5 research outputs found

    Kajian Rakitan Teknologi Budidaya Bawang Daun (Allium Fistulosum L) pada Lahan Dataran Tinggi di Bandung, Jawa Barat

    Full text link
    Welsh onion is prosperous to grow intensively to its increasing demand for either domestic or exportmarkets. Productivity at farm level, however, is still low due to unavailable appropriate cultural practice. Thisstudy aimed to know the technical and finacila performances of application of improved cultural practice ofwelsh onion carried in Alamendah village, Rancabali subdistrict, Bandung district with elevation of 1,400 mabove sea level on 2001 dry season (April-June 2001). The method used was “On-Farm Client OrientedAdaptive Research” (OFCOAR). Experimental plots were divide into two treatments, i.e., improved culturalpractice of welsh onion (T1) and local cultural practice (T2) with replications of 8 farmers. The results showedthat improved cultural practice significantly affected crops' height, total shoots, and yields. The yield increasedby 6.6 tons/ha or 78.6 percents, and net profits increased by Rp 3,865,525 or more than 129 percents withparticipating farmers' B/C ratio of 1.34 and that of non participating farmers of 0.80. The value of IBCR of 2.73indicated that addition of one unit of input could increase wells onion farm business by 2.73 times.Key words : cultural practice, welsh onion, highland farmingBawang daun memiliki prospek yang cukup baik seiring dengan peningkatan kebutuhan permintaankonsumen domestik maupun untuk tujuan ekspor. Namun demikian, pada saat ini produktivitas rata-rata ditingkat petani masih relatif rendah akibat belum tersedianya rakitan budidaya yang optimal. Pengkajian inibertujuan mengetahui keragaan teknis dan finansial penerapan perbaikan rakitan teknologi budidaya bawangdaun yang dilaksanakan di desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung, dengan tinggi tempat1.400 m dari permukaan laut (dpl) pada MK 2001 (April-Juni 2001). Pendekatan dilakukan berdasarkan “On-Farm Client Oriented Adaptive Research” (OFCOAR). Rancangan percobaan petak dibagi menjadi duaperlakuan, yaitu (T1) perbaikan rakitan teknologi budidaya bawang daun dan (T2) teknologi petani setempatyang diulang pada 8 orang petani. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa penerapan perbaikan teknologibudidaya memperlihatkan perbedaan yang sangat nyata pada tinggi tanaman, jumlah tunas, dan hasil bawangdaun. Hasil panen meningkat 6,6 ton/ha atau 78,6 persen dan pendapatan bersih meningkat sebesar Rp.3.865.525,00 atau lebih dari 129 persen dengan BC ratio 1,34 pada petani kooperator dan 0,80 pada petani nonkooperator.Nilai IBCR 2,73 berarti bahwa penambahan satu satuan input dapat meningkatkan pendapatanusahatani bawang daun sebesar 2,73 kali

    Kajian Sistem Penanaman Tumpangsari Kentang (Solanum Tuberosum L.) di Lahan Dataran Tinggi Rancabali, Kabupaten Bandung

