34 research outputs found

    Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah dalam Peningkatan Mutu Pendidikan pada SMP Negeri 19 Percontohan Banda Aceh

    Full text link
    Manajemen Berbasis Sekolah merupakan suatu konsep pengelolaan yang menawarkan otonomi kepada sekolah untuk mengambil keputusan dalam upaya melibatkan seluruh komponen sekolah secara efektif dan efisien untuk meningkatan mutu pendidikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dalam peningkatan mutu pendidikan. Pendekatannya kualitatif dengan metode deskriptif. Teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Subyek penelitian adalah kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, dan ketua komite sekolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Perencanaan program berdasarkan visi, misi, dan tujuan sekolah. Program kerja disusun oleh tiap komponen sekolah dengan merevisi program kerja tahun yang lalu dan diverifikasi oleh kepala sekolah. Subtansinya mengarah pada upaya peningkatan mutu pendidikan namun tidak mencantumkan target hasil secara detail. (2) Pelaksanaan program dikelola oleh tiap komponen sekolah, dengan menyiapkan petunjuk pelaksanaan tertulis seperti: Dokumen KTSP, struktur organisasi, pembagian tugas guru dan tenaga kependidikan, peraturan akademik, dan tata tertib sekolah. (3) Evaluasi program lebih terfokus pada program akademik dari pada efektifitas dan efisiensi pembelajaran dan kinerja guru, melaksanakan Evaluasi Diri Sekolah dan akriditasi sekolah. Hasil evaluasi pelaksanaan program dibuat laporan yang terdiri dari laporan teknis dan keuangan kepada pemerintah daerah. Keywords: Manajemen, bimbingan dan konseling, pembinaan siswa

    The Effects of Modern Food Retail Development on Consumers, Producers, Wholesalers and Traditional Retailers: The Case of West Java

    Get PDF
    In developing countries, retail development was never considered as a strategy to boost the economy until the Asian financial crisis happened in 1998, which made the countries could not rely on their exports anymore. Indonesia experienced a difficult economic period and it became worse due to the political crisis, which happened in the same time with the financial crisis. One of the economic recovery programs was retail liberalisation, which consequently opened the domestic market for foreign retailers. Meanwhile, rapid urbanisation and huge investments in real estate have made retail sector, particularly modern food retail in Indonesia to grow bigger, it challenged local retailers to develop. The development of super- and hypermarkets in Indonesia in the last decade indicated that retail sector development was used as a strategy to encourage the economy. However, the development brings controversies regarding its impact on traditional retailers, environment and local economy. This study has an objective to investigate whether the development of super- and hypermarkets as part of a strategy to boost the local economy benefits actors in the value chain, i.e. agricultural producers, local food processors and wholesalers. West Java was chosen as the case in this study considering that this province, is the centre of horticulture production, which experienced rapid development of modern food retail in the last decade. .....

    Building Competitive Advantage Of Nations Through Cluster

    Full text link
    Pada era ekonomi baru, keunggulan bersaing suatu negara tidak diperoleh dari sumber daya alam tetapi diperoleh dari kemampuan industri di negara tersebut untuk berkembang dan berinovasi . Berdasarkan "deamond model" dari Prof. Michael E. Porter, terdapat empat faktor yang membentuk keunggulan bersaing. Model cluster yang dikembangkan di suatu industri, negara atau regional merupakan suatu model yang mengintegrasikan seluruh pelaku dalam suatu industri di suatu area, negara ataupun regional sebagai suatu kesatuan yang saling berperan dalam suatu sistem

    Are All Marketers Liars ?

    Full text link
    Today, consumers demand higher levels of quality, reliability, and durability of product A marketer must understand consumer's expectations and try to satisfy those and retain the consumer's loyalty.The shift from golden age of marketing to post age creates new challenge for marketer because consumers do not trust television commercials anymore. In this age consumers love being told a storyTo tell a story marketer must understand what is a great story. A great story must true, authentic, trusted, appeal to people senses, and must agree with people worldview. So it is a challenge to marketer in creating and telling a story to consumers. Good story will be spread automatically by consumers to their friends, colleagues and others

    Are All Marketers Liars ?

