5 research outputs found

    OH-9 Master Trainer One Health: Jejaring Dan Peran Dalam Pencegahan Dan Pengendalian Zoonosis Dan Penyakit Infeski Baru/Berulang Secara Berkelanjutan

    Get PDF
    PENDAHULUANIndonesia merupakan salah satu hot spot didunia untuk kasus penyakit infeksi baru/berulang (PIB)-Emerging Infectious Disease (EID).  Adanya ancaman yang nyata dari PIB dan Zoonosis tertarget membutuhkan pendekatan One Health (OH).  Penanggulangan dan pengendalian penyakit zoonosis dan PIB secara global bergerak ke arah OH.  Konsep One Health dikembangkan dengan maksud untuk menjawab tantangan ini.  Konsep ini menitikberatkan pada pendekatan multi sektoral serta kerjasama dan kolaborasi lintas sektor .Untuk melaksanakan kegiatan tersebut diperlukan peningkatan kapasitas bagi petugas lapangan.  Petugas lapangan merupakan petugas terdepan dalam melakukan pencegahan dan pengendalian zoonosis dan PIB.  Peran petugas lapangan menjadi sangat krusial terutama dalam upaya mencegah penakit atau wabah menyebar lebih besar dan pencegahan awal.Peningkatan kapasitas petugas lapangan merupakan upaya yang terus berlanjut.  Peningkatan kompetensi petugas lapangan merupakan investasi jangka panjang.  Untuk itu dalam memastikan upaya keberlanjutan diperlukan suatu program peningkatan kapasitas yang disalurkan melalui Master Trainer.  Master trainer dianggap suatu pendekatan efisien dan berkelanjutan selain juga merupakan bentuk knowledge transfer dari suatu program.Tujuan dari kegiatan ini adalah:Membentuk MT OH lintas sector yang handal dan menjadi fasilitator dalam membentuk kompentesi para petugas lapanganMembentuk kerangka kerja pembentukan MT OH lintas setor yang dapat diadopsi oleh Pemerintah RIMembentuk MT untuk keberlanjutan kegiatan peningkatan kapasitas One Health lintas secto

    OH-9 Master Trainer One Health: Jejaring Dan Peran Dalam Pencegahan Dan Pengendalian Zoonosis Dan Penyakit Infeski Baru/Berulang Secara Berkelanjutan

    Get PDF
    PENDAHULUANIndonesia merupakan salah satu hot spot didunia untuk kasus penyakit infeksi baru/berulang (PIB)-Emerging Infectious Disease (EID).  Adanya ancaman yang nyata dari PIB dan Zoonosis tertarget membutuhkan pendekatan One Health (OH).  Penanggulangan dan pengendalian penyakit zoonosis dan PIB secara global bergerak ke arah OH.  Konsep One Health dikembangkan dengan maksud untuk menjawab tantangan ini.  Konsep ini menitikberatkan pada pendekatan multi sektoral serta kerjasama dan kolaborasi lintas sektor .Untuk melaksanakan kegiatan tersebut diperlukan peningkatan kapasitas bagi petugas lapangan.  Petugas lapangan merupakan petugas terdepan dalam melakukan pencegahan dan pengendalian zoonosis dan PIB.  Peran petugas lapangan menjadi sangat krusial terutama dalam upaya mencegah penakit atau wabah menyebar lebih besar dan pencegahan awal.Peningkatan kapasitas petugas lapangan merupakan upaya yang terus berlanjut.  Peningkatan kompetensi petugas lapangan merupakan investasi jangka panjang.  Untuk itu dalam memastikan upaya keberlanjutan diperlukan suatu program peningkatan kapasitas yang disalurkan melalui Master Trainer.  Master trainer dianggap suatu pendekatan efisien dan berkelanjutan selain juga merupakan bentuk knowledge transfer dari suatu program.Tujuan dari kegiatan ini adalah:Membentuk MT OH lintas sector yang handal dan menjadi fasilitator dalam membentuk kompentesi para petugas lapanganMembentuk kerangka kerja pembentukan MT OH lintas setor yang dapat diadopsi oleh Pemerintah RIMembentuk MT untuk keberlanjutan kegiatan peningkatan kapasitas One Health lintas secto

