8 research outputs found

    Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa pada Pemerintah Desa Dermaji Kecamatan Lumbir Kabupaten Banyumas

    Get PDF
    Pada era desentralisasi, pemerintah dituntut agar mampu mewujudkan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Kebijakan publik dalam suatu sistem demokrasi akan lebih sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat, karena pembuat kebijakan maupun manajer publik dipilih oleh masyarakat, sehingga masyarakat menuntut kondisi pemerintah yang bersih, tanggung jawab, dan transparan, sehingga kebutuhan terhadap akuntabilitas keuangan pemerintah semakin tinggi. Namun ditemukan kegagalan akuntabilitas keuangan organisasi pemerintah yang menunjukan bahwa keberhasilan dan kegagalan program kegiatan hanya berdasarakan penyerapan anggaran, penyusunan laporan akuntabilitas dianggap sebagai formalitas dan rendahnya kualitas substansi, keakurasian informasi. Salah satu daerah yang mengalami permasalahan lemahnya akuntabilitas pengelolaan keuangan negara yakni Kabupaten Banyumas. Dimana program dana desa yang merupakan bagian dari APBN pada tahun 2016 di Kabupaten Banyumas menunjukan masih rendahnya akuntabilitas pengelolaan dana desa. Hal ini terjadi ketika kompetensi sumber daya aparatur desa yang belum merata dan terjadinya keterlambatan pelaporan pertanggungjawaban oleh beberapa desa yang berdampak pada keseluruhan desa di Kabupaten Banyumas. Desa Dermaji merupakan desa yang penggunaan dana desanya terserap paling tinggi di Kecamatan Lumbir serta banyak prestasi yang dicapai Desa Dermaji, sehingga hal ini menarik untuk diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akuntabilitas pengelolaan dana desa pada Pemerintah Desa Dermaji Kecamatan Lumbir Kabupaten Banyumas tahun 2016. Penelitian ini menggunakan teori akuntabilitas dari Koppell dengan pendekatan tranparancy, liability, controlability, responsibility, dan responsiveness yang diyakini relevan dengan permasalahan akuntabilitas dana desa di Dermaji. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang diarahkan pada latar individu secara holistik (utuh) berupa kata-kata dan gambar. Pemilihan informan menggunakan teknik purposive sampling pemilihan informan yang benar-benar mengerti tentang informasi objek penelitian dan informan dapat dipercaya sebagai sumber data yang berkompeten dan untuk memperoleh data dengan menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan model analisis interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Sedangkan validitas data menggunakan triangulasi sumber yaitu dengan membandingkan dan mengecek kembali tingkat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh. Hasil penelitian menunjukan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa pada Pemerintah Desa Dermaji telah berhasil dilihat dari aspek transparancy, dimana publik dapat mengakses dengan mudah pertanggungjawaban pengelolaan dana desa melalui media informasi yang ada baik laman desa maupun infografik APBDes Desa Dermaji. Aspek liability, bahwa Pemerintah Desa Dermaji dalam melakukan kegiatan pengelolaan dana desa telah melalui pola penjaringan Tim PTPKD sesuai aturan dan telah memahami konsekuensi yang diterimanya. Aspek controllability, mekanisme pertanggungjawaban yang telah dilakukan Pemerintah Desa Dermaji sesuai dengan ketentuan yang berlaku baik secara vertikal maupun horizontal serta menjaga komunikasi dan koordinasi antar lembaga pemerintahan. Aspek responsibility, pengelolaan dana desa pada Pemerintah Desa Dermaji dengan menetapkan standar kompetensi serta Kepala Desa yang berkompeten dalam pengelolaan pembangunan desa serta kepatuhan pada aturan yang telah ditetapkan. Aspek responsiveness, daya tanggap kebutuhan publik pada Pemerintah Desa Dermaji dibangun dengan adanya komunikasi yang baik melalui musyawarah serta tujuan Desa Dermaji yang dapat dipahami oleh perangkat desa maupun masyarakat. Disamping itu peran kepala desa yang berkompeten dalam manajemen pembangunan desa yang dibangun melalui jaringan aspirasi masyarakat dan dedikasi yang tinggi untuk perubahan kearah yang lebih bai

    KAPASITAS PEMERINTAH DESA DERMAJI KABUPATEN BANYUMAS DALAM PENGURANGAN RISIKO BENCANA

    Get PDF
    The capacity of the village government is demanded to be able to respond to public needs in one sector, namely disaster. Where a disaster is a condition of events that are beyond human ability that causes loss of life and property. So this requires a quick response attitude from stakeholders as an effort to joint obligations, one of which is the important role of the village government. The number of landslide disasters in each sub-district in Banyumas Regency in 2014-2016, Lumbir District, was the most frequent occurrence of 20 times. Dermaji Village is the village most frequently hit by landslides in Lumbir District, recorded 8 times from 2014-2016. The importance of research on the capacity of the Village Government in efforts to reduce disaster risk, the purpose of this study is to analyze the capacity of the Village Government of Dermaji, Banyumas Regency in disaster risk reduction. The research method used is a qualitative method to obtain accurate information from competent informants. The results of the study show that the Dermaji Village Government has not yet established a disaster management regulation as a mitigation effort, so it is necessary to formulate a disaster risk reduction policy formulation at the village level with the support and awareness of the community as an effort of legitimacy and legality

