MANAJEMEN LEMBAGA PENDIDIKAN DAYAH

Maju mundurnya suatu lembaga pendidikan sangat tergantung pada manajemen kelembagaannya, dalam istilah lain manajemen lembaga pendidikan mutlak diperlukan, adapun ruang lingkup manajemen meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan. Tahap pertama adalah perencanaan yang meliputi perencanaan tenaga kependidikan, tenaga pendidikan, peserta didik, kurikulum dan sarana prasarana. Tahap kedua adalah pengorganisasian semua elemen lembaga serta pembagian tugasnya masing-masing. Tahap ketiga adalah tahap pengarahan semua elemen untuk melaksanakan tugas sesuai fungsinya masing-masing-masing. Tahap keempat setelah pengarahan adalah pengawasan. Pengawasan dilakukan untuk memastikan semua perencanaan terlaksana dengan baik. Melihat pentingnya manajemen dalam sebuah lembaga, maka institusi pendidikan khususnya pendidikan dayah telah melakukan berbagai usaha manajerial kelembagaan. Setelah MoU Helsinky tahun 2005 kedudukan lembaga pendidikan dayah hampir sama dengan lembaga pendidikan resmi lainnya di Aceh. Dengan meningkatnya status dan kedudukan dayah, maka lembaga pendidikan dayah pun telah berupaya melakukan manajemen ke arah yang lebih baik sebagaimana halnya lembaga pendidikan resmi lainnya dan sekarang lembaga pendidikan dayah telah berada di bawah naungan Dinas Pendidikan Dayah Aceh dan sekarang pengelolaan dayah di Aceh menjadi tanggung jawab Pemerintah Aceh

PERAN DINAS PENDIDIKAN DAYAH DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DAYAH DI ACEH

Dayah adalah sebuah lembaga pendidikan Islam klasik yang ada di Aceh. Sistem pembelajaran dayah pada awal berdirinya mengadopsi sistem pendidikan zawiyah.  Perkembangan dayah di Aceh seiring dengan masuknya Islam. Lembaga ini menjadi motor penggerak sosialisasi syariat Islam terhadap masyarakat. Jika dikaji dalam pespektif sejarah politik pendidikan, dayah merupakan mitra sultan dalam mengambil kebijakan terkait dengan penegakan hukum daan pelaksanaan syariat Islam. Hubungan ulama dayah dan sultan sangat erat dan tidak bias dipisahkan. Ketika kolonialisme belanda masuk dan menguasai sebagian besar wilayah Aceh, keberadaan dayah mulai dicurigai dan dayah dianggap basis pejuang yang melawan Belanda. Belanda berusaha menekan perkembangan dayah dengan membuat kebijakan-kebijakan yang mempersulit ruang gerak dayah. Setelah Indonesia merdeka, dayah kembali menata sistem pendidikannya yang berbasis masyarakat. Politik pendidikan saat itu tidak memberi tempat bagi dayah untuk masuk dalam system pendidikan nasional. Pasca MoU Helsinky keberadaan dayah di Aceh Mulai diperhitungkan oleh pemerintah dengan menyusun berbagai kebijakan-kebijakan positif. Untuk menaungi pendidikan dayah pemerintah memberi wewenang kepada kemenag. Selanjutnya didirikan suatu badan khusus yaitu Badan Pembinaan Pendidikan Dayah (BPPD) selanjutnya dengan Qanun Aceh nomor 13 tahun 2016 pemerintah Aceh membentuk satu dinas yang dikenal dengan Dinas Pendidikan Dayah

