT 7.32±6.74U/L) as eff ective as with the curcuma tablets (SGPT 23.91 ± 4.41 U/L and SGOT 14.12±5.37 U/L) and the hepatoprotective activity of Syzygium campanulatum extract at a dosage 420 mg/kg BW better than curcuma tablets (SGPT 12.43 ± 6.51 U/L and SGOT 6.64 ± 5.88 U/L). While the hepatoprotec Syzygium campanulatum and Syzygium aromaticum contains antioxidant components such as flavonoids, phenolic, and terpenoids.May have hepatoprotective properties in reducing SGPT and SGOT activity. This research wants to determine the potency of hepatoprotective of ethanolic extract of Syzygium campanulatum (Korth) and Syzygium aromaticum leaf compared with curcuma tablets. This research uses 24 male Wistar rats divided into 6 groups: I, II, III (as a normal, induction, and compared control), group IV, V, VI were treated 105, 210, and 420 mg/kg BW respectively. The study was conducted for 9 days. After 7 days of treatment, treated groups were exposed by hepatotoxic dose of paracetamol (2000 mg/kg BW). The SGPT and SGOT activity of all groups was measured by enzimatic assay. The result can be concluded that Syzygium campanulatum extract was found to be active as hepatoprotective agent with 210 mg/kg BW dosage (SGPT 21.76 ± 3.98 U/L and SGOT 7.32±6.74U/L) as eff ective as with the curcuma tablets (SGPT 23.91 ± 4.41 U/L and SGOT 14.12±5.37 U/L) and the hepatoprotective activity of Syzygium campanulatum extract at a dosage 420 mg/kg BW better than curcuma tablets (SGPT 12.43 ± 6.51 U/L and SGOT 6.64 ± 5.88 U/L). While the hepatoprotective activity of Syzygium aromaticum extracts eff ective as with curcuma tablets at all dosage variation.Daun cengkeh dan daun pucuk merah mengandung komponen antioksidan seperti flavonoid,fenolik, dan terpenoid sehingga diduga memiliki efek hepatoprotektor dalam mengurangi SGPT dan SGOT. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek hepatoprotektor dan menentukan potensi hepatoprotektif dari ekstrak etanol daun pucuk merah dan daun cengkeh yang dibandingkan dengan tablet Curcuma. Penelitian ini menggunakan tikus jantan galur wistar yang dibagi menjadi 6 kelompok. Kelompok I, II, III (sebagai kontrol normal, kontrol induksi, dan kontrol pembanding), kelompok IV, V, VI diberi ekstrak uji dengan dosis 105, 210, dan 420 mg/kg BB. Penelitian dilakukan selama 9 hari. Setelah 7 hari diberi perlakuan, semua kelompok diberi parasetamol dosis hepatotoksik kecuali kelompok kontrol normal. Setelah 48 jam diinduksi oleh parasetamol, dilakukan pengukuran SGPT dan SGOT terhadap semua kelompok. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun pucuk merah mempunyai aktivitas sebagai hepatoprotektor pada dosis 210 mg/kg BB yang sebanding dengan tablet curcuma (SGPT 21,76±3,98 U/L dan SGOT 7,32±6,74 U/L) dan pada dosis 420 mg/kg BB ekstrak daun pucuk merah memiliki aktivitas hepatoprotektor yang lebih baik dari tablet curcuma (SGPT 12,43±6,51 U/L dan SGOT 6,64±5,88 U/L). Sedangkan ekstrak etanol daun cengkeh mempunyai aktivitas hepatoprotektor yang sebanding dengan tablet curcuma pada dosis 105, 210, dan 420 mg/kgBB

    Evaluasi Penggunaan Antibiotik Profilaksis pada Operasi Sesar di Rumah Sakit Swasta Purwokerto

