16 research outputs found
Penerapan Metode Group Investigation Untuk Meningkatkan Standar Kompetensi Mahasiswa Dalam Mata Kuliah Metode Penelitian I
Abstrak
Dunia pendidikan ditantang untuk dapat menghasilkan manusia-manusia yang memiliki kemampuan berpikir kritis, kreativ dan kebiasaan belajar secara terus menerus. Karena itu, dalam pendidikan yag berbasis kompetensi dewasa ini dikehendaki system pengajaran dengan metode inovatif yang memungkinkan terjadinya proses belajar dalam pencapaian pengetahuan (kognitif), terjadinya perbuatan serta pengalaman dalam pembentukan keterampilan (psikomotorik) dan selanjutnya terjadi penghayatan dalam pembentukan nilai dan sikap (affektif).
Didalam metodologi pengajaran dapat diketahui, bahwa masing-masing metode memiliki keunggulan dan kelemahan. Metode ceramah misalnya memiliki keunggulan, materi dapat disampaikan secara cepat dan tepat sesuai dengan keinginan pengajar. Kelemahannya, anak didik kurang kreatif dan dianggap membosankan. Dalam proses pembelajaran deprogram studi seni karawitan khususnya pada mata kuliah Metode Penelitian I, metode pembelajaran yang dipergunakan selama ini adalah metode konvensional (ceramah). Dengan menggunakan metode ini (konvensiona), proses pembelajaran dihadapkan kepada anomaly-anomali atau kurang tercapainya tujuan pembelajaran. Untuk meningkatkan efesiensi dan efektivitas pembelajaran, dicoba menerapkan salah satu strategi pengajaran baru (inovatif) berupa metode group investigation. Mahasiswa dilibatkan secara aktif dan kreatif didalam proses pembelajaran, sehingga lebih menarik dan dapat meningkatkan motivasi serta responbilitas anak didik dalam mengikuti perkuliahan. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penerapan metode pengajaran inovatif ini adalah: 1. Untuk mengetahui peningkatan motivasi mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan 2. Untuk mengetahui peningkatan responbilitas mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan. 3. Untuk mengethui peningkatan standar kompetensi mahasiswa terhadap materi pembelajaran. 4. Untuk menciptakan proses pembelajaran yang mampu mengusik hati mahasiswa dalam membangun dan mengembangkan sikap kritis dan ilmiah. Adapun subjek dari penerapan metode inovatif ini adalah mahasiswa semester VI Jurusan Seni Karawitan tahun akademik 2006/2007.
Analisis data membuktikan, bahwa hasil belajar mahasiswa dengan menggunakan metode pemngajaran baru (group investigation) cukup berhasil secara signifikan. Fakta kearah itu terlihat dari nilai rata-rata akhir semester yang diperoleh oleh 20 orang mahasiswa peserta kuliah, dimana 13 orang (65%) memperoleh nilai A; 7 orang memperoleh nilai B; edan tidak ada yang memperoleh nilai C. jika menggunakan standarisasi pembobotan nilai A=4, B=3, C=2, maka secara totalitas jumlah nilai yang didapat adalah 73. Dari jumlah nilai tersebut, didapatkan rata-rata nilai mahasiswa 73:20=3,65. Bila adikomparasikan dengan interval penilaian berupa huruf termasuk katagori B+ (sangat memuaskan). Berdasarkan hasil tersebut dapat dilegtimasi bahwa metode group investigation, merupakan metode yang cukup evektif dalam proses pembelajaran mata kuliah Metode Penelitian I di Institut Seni Indonesia Denpasar, khususnya pada Program Studi Seni Karawitan.
Kata Kunci : Pembelajaran, Group Investigatio
CAMANA-WANGSAPATRA-SIDDHAWARA DESA SWABUDAYA NAGASEPAHA
Om Swastiastu, Namobudaya, Salam Kebajikan, Rahayu.
Terima kasih dihaturkan ke hadapan Hyang Widi Wasa atas asung kertha wara
nugraha-Nya, pelaksanaan Nata Citta Swabudaya (NCS) Desa Nagasepaha
dapat terlaksana dengan lancar, sukses, dan bermakna.