KURIKULUM DAN SISTEM BELAJAR DI PONDOK PESANTREN

Salah satu lembaga pendidikan tertua di Indonesia adalah pesantren, di Aceh istilah pesantren dikenal dengan Dayah dan di Sumatera Barat diistilahkan dengan Surau. walaupun beda istilah pada intinya sistem pendidikan lembaga tersebut adalah sama dan tujuannya adalah untuk mencetak santri yang memiliki pengetahuan yang komprehensif dalam ilmu agama (tafaqquh fi al din), baik dalam bidang fiqh, ushul fiqh, bahasa, tauhid, akhlak, tarikh (sejarah), dalam keilmuan islam lainnya. Pesantren adalah lembaga pendidikan terua di Indonesia, berdiri pesantren bersamaan dengan berkembangnya Islam di Nusantara. pesantren adalah salah satu sarana islamisasi di nusantara, artinya dipesantrenlah tempat mendidik masyarakat tentang ajaran Islam dan setelah mereka menguasai ajaran Islam mereka dijadikan sebagai dai untuk menyebarkan Islam ke masyarakat. sebagaimana lembaga pendidikan lainnya. sistem pembelajaran dipesantren memiliki kurikulum tersendiri, yang terdiri dari pendidik, peserta didik, metode, materi, media dan evaluasi. dalam pembahasan ini akan dibahas secara rinci mengenai sistem pendidikan pondok pesantren yang meliputi kurikulum, materi, dan metode pendidikan di pondok pesantren

KONSEP PENDIDIKAN ANTI KORUPSI PADA LEMBAGA PENDIDIKAN

Tindakan korupsi selalu menjadi topik yang panas diperbincangkan, baik di media massa maupun maupun media cetak. Tindak korupsi ini mayoritas dilakukan oleh para pejabat tinggi negara yang sesungguhnya dipercaya oleh masyarakat luas untuk memajukan kesejahteraan rakyat sekarang malah merugikan negara. Hal ini tentu saja sangat memprihatinkan bagi kelangsungan hidup rakyat yang dipimpin oleh para pejabat yang terbukti melakukan tindak korupsi. Maka harus kita ketahui jenis-jenis dan peraturan perundang-undangan yang dapat menjerat setiap warga negara di Indonesia yang melakukan tindakan korupsi yang dapat merugikan orang lain bahkan sampai merugikan negara. Perkembangan peradaban dunia semakin hari seakan-akan berlari menuju modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak lebih nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan zaman dan bertransformasi dalam bentuk-bentuk yang semakin canggih dan beranekaragam. Kejahatan dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan senantiasa turut mengikutinya. Kejahatan masa kini memang tidak lagi selalu menggunakan cara-cara lama yang telah terjadi selama bertahun-tahun seiring dengan perjalanan usia bumi ini. Bisa kita lihat contohnya seperti, kejahatan dunia maya (cybercrime), tindak pidana pencucian uang (money laundering), tindak pidana korupsi dan tindak pidana lainnya. untuk meminimalisis terjadinya korupsi lembaga pendidikan sudah seharusnya menjadikan pendidikan anti korupsi ini sebagai materi kuliah khusus diperguruan tinggi. Pendidikan anti korupsi ini juga harus barengi dengan nilai-nilai religius sehingga dimensi lahiriah dan bathiniah mahasiswa menjadi kokoh dalam melawan tindakan korupsi yang semakin menggurita

Students’ perception toward English subject and their learning outcome

This research aims to find out students' perception of the English subject and provides an overview of the students learning outcome at SMA Negeri 1 Jangka Buya, Pidie Jaya. The instruments used in this research are questionnaires, interview guides, and documentation. Students' perceptions are classified into three categories: education, economy, and social interaction, and one group of negative question models support the other three. The student's perception of English is dominant in education. Generally, the students of SMAN 1 Jangka Buya come from dayah (Islamic school). They believe that mastering English can help them promote Islamic teachings more effectively. The negative question is the second dominant result; most students admit that language is a medium to build up connection and communication verbally or through written text. Meanwhile, in the economy category, students believe that we can increase income with English language skills. It is also shown that students who have good grades in English also have a high perception of certain categories. In comparison, students who have low perception get low learning outcomes on the English subject. So that, the students' perception and background must be hardly noticed by the teacher in planning a good teaching and learning process

THE TEACHERS’ UNDERSTANDING OF CONTENT AND PROCESS STANDARDS OF 2013 CURRICULUM AND THEIR ABILITIES IN PREPARING ENGLISH LESSON PLAN

Teachers’ understanding of how both content and process standards affect their preparation on the lesson plan (RPP) is still weak. There is a lack of learning assessment, basic competence, indicators, teaching materials, and learning models and their use which is not appropriate based on the Indonesian 2013 curriculum. This research was aimed at finding out the English teachers’ understanding of two main elements of the 2013 curriculum; content and process standards that lead the teachers to prepare appropriate lesson plan (RPP) which has a direct interaction with the instructional process. The selected samples were six English teachers from different levels of junior high schools in Banda Aceh. The questionnaire and interview guide were used as research instruments. The result of the teachers’ understanding of the content standard of 2013 curriculum showed that the English teachers had an fairly good understanding of the standard of the content of the curriculum 2013 as indicated by an average score of 65.23, while teachers’ understanding of process standard of curriculum 2013 showed the English teachers already had a good understanding of the standard of the content of the 2013 curriculum, as shown by an average score of 72.21. Overall, the average score of lesson plan (RPP) preparation was 65.16 which was categorized as being fairly good