    Full text link
    Assessment on intercropping system of potato was conducted during the dry season (May-September) in2001 in Alamendah village, Rancabali district, Bandung regency, with the altitude of 1,400 m above sea level.Randomized block design was used with three replications of five cropping system treatments, namely (1) potato; (2)potato + celery; (3) potato + welsh onion; (4) welsh onion; and (5) celery. The tested varieties were Granola forpotato, Papak Kuningan for welsh onion, and Bamby for celery. The plant spacing used for the two potato systemswere as follows: 70 cm x 30 cm monoculture, 70 cm x 50 cm for intercropping. The plant spacing of celery and welshonion both planted in intercropping and monoculture methods were each of 20 cm x 20 cm. The areas of all treatmentswere each of 60 m2 . Results of assessment showed that: (1) average plant heights of potato were not significantlydifferent between those intercropping systems of potato-celery and potato-welsh onion; (2) average number of shootsper plant and visually observed plant vigor of welsh onion and celery were greater for monoculture system than that ofintercropping; (3) yields of both potato intercropped with celery and welsh onion were lower than those ofmonoculture, but when yield of the intercropping was made equivalent to potato, the land productivity would begreater if intercropped with potato-celery or potato-welsh onion with highest land equivalent ratio (NKL) of more thanone and the highest land equivalent ratio obtained by potato + celery intercropping was 1.19; (4) intercropping systemof potato + celery was able to lessen attack intensity of thrips (44%) and Myzus persicae (55,6%); and (5)intercropping potato-celery was the most profitable with marginal return level of 81,45 percent.Key words: solanum tuberosum L., intercropping, highland, income, Bandung Pengkajian sistem penanaman tumpangsari kentang pada lahan dataran tinggi telah dilaksanakan di DusunCibodas, Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Bandung pada musim kemarau (MK) 2001, mulai bulan Mei-September 2001. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 1.400 m di atas permukaan laut. Penelitian menggunakanRancangan Acak Kelompok (RAK) dengan lima perlakuan sistem penanaman dan tiga ulangan. Kelima perlakuantersebut terdiri dari: (1) kentang monokoltur, (2) tumpangsari kentang + seledri, (3) kentang + bawang daun, (4)bawang daun monokultur, dan (5) seledri monokultur. Varietas kentang yang digunakan adalah Granola, bawang daunvarietas Papak Kuningan, sedangkan seledri varietas Bemby. Jarak tanam kentang monokultur 70 x 30 cm, kentangtumpangsari 70 x 50 cm, sedangkan seledri dan bawang dan baik yang ditanam tumpangsari maupun monokultur 20 x20 cm. Luas plot masing-masing perlakuan 60 m2 . Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Tinggi tanaman kentangyang ditanam secara tumpangsari dengan bawang daun lebih tingi dari pada yang ditumpangsarikan dengan seledrinamun hampir sama dengan yang ditanam monokultur, (2) Jumlah tunas tanaman bawang daun maupun seledri lebihbanyak pada sistem monokultur dibandingkan dengan sistem tumpangsari, (3) Hasil kentang sistem penanamantumpangsari baik dengan seledri maupun bawang daun lebih rendah dari pada secara monokultur, namun jika hasiltanaman yang ditumpangsarikan disetarakan dengan kentang, maka produktivitas lahan lebih tinggi diperoleh dengansistem penanaman tumpangsari kentang seledri atau bawang daun di mana nilai kesetaraan lahan (NKL) > 1. NKLtertinggi diperoleh pada tumpangsari kentang + seledri, yaitu 1,19, (4) Tumpangsari kentang + seledri dapatmenurunkan serangan hama daun Trips sebesar 44 persen dan hama kutu daun Myzus persicae sebesar 55,6 persenpada tanaman kentang, dan (5) Sistem penananam tumpangsari kentang + seledri secara finansial palingmenguntungkan, dengan tingkat pengembalian marginal 81,45 persen

    KAJIAN RAKITAN TEKNOLOGI BUDIDAYA BAWANG DAUN (Allium fistulosum L) PADA LAHAN DATARAN TINGGI DI BANDUNG, JAWA BARAT

    Get PDF
    Welsh onion is prosperous to grow intensively to its increasing demand for either domestic or exportmarkets. Productivity at farm level, however, is still low due to unavailable appropriate cultural practice. Thisstudy aimed to know the technical and finacila performances of application of improved cultural practice ofwelsh onion carried in Alamendah village, Rancabali subdistrict, Bandung district with elevation of 1,400 mabove sea level on 2001 dry season (April-June 2001). The method used was “On-Farm Client OrientedAdaptive Research” (OFCOAR). Experimental plots were divide into two treatments, i.e., improved culturalpractice of welsh onion (T1) and local cultural practice (T2) with replications of 8 farmers. The results showedthat improved cultural practice significantly affected crops’ height, total shoots, and yields. The yield increasedby 6.6 tons/ha or 78.6 percents, and net profits increased by Rp 3,865,525 or more than 129 percents withparticipating farmers’ B/C ratio of 1.34 and that of non participating farmers of 0.80. The value of IBCR of 2.73indicated that addition of one unit of input could increase wells onion farm business by 2.73 times.Key words : cultural practice, welsh onion, highland farmingBawang daun memiliki prospek yang cukup baik seiring dengan peningkatan kebutuhan permintaankonsumen domestik maupun untuk tujuan ekspor. Namun demikian, pada saat ini produktivitas rata-rata ditingkat petani masih relatif rendah akibat belum tersedianya rakitan budidaya yang optimal. Pengkajian inibertujuan mengetahui keragaan teknis dan finansial penerapan perbaikan rakitan teknologi budidaya bawangdaun yang dilaksanakan di desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung, dengan tinggi tempat1.400 m dari permukaan laut (dpl) pada MK 2001 (April-Juni 2001). Pendekatan dilakukan berdasarkan “On-Farm Client Oriented Adaptive Research” (OFCOAR). Rancangan percobaan petak dibagi menjadi duaperlakuan, yaitu (T1) perbaikan rakitan teknologi budidaya bawang daun dan (T2) teknologi petani setempatyang diulang pada 8 orang petani. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa penerapan perbaikan teknologibudidaya memperlihatkan perbedaan yang sangat nyata pada tinggi tanaman, jumlah tunas, dan hasil bawangdaun. Hasil panen meningkat 6,6 ton/ha atau 78,6 persen dan pendapatan bersih meningkat sebesar Rp.3.865.525,00 atau lebih dari 129 persen dengan BC ratio 1,34 pada petani kooperator dan 0,80 pada petani nonkooperator.Nilai IBCR 2,73 berarti bahwa penambahan satu satuan input dapat meningkatkan pendapatanusahatani bawang daun sebesar 2,73 kali.Kata kunci : teknologi budidaya, bawang daun, usahatani dataran tingg