NCS merupakan pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat yang
diselenggarakan Lembaga Penelitian, Pengabdian Kepada Masyarakat, dan
Pengembangan Pendidikan (LP2MPP) Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar
bermitra dengan Desa Nagasepaha, Kecamatan Buleleng, Kabupaten
Buleleng. Desa Nagasepaha dipilih sebagai mitra NCS karena potensi desa
yang layak dikembangkan dalam bidang seni budaya. Adapun kegiatan NCS
di Desa Nagasepaha terdiri atas penciptaan tari dan iringan (Murdha Nata
Dedarining Aringgit), video promosi Desa Nagasepaha, digital marketing
Desa Nagasepaha, produk inovatif, peletakan prasasti NCS ISI Denpasar dan
buku monografi Desa Nagasepaha. Kegiatan NCS dilaksanakan dengan saling
bersinergi dan bekerja sama dengan seluruh elemen masyarakat yang ada di
Desa Nagasepaha.
Buku monografi Desa Nagasepaha dengan judul Camana-WangsapatraSiddhawara
memberikan gambaran mengenai
Desa Nagasepaha dengan
potensi
sumber daya
alam berupa mata air
yang dijadikan
energi kehidupan
serta
daya
seniman bertalenta
di Den Bukit.
Camana merupakan
sebelas perigi
yang
mengalirkan
tirta
amerta
di
setiap
sudut
Kampung
Naga
(Nagasepaha)
diantaranya
Kayehan
Dedari
dan Petirtan
Taman
Sari.
Wangsapatra
berkaitan
dengan
latar
belakang
karma
desa
sebagai
pelukis
kaca,
seniman anyam
mote,
seniman
emas-perak,
wayang
dan
seniman
seni
pertunjukkan.
Hal
ini
dibuktikan
dengan
adanya
penetapan
lukisan wayang
kaca
Nagasepaha
sebagai
Warisan
Budaya
Tak
Benda (WBTB).
Siddhawara
terkait dengan
keunggulan
kreativitas,
inovasi
dalam taksu berkesenian
masyarakatnya,
ditunjukkan dengan pemujaan
Dewa
Bagus-Sang Taksu
di Pura Dalem Nagasepaha.
Potensi
Desa Nagasepaha
dikembangkan
melalui
program
NCS
sebagai upaya
mendorong
pemajuan
perekonomian masyarakat setempat sejalan visi NCS, yakni mewujudkan
ekosistem seni budaya berkelanjutan. Keluaran NCS yaitu: (1) Murdha Nata:
Dedaring Aringgit; (2) Produk inovatif sulam mote menghasilkan purwarupa
tempat tisu, stubby cooler, dan gelang mote tri datu. Pengembangan lukis
kaca melalui workshop; (3) Digital marketing “Sentra Kerajinan Kampung Naga”; (4) Video promosi “Kampung Naga”; (5) Buku monograf dan artikel;
6) Workshop pembangunan prasasti Nata Citta Swabudaya. Semua produk
yang diciptakan hasil dari kegiatan NCS ini telah terdaftar di Sentra Kekayaan
Intektual ISI Denpasar “Kerthi Widya Mahardika”.
Seluruh tim NCS Desa Nagasepaha menghaturkan terima kasih kepada
seluruh elemen masyarakat Desa Nagasepaha yang telah berkontribusi
dalam pelaksanaan NCS ini.
Om Shanti, Shanti, Shanti Om
Denpasar, 1 Juni 2022
Nyoman Lia Susanthi, S.S., M.A
ARTIK Edisi 2
KATA PENGANTAR
Puja pangastuti sesanthi angayubagia, kami panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa atas tersusunnya buku dengan judul “ARTIK” Edisi 2. Buku ini adalah kumpulan artikel yang ditulis tri civitas akademika ISI Denpasar pada page website ISI Denpasar selama kurun waktu tahun 2020. Kegiatan penulisan artikel pada website ISI Denpasar merupakan rencana kegiatan rutin yang diagendakan setiap tahun oleh UPT. Teknologi Informasi dan komunikasi (TIK) ISI Denpasar. Pada tahun 2020 artikel tersebut dikumpulkan dalam pusparagam artikel. Dengan tujuan untuk menyebarkan lebih luas gagasan-gagasan ilmiah maka dilakukan alih media terbit dari website kedalam buku. Artikel yang diterbitkan dalam buku ARTIK berjumlah 56 judul.