    Get PDF
    Kondisi pembedahan sesar memungkinkan terjadinya infeksi pada lokasi pembedahan, tetapi secara umum terjadi peningkatan jumlah tindakan bedah sesar bahkan menjadi tren di Indonesia. Dampak negatif dari tindakan ini adalah adanya resiko infeksi setelah tindakan bedah sesar yaitu infeksi luka operasi. Berbagai studi telah menemukan penggunaan antibiotik pada pasien bedah sering kali tidak sesuai dengan standarnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik profilaksis yang digunakan pada pasien bedah sesar dan mengobservasi outcome terapi antibiotik profilaksis pada pasien bedah sesar. Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif observasional menggunakan data retrospektif berupa rekam medik pasien bedah sesar periode Agustus 2016 – Agustus 2018. Data diolah secara deskriptif nonanalitik meliputi jenis antibiotik yang digunakan, dosis yang digunakan, rute pemberian, dan waktu pemberian. Hasil penelitian dibandingkan dengan pedoman penggunaan antibiotik, Caesarean Section and Prophylactic Antibiotics 2014, Farmakologi dan Terapi Edisi VI, Pharmacotherapy Handbook 9th Edition, Formularium RS “X” yang kemudian dikuantifikasi kesesuaiannya menggunakan rumus % kesesuaian. Penelitian ini juga mendeskripsikan outcome terapi antibiotik profilaksis pada pasien. Hasil penelitian menemukan mayoritas pasien pada rentang umur ideal untuk mengalami masa kehamilan (88,36%), lama hari perawatan rata-rata 4 hari (48%) dengan kategori luka jahit bersih dan kering (96,12%), serta 100% status keluar rumah sakit dalam keadaan membaik. Terdapat 29 jenis diagnosis pada pasien dan tertinggi pada kasus bedah sesar adalah diagnosis ketuban pecah dini. Terdapat kesesuaian penggunaan antibiotik profilaksis pada literatur PPAPC 2016 tetapi tidak sesuai 3 literatur lain yang menyebutkan obat cefazolin. Penggunan dosis dan waktu pemberian AB pada RS X berdasarkan pedoman terbaru pada PPAPC 2016. Walaupun tidak sepenuhnya mengikuti pedoman pengobatan tetapi mayoritas outcome terapi menunjukkan hasil yang baik berdasarkan nilai leukosit dan suhu tubuh pasien. Dapat disimpulkan terdapat ketidaksesuaian dengan pedoman yang digunakan pada penelitian ini, tetapi aspek rute pemberian memiliki kesesuaian 100% berdasarkan semua pedoman atau literatur yang digunakan dalam penelitian ini. Outcome terapi yang diperoleh menghasilkan outcome yang baik berdasarkan nilai leukosit dan suhu tubuh pasien. Disarankan penelitian selanjutnya dilengkapi wawancara terstruktur dengan para dokter dan apoteker untuk memperoleh data komprehensif terkait penelitian penggunaan obat

    Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Kinerja Apoteker Puskesmas Di Tiga Kabupaten: Purbalingga, Banjarnegara, Cilacap Tahun 2015