    DESENTRALISASI PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN WONOSOBO

    Get PDF
    Salah satu bentuk desentralisasi dalam pelayanan publik dapat dilihat dari pelaksanaan Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN). Maksud penyelenggaraan PATEN telah tercantum dalam Permendagri Nomor 4 Tahun 2010 Pasal 3 yang diantaranya mengamanatkan bahwa kecamatan sebagai pusat pelayanan masyarakat dan menjadi simpul pelayanan bagi kantor/badan pelayanan terpadu di kabupaten/kota. Penyelenggaraan PATEN sekaligus menambah peran kecamatan, bukan hanya mengkoordinasikan pelaksanaan pemerintahan desa, melainkan juga unit pelayanan publik. Kecamatan sebagai penyelenggara PATEN dianggap belum maksimal menyelenggarakan pelayanan publik sebagaimana yang diharapkan pemerintah kabupaten karena berbagai keterbatasan sehingga kurang mampu memberikan pelayanan yang optimal, serta keterbatasan sarana dan prasarana sehingga tidak mampu menyediakan kenyamanan dalam proses pelayanan publik. Kondisi demikian membuat masyarakat mengharapkan pemerintah agar keberadaan kecamatan mampu memenuhi seluruh kebutuhan pelayanan dasar masyarakat. Berdasarkan hal tersebut maka kajian Blue Print Pengembangan Kecamatan dalam Desentralisasi Pelayanan Publik di Kabupaten Wonosobo penting untuk dilaksanakan

    KEPUASAN MASYARAKAT TERHADAP PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN PURBALINGGA

    Get PDF
    Pemerintah Daerah Kabupaten Purbalingga pada tahun 2016 memiliki 32 unit kerja beragam. Upaya untuk melihat kualitas penyelenggaraan pelayanan publik salah satunya melalui Survei Kepuasan Masyarakat (SKM). Adapun metode penelitian yang dipilih adalah survei dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen utama. Lokasi penelitian berada pada tujuh instansi yakni DPMPTSP, Dinas Arsip dan Perpustakaan, Dinas Tenaga Kerja, Kecamatan Mrebet, RSUD dr. Goeteng Taroenadibrata, UPTD Puskesmas Mrebet, dan UPTD Puskeswan. Populasi penelitian adalah mereka yang pernah mendapatkan pelayanan pada lokasi penelitian. Penentuan untuk jumlah sampel dilakukan menggunakan Tabel Morgan dan Krejcie dan diperoleh total sampel sebesar 2.279 responden. Penelitian dilakukan dalam kurun waktu dua minggu. Mengacu Kepmen PAN No. 14 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan Survei Kepuasan Masyarakat Unit Penyelenggara Pelayanan Publik, nilai IKM dihitung dengan menggunakan nilai rata-rata tertimbang unsur pelayanan yang disurvei. Dalam penelitian ini ada 9 unsur pelayanan yang dinilai meliputi beberapa unsur diantaranya persyaratan, sistem, mekanisme dan prosedur, waktu penyelesaian, biaya/tarif, produk spesifikasi jenis pelayanan, kompetensi pelaksana, perilaku pelaksana, penangan pengaduan, saran dan masukan, serta sarana dan prasarana. Ketujuh OPD yang disurvei ada enam OPD yang mendapatkan nilai SKM pada kategori baik dan ada satu OPD yang mendapatkan nilai SKM pada kategori kurang baik. Nilai SKM yang tinggi menunjukkan bahwa pelayanan yang diberikan oleh OPD sudah melebihi harapan dari pengguna layanan. Nilai SKM tertinggi sebesar 80.62 dengan kategori kinerja layanan Baik (B) diperoleh Dinas Arsip dan Perpustakaan. Sedangkan nilai SKM terendah sebesar 75.64 dengan kategori layanan Kurang Baik (C) diperoleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa SKM pada OPD di Kabupaten Purbalingga masuk kategori Baik (B) yakni pada rentang 76.61 – 88.30. Hal ini berarti secara umum instansi tersebut telah mampu memberikan pelayanan dengan baik sesuai dengan harapan masyarakat. Perilaku pelaksana berpengaruh terhadap semua unsur