Dalam pembahasan buku ini, meliputi ruang lingkup fenomena maupun keunikan seni dan budaya pada ranah seni pertunjukkan serta seni rupa dan desain. Hal tersebut sesuai dengan filosofi dari nama buku ARTIK yang mengandung makna ART adalah seni dan TIK adalah media awal publikasi melalui teknologi informasi dan komunikasi (TIK) berupa website. Untuk itu pada terbitan awal buku ini, tim penyusun menyadari bahwa terkait dengan hasil akhirnya masih jauh dari sempurna sehingga tim sangat mengharapkan koreksi dan masukan dari berbagai pihak.
Pada kesempatan ini pula, tim penyusun ingin menyampaikan terimakasih kepada Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Rektor ISI Denpasar Prof. Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.SKar., M.Si, Wakil Rektor Bidang Perencanaan dan Kerjasama I Ketut Garwa, S.Sn., M.Sn. Kepala UPT TIK Nyoman Lia Susanthi, S.S.,
iv ARTIK
M.A, Kasubag TIK Ni Luh Kadek Dwi Gunawati, S.E, Staf TIK Ni
Made Dwi Oktaviani, S.Kom., Yulia Ardiani, S.Kom., IB. Gede
Wahyu Antara Dalem, S.Kom., A.A. Gede Bagus Ariana, S.T., M.T.,
I Putu Widi Adnyada, S.Kom, Editor artikel website Prof. Dr. Drs. I
Gede Mugi Raharja, M.Sn serta seluruh penulis artikel yang telah
mempercayakan tulisannya diunggah ke website ISI Denpasar.
Oktober 2020
Tim Penyusu
Inovasi Metode Ceramah-Demonstrasi Dengan Audio-Visual Pada Mata Kuliah Silang Gaya Karawitan
Abstrak
Proses belajar mengajar merupakan suatu rangkaian peristiwa yang cukup kompleks. Keberhasilan proses belajar ditentukan oleh berbagai unsur yang saling terkait satu sama lain. Salah satu unsur yang cukup berpengaruh secara signifikan adalah strategi atau metode pembelajaran. Pemilihan strategi/metode pembelajaran yang tepat akan sangat membantu tercapainya sasaran perkuliahan.
Inovasi metode ceramah-demontrasi dengan audio-visual adalah salah satu strategi/metode pembelajaran dengan sasaran utama adalah pemberian rangsangan ( stimulus ) dalam usaha usaha menggairahkan suasana perkuliahan, khususnya pada mata kuliah silang gaya karawitan ( music etnik nusantara ).
Metode pembelajaran ini bertujuan : (1) sebagai salah satu alternative atau solusi dalam usaha meningkatkan kualitas pembelajaran di STSI Denpasar, khususnya pada program Studi Seni Karawitan, (2) ingin mengetahui efektifitas dari metode pembelajaran ini terhadap motivasi, responbilitas dan pemahaman mahasiswa terhadap materi perkuliahan, (3) ingin mengetahui pengaruh dan dampak pengiring yang ditimbulkan dari penerapan metode ini terhadap hasil belajar mata kuliah silang gaya karawitan ( musik etnik nusantara ), di Program Studi Seni Karawitan STSI Denpasar.
Teori belajar yang digunakan adalah teori yang membicarakan tentang stimulus-respon. Teori-teori yang dimaksud adalah behaviorisme dan operant conditioning (Skiner). Menurut teori behaviorisme, manusia sangat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian di dalam lingkungannya yang akan memberikan pengalaman-pengalaman tertentu kepadanya. Dalam pandangn teori operant conditioning (Skiner), setiap kali memperoleh stimulus, maka seseorang akan memberikan respon berdasarkan hubungan S-R. respon yang diberikan ini dapat sesuai (benar) atau tidak sesuai (salah), dan respon yang benar perlu diberi penguatan.
