7 research outputs found

    POTENSI SERBUK DAUN SIRIH (Piper Betle L.) SEBAGAI IMUNOSTIMULAN PADA BENIH IKAN NILA (Oreochromis Niloticus)

    Get PDF
    Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi serbuk daun sirih yang dicampur dalam pakan (pellet) sebagai immunostimulan ikan nila dengan mengukur nilai pertambahan panjang rata-rata, ADG, ABW, FCR dan SR. Dosis pakan yang dicampurkan dengan bubuk daun sirih yaitu (A1) 0,3 g/100g pakan dan (A2) 0,4 g/100g pakan, serta pakan kontrol (A0) tanpa pemberian bubuk daun sirih dilakukan selama 4 minggu masa pemeliharaan. Nilai ADG ikan nila diukur setiap 4 hari sekali dengan penimbangan berat dan pengukuran panjang ikan. Sedangkan nilai ABW, FCR dan SR dihitung pada akhir pemeliharaan. Hasil pengukuran panjang rata-rata terbaik pada dosis (A2) 0,4 g/100g pakan yang menunjukkan 8.9667b ± 0.47258. Sedangkan pada pertumbuhan (ADG) diperoleh 1.3333b± 0.00000, ABW (17.0000 b ± 0.00000. Hasil perhitungan FCR yaitu sebesar 0.6000b ± 0.00000, serta pada survival rate (%) tidak ditemukannya ikan nila yang mati selama masa pemeliharaan pada perlakuan (A2)

    EFFECTIVENESS OF Exoecaria agallocha SUBSTANCE POWDER AS MOLLUSCICIDE ON SNAIL MUD PEST (Ceritidea sp.)

    Get PDF
    The use of chemical-based molluscicides at the preparation stage of aquaculture activities in ponds can cause residues and death of biota other than mollusc pests and ultimately cause environmental damage. Because of this, natural ingredients are needed. A study on the effectiveness of Excoecaria agallocha gum powder as a molluscicide against Trisipan Cerithidea sp. has been carried out during September - November 2020 in Pulokerto Village, Kraton District, Pasuruan Regency, East Java. The sap from the E. agallocha tree was tapped and made into powder, then tested on 10 trisipans per aquarium, with concentrations of 0, 200, 400, 800, 1600 ppm and control with 3 repetitions. Mortality observations were carried out for 24 hours. The results of the characteristic analysis showed that the E. agallocha latex powder had an ash content of 7.73%, water content of 3.08%, pH 10. The content of bioactive compounds from E. agallocha gum powder using 70% methanol solution included saponins and triterpenoids. The concentration of latex powder has a high influence on the mortality of Cerithidea sp. (Linear regression, R2 = 0.8762) and had a significantly positive relationship (Pearson correlation test, r = 0.936, P = 0.019). Significant differences were found in the mortality of Cerithidea sp. with treatments of 800 and 1600 ppm which were significantly different with concentrations of 200 and 400 ppm (One-way Anova, F = 29.50, P <0.05, df = 3, Tukey test). Toxicity test showed 24-hour LC50 of E. agallocha latex powder against Trisipan Cerithidea sp. is 688.89 ppm and can be categorized as toxic

    PENGARUH PEMBALIKAN SEKS MENGGUNAKAN 17α-METILTESTOSTERON TERHADAP HISTOPATOLOGI ORGAN DAN RESIDU PADA TUBUH IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