    Uji Kelayakan Teknis dan Finansial Penggunaan Pupuk NPK Anorganik pada Tanaman Kentang Dataran Tinggi di Jawa Barat

    Get PDF
    Penelitian ini dilaksanakan di Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung pada musim kemarau 2001. Lokasi penelitian termasuk lahan dataran tinggi dengan ketinggian 1.400 m dari permukaan laut dengan jenis tanah andosol. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kandungan unsur hara beberapa jenis pupuk alternatif NPK anorganik dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan, produksi, dan pendapatan usahatani kentang sebagai dasar penyusunan  rekomendasi teknologi penggunaan  pupuk  alternatif. Percobaan  menggunakan  rancangan  acak kelompok dengan delapan perlakuan dan empat ulangan. Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tanah di lokasi penelitian memiliki ketersediaan unsur N rendah, namun P2O5 dan K2O tinggi, serta pH tanah agak rendah (5,2). Hasil analisis hara dari beberapa jenis pupuk alternatif NPK anorganik menunjukkan bahwa kandungan unsur N, P2O5, dan K2O yang tertera pada label/kemasan tidak sesuai dengan hasil analisis di laboratorium. Dari 10 jenis pupuk yang diuji hanya 30% yang unsur N-nya sesuai, 40% unsur P2O5  sesuai,  dan 50% unsur K2O-nya yang sesuai. Pengaruh penggunaan pupuk NPK anorganik terhadap tinggi tanaman dan jumlah tunas tidak berbeda nyata dengan kontrol, namun pupuk NPK 20-9-9 dapat meningkatkan produksi  umbi sebesar 13,34% dari rata-rata produksi di tingkat petani. Pupuk NPK 20-9-9 pada tanaman kentang memberikan tingkat pengembalian marginal tertinggi, yaitu 1,74 (174%), sehingga paling menguntungkan dibandingkan perlakuan lainnya dan layak untuk direkomendasikan. Kata kunci : Solanum tuberosum; Pupuk anorganik; Kentang; Lahan dataran tinggi; Pertumbuhan; Hasil. ABSTRACT. The research of NPK fertilizers usage was carried out on dry season of 2001 in Alamendah village, Rancabali, Bandung. The experimental location was 1,400 meters above sea level and of andosol soils. The objective of the study was to investigate the composition of several NPK anorganic fer- tilizers and the effects on growth, yield, and profit for potato farming as the basis for technical recommendations re- garding the usage. The experimental was randomized block design with eight treatments and four replications. The soil analysis results showed that the plots were low in nitrogen availability while P2O5 and K2O levels were quite high. The investigation revealed that the stated compositions of nitrogen, phosphorus, and potassium on the respective la- bels were not in accordance with the results of laboratory analysis. Among ten fertilizers tested, the number actually containing the stated levels of nitrogen, phosphorus, and potassium were 30, 20, and 40% respectively. Plant height and number of shoots/plant were not significantly different from the control for any of the alternative fertilizers NPK anorganic used. The use of fertilizer NPK 20-9-9 showed an average yield increase of 13.34% over typical farmer pro- duction methods. The increase in yield was one of the main factors resulting in a marginal return of 174% for fertilizer NPK 20-9-9 as well. Form these results it appears the fertilizer NPK 20-9-9 may be recommended for potato farming in West Java
    corecore