6 research outputs found

    TINGGALAN ARKEOLOGI AUSTRONESIA DI MADURA

    Get PDF
    Kehidupan penutur Austronesia, meninggalkan hasil budayanya di beberapa tempat memberikan gambaran tentang pengembangan budaya Neolitik, berdasarkan bukti arkeologis. Tinggalan Arkeologi yang ada di Pulau Madura memberikan beberapa bukti tentang migrasi Austronesia yang sampai ke Pulau Madura, melalui data yang ditemukan dapat menjelaskan kedatangan penutur Budaya Austronesia. Bukti Linguistik sebagai data yang menjelaskan keberadaan para penutur Austronesia di Pulau Madura.\ud Berdasarkan temuan permukiman gua di Kabupaten Sumenep dan Kabupaten Sampang, memperlihatkan bukti permukiman awal budaya neolitik yang dibawa oleh para penutur Austronesia, temuan-temuan berupa sebaran gerabah, alat tulang dan sisa makan dari kerang turut memperlihatkan potensi sebagai gua hunian. Untuk menjelaskan potensi temuan tersebut maka temuan tinggalan Kalumpang (Sulawesi) sebagai budaya Neolitik menjadi bahan pembanding.\ud Selanjutnya pola permukiman Tanian Lanjeng yang berada di kabupaten Sampang menjadi salah satu fokus penelitan, dengan membandingkan pola permukiman Tongkonan di Toraja (Sulawesi)secara umum

    PELESTARIAN WARISAN BUDAYA KOTA LAMA PALOPO

    Get PDF
    Palopo is one of three municipalities in South Sulawesi. The historical value of the city of Palopo radiates through the distribution of old buildings that we can still see today. Concentrated in the city space, which is currently known as the "Old City Area".  Palopo Old Town has slowly decreased its characteristics as a historical area. This paper is based on qualitative research. It highlights the preservation policy of the Old City of Palopo.  The preservation policy direction includes the dimensions of protection, potential development, and utilization. As for the direction of protection, namely, the need for control of space utilization to reduce the rate of damage and decrease the authenticity of the area and buildings, In addition, this area requires legal protection in the form of a designation as a Cultural Heritage Area. As for the development policy, this area can be directed to

    DIGITALISASI GUA PRASEJARAH BERGAMBAR DI KAWASAN KARST MAROS-PANGKEP: STUDI KASUS LEANG LAMBATORANG KABUPATEN MAROS

    Get PDF
    The Maros and Pangkep areas contain a number of damaged caves that require immediate attention. Preserving our cultural heritage demands documentation, mapping, and modeling. The utilization of 3D visualization is paramount in recording cultural heritage data. Moreover, it contributes to the conservation, rehabilitation, and maintenance of historical structures. In the current era of scientific and technological advancements, laser scanners have made rapid progress. The data generated by these scanners plays a critical role as a backup to safeguard cultural heritage objects in case of damage, destruction, or loss. The benefits of employing 3D visualization lie in its ability to create detailed and integrated models, resulting in a comprehensive database accessible to all stakeholders. This study utilized the Block Bundle Adjustment methodology to map the prehistoric cave Leang Lambatorang and create a 3D visualization using a laser scanner. The research findings include the 3D visualization of the data from Leang Lambatoran

    ARCHAEOLOGICAL REVIEW OF THE ROOFS OF BANTAENG COLONIAL BUILDINGS: ITS SHAPE AND TYPOLOGI

    Get PDF
    The roof is one of the elements that can mark a colonial building. Related to this, there is an interest to studying the roofs on colonial buildings in Bantaeng, from the archaeological perspective, specifically the shape and type of roof used and its supporting elements. The benefit and purpose of this study are to provide additional information that is expected to enrich knowledge about the shape and typology of building roofs during the Dutch colonial period in South Sulawesi and Indonesia . This study was carried out using a qualitative approach and an inductive reasoning model. The data collection method is carried out by the desk research, through examination of data and pieces of information analysis using secondary data. The results of the study show a rich variety of roof shapes and typologies, with decorative elements includings dormer, gable, gablevent, roof trim, geveltoppen, nok acroterie, windwijzer, schoor, and tower

