3 research outputs found

    The effect of hold-melt time of micro-regime precipitation size and hardness in Al-Cu alloy

    Get PDF
    This study aims to control the characterization and mechanical properties of smelting Al-Cu Alloy through Hold-Melt Time. This research uses aluminum scrap and copper wire scrap to produce quality as-cast ingots, clean the environment, and increase waste utilization. Copper melting point of 1083 Â°C is immersed in molten aluminum at a temperature of 900 Â°C for 10–30 minutes causing copper to dissolve in aluminum due to smelting events based on diffusion phenomena. Parameters of temperature and immersion time of copper in molten aluminum in this study are expressed by hold-melt time. In the copper aluminum alloy trade, commonly called Duralumin, it is commonly used for impact loads and is heat-treatable. Resistance to cryogenic temperatures, in the future Duralumin has the potential to replace stainless steel. This study used an electric resistance furnace with the specifications for smelting aluminum 3 kg, electric power 2.5–3.0 kW, electric voltage 220 Volts, maximum temperature 1000 Â°C. It had been conducted an experiment where copper had been melted under its melting point in duralumin ingot casting. In this study, copper pieces were soaked in liquid aluminum with temperature of 900 Â°C. After 10–30 minutes of holding melt, the soaked copper became Al-Cu alloys and was called molten Duralumin. After the molten duralumin had been cleaned from dross, it was poured into ingot casting. From specific weight test, more soaking time of the copper in liquid aluminum caused specific weight of ingot duralumin increase from 47.08 % to 57.56 % and its hardness increase from 93 to 113 BHN. This study contributes on melting energy saving and improves the characteristic and hardness of ingot aluminum type 2xx

    Pelatihan Pembuatan Makanan Lengkap yang Beragam, Bergizi Seimbang serta Aman (B2SA) bagi Penyuluh Umum Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bandung

    No full text
    Cases of stunting in Indonesia are often found in low economic and social groups. Based on the Indonesian Toddler Nutrition Status Survey (SSGBI) in 2021, the stunting rate is around 24.4%, but the stunting rate has decreased compared to previous years. One of our strategies to reduce stunting is by holding a Complete Food Production Training that is Diverse, Nutritious, Balanced and Safe (B2SA). The target of this training is the General Extension Service for Food Security and Agriculture (DKPP) Bandung City. The target of this training is that participants are able to make a full set menu that is Diverse, Balanced and Safe (B2SA) which is expected to have an impact on reducing the birth of malnourished children.Kasus stunting di Indonesia sering ditemukan pada kelompok ekonomi dan sosial yang rendah. Berdasarkan kepada Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) pada tahun 2021, tingkat stunting berkisar 24,4%, namun tingkat stunting sudah mengalami penurunan jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Strategi yang kami lakukan untuk menurunkan angka stunting, salah satunya dengan menyelenggarakan kegiatan Pelatihan Pembuatan Makanan Lengkap yang Beragam, Bergizi Seimbang serta Aman (B2SA). Sasaran pelatihan ini adalah Penyuluh Umum Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bandung. Target dari pelatihan ini adalah peserta mampu membuat makanan lengkap (full set menu) yang Beragam, Bergizi Seimbang serta Aman (B2SA) diharapkan memiliki dampak untuk mengurangi kelahiran anak yang kurang gizi

    Pelatihan Olahan Produk Berbasis Bahan Pangan Lokal Hasil Buruan SAE (Sehat, Alami, Ekonomis)

    No full text
    Kondisi 96% pasokan pangan kota Bandung berasal dari luar daerah menjadi fokus pemerintah daerah dalam pengembangan konsep urban farming. Melalui program Buruan Sae diharapkan dapat membangun ketahanan pangan daerah. Tujuan pengabdian untuk meningkatkan pemanfaatan bahan pangan hasil Buruan Sae sehingga menjadi peluang bisnis untuk dikembangkan. Komoditi hasil Buruan Sae belum dapat diberdayakan secara optimal oleh kelompok tersebut. Hasil tersebut sebatas dimanfaatkan untuk keperluan harian dan dikonsumsi segar. Pengolahan dapat memperpanjang daya simpan dan meningkatkan value komoditi. Untuk menjawab permasalahan kemitraan diperlukan solusi. Solusi yang ditawarkan kemitraan masyarakat ini: pemberian pengetahuan karakteristik komoditi berbasis pangan lokal dan menggali potensi produk sekitar, pelatihan mengolah produk hasil Buruan Sae, dan edukasi di bidang pemasaran. Pelatihan disampaikan oleh pemateri yang handal di bidangnya sehingga permasalahan yang ada di mitra menemukan solusi. Materi meliputi pengolahan pangan lokal menjadi produk yang potensial. Mitra juga didampingi dalam praktek pengolahan. Hasil yang diharapkan, mitra dapat mengaplikasikannya di kelompoknya
    corecore