Untuk mengetahui efektifitas dan tingkat keberhasilan dari penerapan metode ini, terlihat dari data komparasi nilai antar semester yang dicapai oleh 25 orang mahasiswa semester IV pada mata kuliah music nusantara B II tahun akademik 2002/2003 dengan perolehan nilai A= 8 orang/32%, nilai B=10 Orang/40%, nilai C=7 Orang/28%. Setelah diterapkannya metode pengajaran inovatif pada mata kuliah Repertoar D menjadi nilai A = 16 Orang/64%, nilai B = & Orang/28%, dan nilai C = 2 Orang/8%. Hasil ini menunjukan bahwa penerapan metode pengajaran ini menunjukan bahwa cara ini cukup efektif digunakan, khusunya pada mata kuliah silang gaya karawitan (music etnik nusantara)
Resistensi Dan Kompromitas Terhadap Keterlibatan Wanita Dalam Berkesenian Di Minangkabau
Abstrak
Penelitian ini mencoba mengkaji secara kritis ilimiah tentang fenomena resistensi dan kompromitas, terhadap keterlibatan wanita dalam aktivitas berkesenian di Minangkabau. Secara mendasar, penelitian ini brtujuan untuk mencari kebenaran fakta atau informasi tentang adanya anggapan, bahwa melibatkan diri dalam aktivitas brkesenian bagi wanita di Minangkabau merupakan perbuatan ‘sumbang’ atau perilaku ‘menyimpang’ yang dapat member malu pada kaum kerabat pesukuan. Resistensi terutama dari pihak mamak (saudara ibu yang laki-laki), sebagai figure yang berkuasa dalam system kekerabatan matrilineal yang dianut oleh suku bangsa Minangkabau. Pada sisi lain, fakta empiris menunjukan munculnya beberapa seniman wanita yang kemudian melegenda di tengah masyarakat. Untuk mendapatkan jawaban atas fenomena tersebut, ada tiga masalah penelitian yang releven diajukan dalam penelitian ini, yaitu: (1) mengapa terjadi resistensi terhadap keterlibatan wanita dalam dalam aktivitas berkesenian di Minangkabau, terutama dari pihak mamak, (2) apakah keterlibatan wanita dalam aktivitas berkesenian di Minangkabau merupakan bagian dri proses kompromitas, dan (3) sejauh mana kontribusi wanita dalam pengembangan dan pelestarian kesenian tradisional di Minangkabau. Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan, seperti studi kepustakaan, untuk mendapatkan berbagai informasi dari sumber tertulis. Observasi, untuk mengamati berbagai fenomena dan peristiwa yang berkembang di tengah masyarakat. Wawancara dengan informan, narasumber terpilih dan tokoh-tokoh yangmempunyai pengaruh dalam masyarakat.
Hasil penelitian ini menunjukan, terjadinya resistensiterhadap keterlibatan wanita dalam aktifitas berkesenian di Minangkabau merupakan suatu proses rekontruksi social. Pemahaman atau wacana yang bekembang di tengah masyarakat mengidentikkan kehidupan berkesenian dengan dunia laki-laki. Factor moralias dan etik-kulutural yang didasarkan kepada norma adat dan ajaran agama islam, memberikan rambu-rambu yang sangat ketat menyangkut tata pergaulan antara wanita dan laki-laki. Dalam konteks berkesenian, ditenggarai tidak terbebas dari eksploitasi seksual yang snagat berpotensi bagi wanita untuk berbut salah, atau sumbang. Secara etik, adat Minangkabau melarang seseorang tidak saja untuk berbuat salah, karena akan membuat malu keluarga melainkan juga mencegahnya sejak awal dalam bentuk perilaku yang dapat menggiring keperbuatan salah itu, yaitu sumbang.
Trauma sejarah terkait dengan fungsi kesenian di masa lalu ikut menjadi pemicu antipasti masyarakat terhadap dunia berkesenian. Beberapa bentuk seni pertunjukan rakyat sangat erat kaitannya dengan dunia mistik, magig dan difungsikan untuk hal-hal yang sifatnya negative. Saluang sirompak misalnya, pada masa dahulu difungsikan untuk mengguna-gunai seorang gadis akibat cinta seorang pemuda yang di tolak. Wanita yang terkena sirompak biasanya sulit disembuhkan dan tidak jarang menjadi gila. Demikian juga halnya dengan pendukung kesenian di masa lalu yang di sebut dengan parewa. Pada dasarnya masyarakat anti kepada sikap dan tingkah laku parewa. Kehadiran mereka menimbulkan konflik psikologis ditengah masyarakat. Golongan adat kurang mempedulikan sikap parewa, sementara golongan alim ulama sangat enggan dan benci kepada parewa, karena semua tingkah laku dan perbuatan mereka bertentangan dan tidak sesuai dengan ajaran islam. Oleh karena itu, kesenian yang dikembangkan dan dimainkan oleh parewa juga ikut dibenci oleh golongan alim ulama. Bahkan sampai sekarang, masih terdapat ulama ortodok di Minangkabau yang tetap menganggap kesenian sebagai pekerja yang hukumnya haram
Nawa Swara Gamelan Sistem Sebilan Nada Dalam Satu Gembyang Tahun Kedua
Abstrak
Nada dan tangga nada, merupakan salah satu unsur yang paling mendasar dari sebuah musik. Nada dan tangga nada musik dari berbagai suku bangsa di dunia memiliki identitas, karakter, dan keunikan tersendiri. Ilmu pengetahuan yang berkembang dwasa ini membedakan tangga nada music menjadi dua yaitu pentatonic (lima nada) dan diatonic (7 nada). Secara umum, masing-masing tangga nada yang ada terdiri dari tujuh nada dalam satu oktaf. Jika dilakukan pengamatan secara cermat dan teliti, terdapat fakta dan kemungkinan lain dalam sebuah bentuk tangga nada terdiri dari Sembilan nada dalam satu oktaf.