    Get PDF
    Pembalikan jenis kelamin dengan pemberian steroid sintetis secara oral atau rendaman terbukti menjadi teknologi yang paling sederhana, mudah, sangat efektif dan dapat diandalkan untuk pembalikan seks larva ikan nila. 17α- metiltestosteron (17α-MT) merupakan hormon sintesis steroid anabolik androgenik. Steroid anabolik androgenik adalah turunan sintesis dari hormon testosteron, yang berpotensi dalam meningkat laju pertumbuhan (bobot dan panjang), perkembangan seksual jantan dan menekan konversi pakan. Maka daripada itu dilakukan penelitian mengenai efek dari penggunaan 17α- metiltestosteron terhadap histopatologi organ, dampak pembalikan seks, residu dalam tubuh ikan, pertambahan bobot, pertambahan panjang, laju pertumbuhan spesifik dan konversi pakan (FCR) ikan nila (O.niloticus). Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 3 perlakuan dan 4 kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis 0,5 ml/l rendaman dan 60 mg/kg pakan 17α-MT pada ikan yang berumur 3 bulan menunjukkan adanya pengaruh pada perubahan histopatologi organ insang, hati, ginjal dan usus yang ditemukan dengan tingkat kerusakan yang beragam. Residu MT menunjukkan nilai tidak melebihi batas estimasi sisa steroid sintesis dalam tubuh ikan ± 5 ng/g. Laju pertumbuhan spesifik (SGR), pertambahan bobot tubuh rata-rata, panjang rata-rata dan FCR tertinggi di capai oleh perlakuan oral jantan

    Analisis Kadar Histamin pada Produk Olahan Ikan Pindang di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur Menggunakan ELISA

    No full text
    Histamin merupakan salah satu indikator keamanan mutu pangan untuk produk olahan ikan. Histamin dimungkinkan terkandung pada ikan pindang karena beberapa faktor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar histamin pada ikan pindang yang dijual dan dikonsumsi oleh masyarakat serta faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya dan kenaikan kadar histamin pada ikan pindang. Sampel ikan pindang diperoleh dari beberapa pasar tradisional di Sidoarjo dan diuji menggunakan metode ELISA. Hasil uji terhadap beberapa parameter menujukkan bahwa nilai pH berkisar antara 6,05 – 6,95; kadar air 13,11 – 27,79%; kadar garam 6,71 – 12,31%; dan kadar histamin 4,143 – 11,450 ppm. Kadar histamin tertinggi diperoleh dari sampel ikan pindang dengan kadar air yang tinggi dan kadar garam yang rendah.Histamin merupakan salah satu indikator keamanan mutu pangan untuk produk olahan ikan. Histamin dimungkinkan terkandung pada ikan pindang karena beberapa faktor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar histamin pada ikan pindang yang dijual dan dikonsumsi oleh masyarakat serta faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya dan kenaikan kadar histamin pada ikan pindang. Sampel ikan pindang diperoleh dari beberapa pasar tradisional di Sidoarjo dan diuji menggunakan metode ELISA. Hasil uji terhadap beberapa parameter menujukkan bahwa nilai pH berkisar antara 6,05 – 6,95; kadar air 13,11 – 27,79%; kadar garam 6,71 – 12,31%; dan kadar histamin 4,143 – 11,450 ppm. Kadar histamin tertinggi diperoleh dari sampel ikan pindang dengan kadar air yang tinggi dan kadar garam yang rendah

    Residual impact of 17 α-methyltestosterone and histopathological changes in sex-reversed Nile tilapia (Oreochromis niloticus)

    Get PDF
    Objective: To examine sex reversal both by oral and by immersion using 17 α-methyltestosterone on the methyltestosterone residual concentration and the organ histopathology of tilapia fish. Methods: This study used oral and immersion treatment methods for sex reversal of tilapia fish and used normal fish as the control and each treatment was repeated 4 times. 17 α-methyltestosterone at dosages of 60 mg/kg feed and 0.5 mg/L were used for oral and immersion methods, respectively. In the first step, tilapia fry were reared at 100 L aquaria, with a density of 1 fish/L for 2 months. In the next step, male tilapias were reared at happa (net cage) of (2×1×1) m3 size in the controlled pond, with a density of 30 fish/happa for 3 months. The methyltestosterone residual concentrations were analyzed by one-way analysis of variance and Duncan’s multiple range tests, while organ histopathology was analyzed by descriptive method. Results: Residual concentrations in the serum of methyltestosterone-treated fish were significantly lower than that in normal fish, especially in 4- and 5-month-old tilapias with averages of less than 5 µg/L, while in normal fish was more than 5 µg/L. In the flesh, methyltestosterone residual concentrations showed relatively no significant differences between the oral and immersion treatment groups and methyltestosterone-treated fish remained lower compared to normal fish, except in 5-month-old tilapia. Methyltestosterone-treated tilapia exhibited histopathological changes on gill, liver, kidneys, and intestine organs. Conclusions: Sex reversal either by oral or by immersion has methyltestosterone residual concentration, but does not exceed the limits (5 µg/L or 5 µg/kg) of synthetic steroid on the fish body, although methyltestosterone causes histopathological changes on gill, liver, kidneys, and intestine