    THE RELATIONSHIP OF SOPPENG WITH OTHER REGIONS BETWEEN 17TH AND 19TH CENTURIES BASED ON GRAVE DATA AT JERA LOMPOE

    Get PDF
    Jaringan budaya kerajaan Soppeng pra-Islam telah dibahas oleh beberapa peneliti sehingga kita memiliki gambaran yang luas tentang periode tersebut. Pada periode Islam, pemahaman kita tentang jaringan budaya kerajaan Soppeng masih terbatas, terutama dalam perspektif arkeologi. Artikel ini akan fokus pada diskusi tentang jaringan budaya kerajaan Soppeng berdasarkan data kubur Jera Lompoe, dengan titik berat analisis pada nisan kubur. Data sekunder berupa hasil kajian sejarah akan mendukung analisis arkeologi. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada lima informasi tentang jaringan budaya kerajaan Soppeng abad ke-17 hingga abad ke-19, yaitu: (a) nisan Aceh tipe K, (b) nisan tipe hulu keris dan mahkota, (c) nisan tipe pedang, (d) makam duta kerajaan Sidenreng dan Pajung Luwu, dan (e) makam We Adang, istri salah seorang Raja Bone. Luasnya jaringan budaya kerajaan Soppeng pada abad ke-17 hingga ke-19 menjadi petunjuk tentang peran pentingnya dalam historiografi Sulawesi Selatan dan keikutsertaannya dalam trend penggunaan nisan kubur se-Nusantara.Hubungan Kerajaan Soppeng pra-Islam dengan wilayah lain telah dibahas oleh beberapa peneliti sehingga kita memiliki gambaran yang luas tentang periode tersebut. Pada periode Islam, pemahaman kita tentang hubungan budaya Kerajaan Soppeng masih terbatas, terutama dalam perspektif arkeologi. Artikel ini akan fokus pada diskusi tentang hubungan budaya Kerajaan Soppeng berdasarkan data kubur Jera Lompoe, dengan titik analisis pada nisan kubur. Metode yang digunakan adalah survei dan analisis tipe nisan. Data sekunder berupa hasil kajian sejarah akan menguatkan hasil analisis arkeologi. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada lima informasi tentang hubungan budaya Kerajaan Soppeng abad ke-17 hingga abad ke-19 berdasarkan data kubur , yaitu: (a) nisan Aceh tipe K, (b) nisan tipe hulu keris dan mahkota, (c) nisan tipe pedang, (d) makam duta Kerajaan Sidenreng dan Pajung Luwu, dan (e) makam We Adang, istri salah seorang Raja Bone. Luasnya hubungan budaya Kerajaan Soppeng pada abad ke-17 hingga ke-19 menjadi petunjuk tentang peran pentingnya dalam historiografi Sulawesi Selatan dan keikutsertaannya dalam kecenderungan penggunaan nisan kubur se-Nusantara     The relationship of the pre-Islamic Soppeng Kingdom with other regions has been discussed by several researchers, adding new data to this period. In the Islamic period, the observations of the cultural relations Soppeng had previously had were highly limited, especially from an archaeological perspective. This article presents conclusion drawn from grave data analysis of Jera Lompoe, gravestone being the core of analyses. Primary data were gathered through gravestone surveys; while secondary data were taken from related studies. The study indicates 5 findings: (a) Aceh type K, (b) keris hilt and crown type, (c) sword-type, (d) the tomb of the ambassadors of the Kingdom of Sidenreng and Pajung Luwu, and (e) the grave of We Adang, the wife of one of the Kings of Bone. The influential roles of Soppeng were apparent in the 17th and19th centurie