Konsep Sembilan nada dalam satu oktaf pernah di rumuskan dalam dua orang musikolog Indonesia yaitu Raden Mahyar Angga KusumaDinata dan R. Hardjo Subroto. Pada gamelan Bali hal tersebut tersirat dalam lontar prakempa. Konsep musical yang sesungguhnya menarik ini, belum pernah di teliti dan dilakukan pengkajian yang mendalam. Dalam konteks inilah, nawa swara (system nada pada gamelan dengan menggunakan Sembilan pada dalam satu oktaf); sebagai suatu bentuk penelitian terapan dilakukan.
Tujuan jangka panjang penelitian ini adalah membuat sebuah model gamelan dengan system Sembilan nada dalam satu oktaf. Jika penelitian dapat diwujudkan, akan memberikan konstribusi yang sangat signifikan dalam menunjang kreativitas seniman karawitan. Penelitian ini diperkirakan akan memakan waktu antara tiga tahun dengan masing-masing capaian setiap tahunnya berupa sebuah model instrument gamelan.
Penelitian tahun pertama dilakukan dengan menggunakan metode observasi lapangan untuk mencari nada dasar. Metode observasi kepustakan untuk menelaah hasil-hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan interval nada. Metode observasi laboratorium yang menggunakan software Nuendo H20 serta Plug in RMIV untuk mencari sampler nada dan interval. Hasil yang didapat, kemudian direalisasikan dalam bentuk instrumen yang terbuat dari kayu, dan selanjutnya diujicobakan dalam bentuk praktis berkarawitan.
Pada tahun pertama penelitian ini telah dihasilkan sebuah model virtual nada-nada yang terdapat pada system Sembilan nada dengan cara menaikan setengah nada pada interval panjang yang terdapat dalam gamelan jawa laras pelog 7 nada, yaitu nada 3+ dan 7+, sehingga nada-nada yang terdapat dalam system Sembilan nada berdasarkan notasi kepatihan adalah 1,2,3,3+,4,5,6,7,dan 7+. Penelitian pada tahun pertama ini telah ditemukan pula bukti baru tentang system laras 10 nada yaitu dengan cara menaikan setengah nada pada interval nada yang terdapat dalam gamelan jawa laras slendro yaitu 1+,2+,3+,5+,dan 6+, sehingga system 10 nada dalam laras slendro berdasarkan notasi kepatihan adalah 1,1+,2,2+,3,3+,5,5+,6,6+.
Penelitian tahun kedua dilakukan membentuk prototype gamelan nawa swara, yang mengikuti model gamelan jawa dengan format instrument untuk pengolahan bunyi dengan wujud “bilah” dibuat dengan menyerupai instrument gambang karena banyaknya bilah yang ada. Sedangkan untuk pengolah bunyi dengan wujud pencon dibuat menyerupai instrumen bonang tetapi lebih melebar karena terdapat penambahan 4 buah nada atau sekiotar 50 cm dari bonang gamelan jawa laras pelog. Instrument bonang dibuat 1 buah, instrument demung 2 buah, instrument saron 4 buah, dan instrument peking 2 buah. Percobaan praktek menabuh dilakukan dengan menerapkan 8 gending yang berbeda dari 4 daerah yaitu Sunda, Jawa, Bali, Minang.