    Get PDF
    ABSTRAK Kesehatan merupakan suatu hak asasi manusia dan suatu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Kualitas pelayanan kesehatan yang baik memberikan dorongan atau motivasi kepada pasien untuk menjalin ikatan dan hubungan yang baik dengan Puskesmas. Salah satu sasaran pokok penyelenggaraan BPJS adalah paling sedikit 75% peserta puas dengan layanan BPJS Kesehatan. Pada saat yang sama, pelayanan publik oleh aparatur pemerintah dewasa ini masih banyak dijumpai kelemahan sehingga belum dapat memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Salah satu upaya dalam menjaga mutu pelayanan kefarmasian adalah dengan evaluasi kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian yang ada di suatu tempat pelayanan kesehatan. Penelitian ini menggunakan studi deskriptif dengan pendekatan desain studi potong lintang (cross sectional) pada 8 Puskesmas di Kabupaten Purbalingga (Kejobong dan Karangreja), Kabupaten Banjarnegara (Karangkobar dan Mandiraja), dan Puskesmas Cilacap (Cilacap Selatan II, Kroya I, Gandrungmangu I, dan Sidareja). Analisis tingkat kepuasan menggunakan analisis importance and performance analysis (IPA) dan indeks kepuasan masyarakat (IKM). Alat pengumpul data primer menggunakan kuesioner dengan skala Likert selama 6 bulan. Aspek penyerahan obat, aspek pelayanan informasi obat, konseling, pemantauan pelaporan efek samping obat, dan patient medication record (PMR) adalah aspek kuantitatif yang diteliti. Hasil penelitian menunjukan bahwa pasien menilai sebesar 89,65% ada kesesuaian antara kepuasan dan harapan/kepentingan dengan rata-rata indeks kepuasan masyarakat pada pelayanan kefarmasian 8 Puskesmas di 3 kabupaten adalah 2,99 sehingga masuk dalam kategori memuaskan. Kata kunci: kepuasan, apoteker, puskesmas, IPA, IKM. ABSTRACT Health is a human right and an element of well-being that should be embodied in accordance with the ideals of the nation of Indonesia as stipulated in the Pancasila and the Constitution of the Republic of Indonesia in 1945. Good quality health services provide encouragement or motivation to the patients to establish ties and good relations with the community health center. One of the main targets of the operation of BPJS is at least 75% of participants are satisfied with the service BPJS. At the same time, public services by government officials today are still found many weaknesses that can not meet the quality expected by society. One effort in maintaining the quality of pharmacy services is to evaluate patient satisfaction with pharmacy services in a health facility. The study used a descriptive with a cross-sectional study on 8 health centers in 3 regencies. They are Purbalingga regency (Kejobong and Karangreja), Banjarnegara regency (Karangkobar and Mandiraja) and Cilacap regency (South Cilacap II, Kroya I, Gandrungmangu I, and Sidareja). This research used analysis of importance and performance analysis (IPA) and community satisfaction index. The primary data collection tool used a questionnaire with a Likert scale of 6 months. The quantitative aspects of drug delivery, drug information services, counseling, monitoring, reporting drug side effects, and patient medication record (PMR) were studied. The results showed that patients assess the suitability of 89.65% existing between satisfaction and expectations/interests with an average index of satisfaction of the people in the pharmacy services in 8 health centers at 3 regencies was 2.99, thus fall into the satisfying category. Key words: satisfaction, pharmacist, puskesmas, IPA, IKM

    Systematic Review : Determinan Faktor yang Memengaruhi Kepatuhan Pengobatan Pasien Diabetes Tipe 2 di Indonesia

    No full text
    Kepatuhan terhadap terapi farmakologi merupakan kunci utama pengobatan penyakit diabetes, tetapi belum mendapat perhatian penuh oleh para klinisi. Beberapa systematic review faktor kepatuhan telah dilakukan di beberapa kawasan negara. Namun, tidak menampilkan studi dari Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk meninjau secara sistematis faktor-faktor yang dapat memengaruhi kepatuhan minum obat diabetes melitus (DM) di Indonesia. Systematic literature review dilakukan melalui pencarian pada database jurnal Nasional (Garuda dan Sinta) dan Internasional (PubMed dan Science Direct). Penelitian yang sesuai dengan kriteria inklusi dan dipublikasikan pada Januari 2011 ? Desember 2020. Kualitas penelitian dinilai menggunakan panduan SQAT. Metode pelaporan penelitian menggunakan pedoman PRISMA. Faktor kepatuhan diklasifikasikan berdasarkan domain faktor kepatuhan menurut World Health Organization (WHO). Sebanyak 370 artikel ilmiah penelitian dari database Garuda (n=36); Science Direct (n= 108); PubMed (n= 18); Sinta (n= 208). 341 artikel penelitian dieksklusi, 29 artikel skrining full text, dan 16 artikel penelitian memenuhi kriteria inklusi untuk dianalisis. Faktor yang memengaruhi kepatuhan minum obat diabetes adalah faktor sosial dan ekonomi (penghasilan, tingkat pendidikan, dan pekerjaan), faktor tenaga dan sistem kesehatan (tenaga kesehatan), faktor terapi pasien (jumlah obat diabetes, frekuensi minum obat, dan produk obat), faktor penyakit pasien (kadar gula darah, durasi penyakit), faktor pasien (jenis kelamin, faktor emosional, dukungan sosial, tingkat pengetahuan, dan kepuasan pengobatan), dan faktor pengelolaan penyakit (konseling dan edukasi farmasi). Faktor yang memengaruhi kepatuhan minum obat DM di Indonesia sangat beragam, dan multifaktor. Faktor tersebut dapat berfungsi sebagai target intervensi yang relevan. Para klinisi perlu mempertimbangkan penyesuaian frekuensi minum obat dan pemberian dukungan sosial kepada pasien DM