    Residual impact of 17@methyltestosterone and histopathological changes in sexreversed Nile tilapia (Oreochromis niloticus)

    Get PDF
    To examine sex reversal both by oral and by immersion using 17毩-methyltestosterone on the methyltestosterone residual concentration and the organ histopathology of tilapia fish. Methods: This study used oral and immersion treatment methods for sex reversal of tilapia fish and used normal fish as the control and each treatment was repeated 4 times. 17毩-methyltestosterone at dosages of 60 mg/kg feed and 0.5 mg/L were used for oral and immersion methods, respectively. In the first step, tilapia fry were reared at 100 L aquaria, with a density of 1 fish/L for 2 months. In the next step, male tilapias were reared at happa (net cage) of (2×1×1) m3 size in the controlled pond, with a density of 30 fish/happa for 3 months. The methyltestosterone residual concentrations were analyzed by one-way analysis of variance and Duncan’s multiple range tests, while organ histopathology was analyzed by descriptive method. Results: Residual concentrations in the serum of methyltestosteronetreated fish were significantly lower than that in normal fish, especially in 4- and 5-month-old tilapias with averages of less than 5 μg/L, while in normal fish was more than 5 μg/L. In the flesh, methyltestosterone residual concentrations showed relatively no significant differences between the oral and immersion treatment groups and methyltestosterone-treated fish remained lower compared to normal fish, except in 5-month-old tilapia. Methyltestosterone-treated tilapia exhibited histopathological changes on gill, liver, kidneys, and intestine organs. Conclusions: Sex reversal either by oral or by immersion has methyltestosterone residual concentration, but does not exceed the limits (5 μg/L or 5 μg/kg) of synthetic steroid on the fish body, although methyltestosterone causes histopathological changes on gill, liver, kidneys, and intestine

    EFEKTIVITAS PENGGUNAAN AUTOMATIC FEEDER PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI PT. WINDU MARINA ABADI KECAMATAN SAMBELIA, LOMBOK TIMUR

    Get PDF
    Budidaya udang vaname menjadi primadona di Indonesia karena memiliki nilai komersil  dan memberikan pendapatan bagi negara. Teknologi pemberian pakan salah satu faktor untuk keberhasilan budidaya. Saat ini teknologi berbasis IoT yaitu automatic feeder yang sedang tren pada budidaya udang vaname. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penggunaan automatic feeder pada budidaya udang vaname. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-Mei 2021 di PT. Windu Marina Abadi, Lombok Timur dengan pengukuran pertumbuhan, kelangsungan hidup, dan FCR serta menganalisis kualitas air. Hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan berat terendah terdapat pada petak A5 (7,79 g) dan tertinggi B5 (18,14 g) dengan rata-rata laju pertumbuhan perhari terendah yaitu A5 (0,09) dan B5 (0,21 g), kelangsungan hidup pada tambak menggunakan automatic feeder mencapai 97%, FCR tertinggi yaitu pada tambak (manual) A5 (2,45) dan terendah pada tambak B6 (automatic feeder) (1,08). Nilai kualitas air masih kisaran normal untuk budidaya. Tambak dengan penggunaan automatic feeder relatif lebih baik dibandingkan dengan tambak dengan pemberian pakan secara manual
    corecore