Pada tahun kedua penelitian ini telah ditemukan bahwa pemisahan laras pelog dan slendro yang selama ini ada pada karawitan nusantara, maka gending-gending yang dimainkan oleh gamelan nawa swara tidak mengenal laras pelog dan selendro. temuan baru pada penelitian tahun kedua ini adalah dihasilkannya system notasi yang mengadopsi dari berbagai system notasi yang ada dalam music nusantara. System notasi ini khusus dibuat untuk gamelan Nawa Swara, namun tidak tertutup kemungkinan jika system tersebut dikembangkan menjadi system notasi karawitan yang mempunyai format 9 nada dalam satu gembyang. Adapun system notasi tersebut adalah 1 2 3 3+ 4 5 6 7 7+ dengan pembacaannya ji, ro, lu, le, pat, mo, nem, pi, pe.
Jika penelitian ini mendapat perpanjangan untuk tahun ketiga, akan didesiminasikan dan ditawarkan ke sanggar-sanggar yang ada di denpasar dan juga pada masyarakat luas terutama pada sanggar-sanggar yang ada di denpasar untuk pengenalan dan penyebaran gamelan dengan system Sembilan nada
Pawongan
Dalam penciptaan sebuah karya seni khususnya seni karawitan, ide merupakan langkah
awal dalam mewujudkan sebuah karya, dengan kata lain proses penciptaan sebuah karya seni
didasari oleh ide sebagai titik awal mewujudkan sebuah karya seni. Ide dapat diperoleh dimana
saja, kapan saja, tentang fenomena sosial, fenomena psikologis, serta fenomena yang berkaitan
dengan kehidupan manusia dalam bermasyarakat (kontekstual). Keharmonisan dalam hubungan
antar umat manusia merupakan sebuah kehidupan sosial yang sangat menarik untuk dibahas.
Dalam mencapai sebuah keharmonisan tentu ada proses-proses yang akan dilalui untuk tercapai
nya sebuah keharmonisan dalam hubungan antar sesama manusia. Pawongan merupakan salah
satu aspek yang terkandung dalam konsep Tri Hita Karana yang secara luas membahas mengenai
hubungan antar umat manusia dalam mencapai keharmonisan, serta Pawongan telah menjadi
judul dari karya ini. Berfikir, berkata, dan berbuat yang baik akan menjadi landasan dasar dalam
proses tercapainya hubungan yang harmonis dalam hubungan antar manusia. Dari ide yang telah
diperoleh penata berkeinginan untuk mengolahnya kedalam sebuah karya seni karawitan
instrumental yang menggunakan gamelan Angklung Kebyar sebagai media ungkap bertujuan
untuk memberikan nuansa baru serta pengolahan secara kekinian menurut cara tafsir penata
terhadap gamelan Angklung. Pengeksplorasian serta daya kreativitas dalam mengolah gamelan
Angklung tentu sangat diperlukan, terlebih Angklung yang digunakan dalam karya ini
menggunakan 4 nada, maka daya kreativitas dalam pengolahhannya sangat diperlukan sesuai
dengan ide serta konsep garap pada karya ini.
Kata Kunci: Ide, Pawongan, Karya Sen
Pujastuti
Dalam ajaran agama Hindu kita mengenal adanya upacara-upacara yadnya yang sering
dilakukan oleh umat Hindu dengan tujuan untuk melakukan persembahan kepada Tuhan (Sang Hyang
Widhi Wasa). Masyarakat Bali yang menganut ajaran agama Hindu pada umumnya melakukan pemujaan
dengan sarana seperti sesajen. Penggunaan media bunga, air, api, daun, buah, dan hewan dan sejenisnya
sebagai media persembahan, serta penambahan unsur-unsur Panca Maha Bhuta, yaitu lima unsur
kehidupan di alam semesta, seperti pertiwi (tanah), Apah (air), Teja (api), Bayu (angin), Akasa (ruang)
yang selalu melekat dalam Upakara Yadnya Hindu Bali.
Pujastuti merupakan suatu pemujaan secara tulus iklas. Kata pujastuti dilihat dari
pembendaharaan kata dapat dibagi 2 yaitu ; puja yang artinya pemujaan dan astuti yang artinya tulus iklas
jadi pujastuti sesuai dengan ajaran agama Hindu merupakan suatu persembahan atau pemujaan terhadap
Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) dengan tulus iklas.