    EVALUATION PROGRAM FOR CONTROL OF TUBERCULOSIS MULTI DRUG RESISTANT (MDR-TB) WITH STRATEGY DOTS in DISTRICT BANYUMAS

    No full text
    The emergence of resistance to drugs used to treat TB, and particularly multi-drug-resistant TB (MDR TB), has become a significant public health problem and an obstacle to effective TB control. The resistance is a condition where drugs used to treat TB are not able to kill germs M. tubercolusis. This study aimed to evaluate the success of MDR TB treatment programs in Banyumas include the level of knowledge of TB officer, suitability guidline health care center in Banyumas with national guidelines and describe the factors that affect the implementation of MDR TB program. A cross-sectional descriptive study was conducted from for three months. Quantitative analysis using questionnaires to measure the level of knowledge of TB officers and a checklist for suitability guidline health care center in Banyumas with national guidelines. Qualitative analysis using structured interviews to TB officer or the head of the health care center to explore factors inhibiting and supporting MDR TB control program in the district of Banyumas health centers. The results showed that the level of knowledge officer of MDR was 85.56% in the high category (75% -100%). Level governance suitability MDR TB treatment with national guidelines of 86.94%. Factors that may affect the success of MDR TB program is the economic factor, factor of health workers, patient factors and factors of facilities and infrastructure Key words: TB-MDR drugs used to treat TB, program, evaluation

    Studi Prospektif Potensi Interaksi Obat Golongan Antibiotik Pada Pasien Pediatri Di Rumah Sakit Ananda Purwokerto

    No full text
    Interaksi obat terjadi pada saat efek suatu obat (index drug) berubah akibat adanya suatu interaksi dengan obat lain (precipitant drug), makanan, atau minuman. Perubahan ini dapat berinteraksi menghasilkan efek yang dikehendaki (Desirable Drug Interaction), atau efek sebaliknya yaitu tidak dikehendaki (Adverse Drug Interaction). Dilaporkan bahwa kejadian interaksi obat lebih banyak terjadi pada pasien dewasa, sedangkan laporan mengenai kejadian interaksi obat pada pasien anak masih sedikit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi interaksi obat golongan antibiotik yang terjadi pada resep pasien pediatri di Rumah Sakit Ananda, Purwokerto. Penelitian dilakukan secara deskriptif noneksperimental dengan pengambilan data prospektif dilakukan pada data rekam medik dan resep pasien pediatri pada bulan Februari – April 2018. Sampel diperoleh secara purposive sampling dengan kriteria inklusi pasien pediatri yang tergolong bayi (usia 28 hari–23 bulan), anak–anak (usia 2–11 tahun), dan remaja (usia 12–18 tahun), pasien pediatri yang mendapat resep obat yang mengandung antibiotik, pasien pediatri yang mendapat obat ≥2 macam obat secara bersamaan, pasien pediatri yang dirawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Ananda Purwokerto. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 11 kasus kombinasi obat yang diidentifikasi berpotensi menyebabkan interaksi obat. Jenis interaksi obat terjadi pada interaksi farmakokinetik (54,5%) dan farmakodinamik (45,5%). Potensi interaksi antibiotik dengan antibiotik maupun dengan obat lain terjadi pada kategori mayor (18,2%), moderat (72,7%), dan minor (9,1%). Kesimpulan penelitian yaitu terdapat interaksi antara antibiotik dengan antibiotik maupun dengan obat lain. Interaksi obat terjadi pada fase farmakokinetik dan farmakodinamik. Tingkat keparahan interaksi yang terjadi yaitu mayor, moderat, dan minor
    corecore