    Implementasi Kesiapsiagaan PT Daya Radar Utama dalam Menghadapi Risiko Bencana

    Get PDF
    The implementation of the policy is not just discussing the problem of implementing the decision, but further the implementation of the policy discusses the actualization step which is more interactive between the government and the community. Disaster preparedness is one of the important concerns in non-natural preparedness, namely minimizing the risk of technological failure on ships. Oftentimes news of ship accidents occur because of technological failures and the unreadiness of personnel to provide facilities in the ship production process. The purpose of this study is to examine the implementation of PT DRU's preparedness in dealing with disaster risks. In general, PT DRU has not yet collaborated with various disaster agencies to anticipate the occurrence of major disaster risks. The responsiveness of PT DRU through HSE as a unit that handles disaster preparedness on an internal basis shows the organization's lack of progress in increasing the capacity of personnel and completeness of safety facilities. In the organizational unit it shows that HSE was formed when PT DRU was established because of the importance of disaster risk management units by optimizing disaster preparedness through training.Pelaksanaan implementasi kebijakan bukan hanya sekedar membahas masalah pelaksanaan keputusan, tetapi secara lebih jauh implementasi kebijakan membahas mengenai langkah aktualisasi yang lebih bersifat interaktif antara pemerintah dan masyarakat. Kesiapsiagaan bencana salah satu perhatian penting dalam kesiapsiagaan non alam yakni meminimalisir risiko terjadinya kegagalan teknologi pada kapal. Sering kali berita kecelakaan kapal terjadi karena kegagalan teknologi maupun ketidaksiapan dari personel untuk memenuhi fasilitas dalam proses produksi kapal. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji implementasi kesiapsiagaan PT DRU dalam menghadapi risiko bencana. Secara umum PT DRU belum menjalankan kolaborasi dengan berbagai instansi kebencanaan untuk mengantisipasi terjadinya risiko bencana yang besar. Responsivitas PT DRU melalui HSE sebagai unit yang menangani kesiapsiagaan bencana dalam lingkup internal menunjukkan adanya ketidakmajuan organisasi dalam peningkatan kapasitas personel maupun kelengkapan fasilitas keselamatan. Dalam unit organisasi menunjukan bahwa HSE terbentuk saat PT DRU berdiri karena mengingat pentingnya unit pengelolaan risiko bencana dengan mengoptimalkan kesiapsiagaan bencana melalui pelatihan-pelatihan

    Implementasi Kesiapsiagaan PT Daya Radar Utama dalam Menghadapi Risiko Bencana

    Get PDF
    The implementation of the policy is not just discussing the problem of implementing the decision, but further the implementation of the policy discusses the actualization step which is more interactive between the government and the community. Disaster preparedness is one of the important concerns in non-natural preparedness, namely minimizing the risk of technological failure on ships. Oftentimes news of ship accidents occur because of technological failures and the unreadiness of personnel to provide facilities in the ship production process. The purpose of this study is to examine the implementation of PT DRU's preparedness in dealing with disaster risks. In general, PT DRU has not yet collaborated with various disaster agencies to anticipate the occurrence of major disaster risks. The responsiveness of PT DRU through HSE as a unit that handles disaster preparedness on an internal basis shows the organization's lack of progress in increasing the capacity of personnel and completeness of safety facilities. In the organizational unit it shows that HSE was formed when PT DRU was established because of the importance of disaster risk management units by optimizing disaster preparedness through training.Pelaksanaan implementasi kebijakan bukan hanya sekedar membahas masalah pelaksanaan keputusan, tetapi secara lebih jauh implementasi kebijakan membahas mengenai langkah aktualisasi yang lebih bersifat interaktif antara pemerintah dan masyarakat. Kesiapsiagaan bencana salah satu perhatian penting dalam kesiapsiagaan non alam yakni meminimalisir risiko terjadinya kegagalan teknologi pada kapal. Sering kali berita kecelakaan kapal terjadi karena kegagalan teknologi maupun ketidaksiapan dari personel untuk memenuhi fasilitas dalam proses produksi kapal. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji implementasi kesiapsiagaan PT DRU dalam menghadapi risiko bencana. Secara umum PT DRU belum menjalankan kolaborasi dengan berbagai instansi kebencanaan untuk mengantisipasi terjadinya risiko bencana yang besar. Responsivitas PT DRU melalui HSE sebagai unit yang menangani kesiapsiagaan bencana dalam lingkup internal menunjukkan adanya ketidakmajuan organisasi dalam peningkatan kapasitas personel maupun kelengkapan fasilitas keselamatan. Dalam unit organisasi menunjukan bahwa HSE terbentuk saat PT DRU berdiri karena mengingat pentingnya unit pengelolaan risiko bencana dengan mengoptimalkan kesiapsiagaan bencana melalui pelatihan-pelatihan

    Kearifan Lokal dan Partisipasi Persekutuan Dayak Kalimantan Timur dalam Menghadapi Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan

    Get PDF
    Balikpapan City is a buffer city for the for the new National Capital in the Province of East Kalimantan, which is not spared from forest and land fires. In tackling forest and land fires the actors who play a role are the community. Strengthening community institutions, in this case, the East Kalimantan Dayak Alliance, provides a stimulus for the development of disaster management in the regions. But this is not in line with what is expected. Often these customary institutions are not involved in development planning so there are many records for the government so that the involvement and representation of indigenous peoples can be accommodated. This study aims to analyze the culture of local wisdom and approach of participation of the East Kalimantan Dayak Alliance in Balikpapan City in dealing with forest and land fire disasters. The research approach used in this study is a qualitative method using a purposive sampling technique. Data obtained through interviews, observations and documentation. The results showed that local wisdom was reflected in long-standing living habits in managing land. The Dayak community has a quick response in extinguishing fires and has active participation in fighting forest and land fires
    corecore