    OH-4 Upaya Keberlanjutan Program Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis Tertarget dan PIB dengan Pendekatan One Health Melalui Pemanfaatan Dana Desa

    Get PDF
    PENDAHULUANMunculnya kembali Penyakit Infeksi Baru/Berulang (PIB-Emerging infectious diseases (EIDs)) semakin cepat terjadi. Diperkirakan lima PIB muncul setiap tahun, tiga diantaranya bersifat zoonosis. Pendekatan One Health dianggap sebagai solusi dari permasalahan yang timbul akibat wabah zoonosis dan PIB. Pendekatan One Health menekankan kerja sama antar disiplin, berbagi informasi dan kolaborasi di semua tingkat dari pengambil kebijakan hingga petugas lapangan, terutama dalam surveilans. Keterbatasan SDM di tingkat lapangan dengan cakupan area yang sangat luas dianggap dapat diatasi dengan pelibatan peran aktif masyarakat dalam meningkatkan upaya deteksi dini dan pelaporan awal zoonosis dan PIB. Namun demikian program tersebut memiliki tantangan signifikan terkait dana operasional kader yang merupakan bagian dari masyarakat

    OH-5 Tata Laksana Kasus Gigitan Terpadu (TAKGIT) Sebagai Model Implementasi One Health dalam Optimalisasi Pengendalian Rabies di Bali

    Get PDF
    PENDAHULUANIndonesia merupakan salah satu negara endemis rabies. Salah satu provinsi dengan jumlah kasus rabies yang tinggi adalah Provinsi Bali. Sejak November 2008 Provinsi Bali dinyatakan tertular rabies dengan jumlah manusia meninggal karena rabies dari tahun 2008 - 2017 mencapai 170 orang, sedangkan Kasus positif rabies HPR berjumlah 1.716 kasus.Beberapa upaya pengendalian telah dilakukan untuk menekan kejadian kasus rabies. Salah satu program yang cukup efektif adalah program pengendalian yang dilaksanakan secara terpadu dan lintas sektor yang sering disebut Tata laksana Kasus Gigitan Terpadu (TAKGIT). TAKGIT merupakan salah satu implementasi pendekatan “ONE Health” dan merupakan panduan bagi petugas lapangan dalam merespon dan menindaklanjuti kejadian kasus gigitan hewan diduga rabies yang dikoordinasikan lintas sektor (kesehatan manusia dan kesehatan hewan). Tujuan penulisan ini adalah untuk menggambarkan peran TAKGIT dalam merespon kasus gigitan diduga hewan pembawa rabies (HPR) dan kontribusinya menurunkan kasus pada manusia

    Immunogenicity of Oral Rabies Vaccine Strain SPBN GASGAS in Local Dogs in Bali, Indonesia

    No full text
    Dog-mediated rabies is endemic in much of Indonesia, including Bali. Most dogs in Bali are free-roaming and often inaccessible for parenteral vaccination without special effort. Oral rabies vaccination (ORV) is considered a promising alternative to increase vaccination coverage in these dogs. This study assessed immunogenicity in local dogs in Bali after oral administration of the highly attenuated third-generation rabies virus vaccine strain SPBN GASGAS. Dogs received the oral rabies vaccine either directly or by being offered an egg-flavored bait that contained a vaccine-loaded sachet. The humoral immune response was then compared with two further groups of dogs: a group that received a parenteral inactivated rabies vaccine and an unvaccinated control group. The animals were bled prior to vaccination and between 27 and 32 days after vaccination. The blood samples were tested for the presence of virus-binding antibodies using ELISA. The seroconversion rate in the three groups of vaccinated dogs did not differ significantly: bait: 88.9%; direct-oral: 94.1%; parenteral: 90.9%; control: 0%. There was no significant quantitative difference in the level of antibodies between orally and parenterally vaccinated dogs. This study confirms that SPBN GASGAS is capable of inducing an adequate immune response comparable to a parenteral vaccine under field conditions in Indonesia
    corecore