Hints to Mayor Election: Genre Analysis of the Political Advertisement On Aminullah – Zainal Posters in Aceh

Political advertisement – sub-genre of promotional advertisement, takes an important role in the election, particularly Mayor Election.  Hence, this study made an effort on analyzing the element of this genre. The four posters from Aminullah – Zainal were the samples analyzed in this study. Likewise, the data were elaborated descriptively through genre analysis. Furthermore, Barron’s framework (2012) was employed as an instrument to collect the data about rhetorical patterns (RP).  The result of this study revealed that all of the political posters followed the rhetorical pattern of Barron framework. In addition, the seven moves suggested by Barron are the obligatory features of Aminullah – Zainal posters

Using Herringbone Graphic Organizer Strategy to Enhance Students’ Reading Comprehension

This research aims at investigating the use of Herringbone Graphic Organizer Strategy (HGO) to enhance students’ reading comprehension and their responses toward the application of HGO. The true experimental design was used in this research in which the population involved four classes at Private Senior High School of SukmaBangsaLhokseumawe, consisting of 86 first grade students, while two classes were selected by using cluster random sampling as samples, namely X/Volcano as an experimental class, consisting of 18 students and X/Hargowilis as a control class, consisting of 20 students. The experimental class was taught by using HGO, whereas the control class was taught by using conventional strategy. The instruments used for data collection were tests and questionnaires. The tests were given for both the experimental and control class but the questionnaire was only distributed for experimental class students. The data obtained from the tests were analyzed by using the SPSS (statistical package for the social science) version 23 and the questionnaire was analyzed by using Likert scale. The analyses results indicated that HGO is able to enhance students' reading comprehension proven by the significance value of the t-test on the identifying main idea (p = 0.003), specific detail (0,001), and inference aspect (0.001). Therefore, since the probability is Sig. 0.05, then H0 is rejected. In addition, the students responded positively (79.16%) to the application of HGO. It can be concluded that HGO could enhance reading comprehension and develop the positive responses of the students

Managing Requirements Risks: A Value-Based Process

The technological, cost, people and schedule issues faced during software development, make it vulnerable for several types of risks. The requirements’ related risks are one of the most occurring risks. If remain unnoticed or unmanaged, the requirements related risks can cost a project greatly, financially and otherwise. It is extremely important to manage requirements related risks efficiently and effectively. Moreover, a project can never be successful if stakeholders do not get their “valued” things. Every requirement contributes towards some value for stakeholder(s). Therefore it is important to manage requirements risks to the satisfaction of stakeholders. Different stakeholders have different perception of risk, it is therefore necessary to have a process that not only manages requirements’ risks but it also fulfills the values of stakeholders as well. This chapter presents a Value-Based Requirements Risk Management (VRRM) process that is designed (Samad et al., 2008) to manage requirements related risks in a value based manner

Cross Cultural Rhetoric Awareness of Undergraduate Thesis Introduction Section Written by Acehnese EFL Students

Abstract: This study investigated cross cultural rhetoric awareness of introduction section by Acehnese EFL students. This study aimed at describing the rhetorical pattern and determine the cross cultural rhetoric awareness by looking at the rhetorical pattern in Introduction section. A qualitative method and content analysis were used in this study which analyzed the Introduction section. The data of this research was English undergraduate thesis written by ten Acehnese students as the documentation was applied as the instrument. The data were collected from two Islamic institutes in Aceh. The research was conducted by using documentation analysis. The result of the analysis demonstrated that the English writings by Acehnese students maintained the inductive style and the idea of the paragraph is circular. However, the use of markers is enough to be considered. The conclusion led to the rhetorical pattern of the Acehnese students which is in oriented style. Indeed, the implication of the finding showed that the students’ cross cultural rhetoric awareness toward English writing convention, especially in academic writing, is lo