Dari pandangan tersebut akhirnya penata penata mengangkat tentang pemujaan dengan
persembahan yadnya secara tulus iklas dan berbagai unsur kaidah upacara yadnya umat Hindu. Unsur
kaidah yadnya akan membentuk suatu sifat keadaan, suasana, pengkarakteran, dan berbagai unsur yang
terbentuk didalamnya kata pemujaan secara tulus iklas disesuaikan menjadi sebuah kata puja dan astuti,
yang kemudian ditransormasikan kedalam bahasa musik yaitu nada, tempo, ritme, dinamika, harmoni,
dan perubahan suatu tangga nada menjadi sebuah satu kesatuan komposisi yang utuh musik karawitan
Bali. Penata menyajikan garapan ini menggunakan seperangkat gamelan Gong Kebyar berbentuk ke
dalam kreasi pepanggulan.
Kata kunci: Pujastuti, Puja, Astut
Mabiasa
Komposisi karawitan ini berjudul “Mabiasa” yang memiliki makna yaitu sebuah ungkapan
kegembiraan dari upacara yang telah dilaksanakan. Tujuan dari garapan karya seni karawitan ini adalah untuk
dapat mengungkapkan suasana pelaksanaan dari upacara tradisi mabiasa kedalam sebuah komposisi karawitan
yang memakai media ungkap gamelan Slonding. Dalam garapan ini saih yang digunakan yaitu saih sondong (1345-7-8),
saih salah (-234-67-), saih panji marga (123-56-8), saih puja semara (12-45-78). Dalam penyajian
garapan ini, lebih tertuju pada perbagian yang dimana masing-masing bagian memiliki karakteristik secara
musikal berbeda yang menggambarkan suasana pada masing-masing bagian, dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :
bagian I: suasana persiapan dan perjalanan masyarakat menuju pura, bagian II : suasana tradisi mabiasa, bagian
III : suasana masyarakat menghaturkan bakti setelah itu suasana masyarakat kembali pulang ke rumah masingmasing
atau
mepamit.
Garapan komposisi karawitan ini merupakan sebuah bentuk komposisi karawitan kreasi dan tidak
meninggalkan kaidah-kaidah tertentu dalam karawitan Bali, seperti motif-motif lagu, teknik permainan, serta
tata penyajian. Komposisi karawitan “Mabiasa” ini merupakan hasil sebuah pengembangan secara individu,
melalui proses eksplorasi dan eksperimen untuk menghasilkan karya seni yang baru.
Tradisi mabiasa yang dilaksanakan di Desa Adat Jempeng, memberikan inspirasi dan ide-ide untuk
mengungkapkan tradisi tersebut kedalam sebuah bentuk komposisi karawitan dengan konsep dari perjalanan
masyarakat menuju pura, kemudian dimulainya Tradisi Mabiasa, dan sampai semua rangkaian upacara selesai,
dengan mengangkat judul yaitu “Mabiasa”.
Kata kunci : Mabiasa, Slonding, Tradisi
Atutan
Penciptaan sebuah karya seni karawitan memerlukan sebuah ide dalam penggarapannya. Membuat
sesuatu hal yang baru harus dilandasi dengan pemahaman dan mempelajari yang sudah ada. Sebuah karya baru
adalah eksperimen penata dalam mengolah sebuah teknik-teknik permainan dengan menggunakan sistem
poliphonic dan counterpoint. Mendapatkan sebuah ide dengan menyandingkan laras pelog dan slendro
menggunakan barungan gamelan Gong Kebyar dan Angklung terinspirasi dari keadaan lingkungan sekitar.
Penyandingan laras pelog dan slendro adalah kunci dari terbentuknya karya seni Atutan.
Atutan berasal dari kata patutan yang berarti laras atau sistem pelarasan. Tumbuk-tumbuk nada adalah
sebuah sistem cara kerja dari karya Atutan. Tumbuk-tumbukan nada berarti bertabrakan antara nada pelog dan
slendro. Pengolahang dari lima nada pelog dan empat nada slendro adalah sebuah tangtangan bagi penata dalam
proses berkreativitas dan pengolahan kotekan dengan menaruh permainan polos di pelog dan sangsih di slendro
adalah keunikan dari garapan karya seni Atutan.
Dari ide tersebut penata dapat menggarap karya Atutan dengan menggunakan media ungkap Gong
Kebyar dan Angklung menggunakan sistem cara kerja yang sudah ditentukan.
Kata Kunci : Atutan, Patutan, Penyadinga