    The Osteoarkeologi Rangka Manusia Situs Leang Kado’4, Maros, Sulawesi Selatan

    No full text
    Pembahasan utama dalam penelitian ini adalah uraian osteoarkeologis terkait temuan rangka manusia situs prasejarah Leang Kado‘ 4 di kawasan karst Simbang, Maros, Sulawesi Selatan. Sebagai bagian dari kajian bioarkeologi, uraian ini meliputi penentuan jenis kelamin, usia kematian, rata-rata tinggi badan, afinitas ras, dan jumlah individu minimal yang ada di Situs Leang Kado‘ 4 sebagai bagian aktivitas penguburan. Metode penelitian menerapkan langkah kerja analisis dalam kajian bioarkeologi yang juga diterapkan dalam disiplin antropologi ragawi. Langkah kerja analisis tersebut, meliputi: identifikasi, pengukuran, komparasi, dan penghitungan estimasi jumlah individu minimal dalam sebuah himpunan data.  Penelitian ini berkesimpulan bahwa sisa rangka manusia di situs Leang Kado‘ 4 memiliki kesamaan dengan dua jenis ras manusia, yaitu ras populasi Sahul-Pacific dikenal pula sebagai Australo-Papuan atau Australomelanesoid dan ras populasi Asia atau Mongoloid. Hadirnya data ini diharapkan menjadi salah satu bahan pertimbangan rekomendasi kebijakan berwawasan pembangunan karakter budaya bangsa yang mengedepankan kebhinekaan asal usul dengan data temuan rangka manusia.    This research aims to provide an osteoarchaeological analysis of the human skeletons found at the prehistoric site of Leang Kado‘ 4 in Simbang karst area, Maros, South Sulawesi. As a part of bioarchaeological studies, the analysis included the determination of sex, age at death, average height, racial affinity, and the minimum number of individuals at the site as part of the burial activities. The research employed the analytical process that is commonly carried out in bioarchaeological and physical anthropological studies. The analytical process consists of identification, measurement, comparison, and estimation of the minimum number of individuals in a data set.  It is concluded that the human skeletal remains at Leang Kado‘ 4 site share several similarities with two human races, i.e. Sahul-Pacific race also known as Australo-Papuan or Australomelanesoid and Asian or Mongoloid race. It is expected that all this data can be used as a base for developing policies oriented to the development of the national character and culture by emphisizing the diversity of the people’s origins, which is supported by data on human skeletal remains.Pembahasan utama dalam penelitian ini adalah uraian osteoarkeologis terkait temuan rangka manusia situs prasejarah Leang Kado‘ 4 di kawasan karst Simbang, Maros, Sulawesi Selatan. Sebagai bagian dari kajian bioarkeologi, uraian ini meliputi penentuan jenis kelamin, usia kematian, rata-rata tinggi badan, afinitas ras, dan jumlah individu minimal yang ada di Situs Leang Kado‘ 4 sebagai bagian aktivitas penguburan. Metode penelitian menerapkan langkah kerja analisis dalam kajian bioarkeologi yang juga diterapkan dalam disiplin antropologi ragawi. Langkah kerja analisis tersebut, meliputi: identifikasi, pengukuran, komparasi, dan penghitungan estimasi jumlah individu minimal dalam sebuah himpunan data.  Penelitian ini berkesimpulan bahwa sisa rangka manusia di situs Leang Kado‘ 4 memiliki kesamaan dengan dua jenis ras manusia, yaitu ras populasi Sahul-Pacific dikenal pula sebagai Australo-Papuan atau Australomelanesoid dan ras populasi Asia atau Mongoloid. Hadirnya data ini diharapkan menjadi salah satu bahan pertimbangan rekomendasi kebijakan berwawasan pembangunan karakter budaya bangsa yang mengedepankan kebhinekaan asal usul dengan data temuan rangka manusia.    This research aims to provide an osteoarchaeological analysis of the human skeletons found at the prehistoric site of Leang Kado‘ 4 in Simbang karst area, Maros, South Sulawesi. As a part of bioarchaeological studies, the analysis included the determination of sex, age at death, average height, racial affinity, and the minimum number of individuals at the site as part of the burial activities. The research employed the analytical process that is commonly carried out in bioarchaeological and physical anthropological studies. The analytical process consists of identification, measurement, comparison, and estimation of the minimum number of individuals in a data set.  It is concluded that the human skeletal remains at Leang Kado‘ 4 site share several similarities with two human races, i.e. Sahul-Pacific race also known as Australo-Papuan or Australomelanesoid and Asian or Mongoloid race. It is expected that all this data can be used as a base for developing policies oriented to the development of the national character and culture by emphisizing the diversity of the people’s origins, which is supported by data on human skeletal remains
    corecore