    Full text link
    Today, consumers demand higher levels of quality, reliability, and durability of product A marketer must understand consumers expectations and try to satisfy those and retain the consumers loyalty. The shift from golden age of marketing to post age creates new challenge for marketer because consumers do not trust television commercials anymore. In this age consumers love being told a story To tell a story marketer must understand what is a great story. A great story must true, authentic, trusted, appeal to people senses, and must agree with people worldview. So it is a challenge to marketer in creating and telling a story to consumers. Good story will be spread automatically by consumers to their friends, colleagues and others

    Membangun Keunggulan Bersaing di Era New Value Economy

    Full text link
    In the new value economy era company is demanded to give more innovative offering to the market. Value becomes the most important thing as the part of company's offering. The unique of product, store, services and brand are part of company's uniquevalue propositions. The brand value chain pushes the brand to become a tool that can create the company's competitive advantage. This concept needs commitment and change the way of thinking from the all of company's members. The value oriented brand system is becoming one distinctive alternative for company to build its competitive advantage in the new value economy era

    Winning

    Full text link

    Perilaku Berbelanja Fashion Tradisional Indonesia: Antecedents dan Konsekuensi dari Involvement Konsumen (Studi pada Tenun Songket Palembang)

    Full text link
    Dalam melihat perilaku konsumen terhadap fashion salah satu faktor yang erat kaitannya dengan keputusan pembelian adalah involvement. Involvement adalah suatu variabel yang membedakan individu dengan individu lain yang dapat mempengaruhi perilaku berkomunikasi konsumen dan pembuatan keputusan konsumen tersebut. Ada banyak faktor yang mempengaruhi involvement antara lain adalah materialism, usia, jenis kelamin (O‟cass,2004). Faktor lain adalah faktor individu, faktor situasional dan faktor stimulan (Zaikowsky, 1996). Dalam penelitian lain ada antesenden lain yang dipergunakan seperti materialism, brand engagement dan status consumption ( Golsmith et al., 2012). Dalam penelitian ini faktor antesenden keterlibatan yang diteliti adalah materialisme dan reference grup.Involvement/keterlibatan menjadi mediator yang memediasi faktor-faktor antesenden dengan perilaku belanja konsumen. Perilaku berbelanja dalam penelitian ini berkaitan dengan waktu belanja, frekuensi belanja, tempat pemilihan belanja, Kenyamanan berbelanja, jumlah uang yang dikeluarkan saat berbelanja. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil konsumen kain tenun songket Palembang, faktor penentu yang paling mempengaruhi keterlibatan konsumen ketika hendak berbelanja fashion tradisional Indonesia yaitu kain tenun songket Palembang dan berapa besar pengaruh keterlibatan konsumen terhadap perilaku berbelanja konsumen akan fashion tradisional Indonesia yaitu kain tenun songket Palembang Objek dalam penelitian ini adalah fashion tradisional Indonesia berupa tenun songket Palembang. Objek ini dipilih karena tenun merupakan bagian dari budaya bangsa Indonesia yang harus dilestarikan. Kain tenun merupakan salah satu bagian dari budaya Indonesia dan bagian dari fashion Indonesia. Hampir di seluruh daerah di nusantara memiliki kain tenun dengan motif/corak tenun yang penuh kandungan makna budaya. Penelitian ini menggunakan SEM sebagai alat analisis, data dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Jumlah responden sebanyak 200 ornag. Hasil penelitian ini adalah pemakai kain tenun songket Palembang adalah wanita berusia antara 18 tahun sampai wanita berusia diatas 41, dengan mayoritas pendidikan sederajat SMU, pekerjaan responden mayoritas adalah ibu rumah tangga. Responden termasuk kelas atas, pengeluaran per-bulan responden untuk pakaian berkisar antara Rp.1000.000,00 sampai diatas Rp.3.000.000,00, pengeluaran per-bulan untuk pakaian tradisional antara Rp.1.000.000,00-Rp.3.000.000,00. Responden dalam penelitian ini sangat mementingkan penampilan, namun tidak semua responden mementingkan merek. Responden pada penelitian ini kebanyakan membeli pakaian di butik dan mall. Sumber informasi pembelian pakaian mereka kebanyakan adalah keluarga, kerabat dan teman .Responden juga sering mencari informasi secara online. Responden cukup sering memakai pakaian tradisional, juga cukup banyak memiliki pakaian tradisional. Pakaian tradisional yang mereka miliki mulai dari kain khas suatu daerah sampai ke baju khas daerah. Responden membeli pakaian tradisional paling sering di pameran dan sumber informasi responden ketika membeli pakaian tradisional adalah ketika melihat-lihat pameran fashion tradisional, Jumlah kain songket yang dimiliki responden umumnya kurang dari 3 buah. Responden menggunakan kain songket umumnya untuk upacara adat, misalnya perkawinan. Pada penelitian ini faktor reference group lebih berpengaruh pada keterlibatan daripada faktor materialisme

    Imitasi Pola Pikir Manajer Profesional Untuk Mengembangkan Tradisional Bisnis

    Full text link
    Distributor UD. X seringkali harus menunggu pengiriman barang dari distributor area (utama) karena intervensi langsung dari produsen yang memerintahkan distributor utama untuk memenuhi permintaan ritel modern terlebih dahulu.Akibatnya, beberapa pelanggan UD.X membatalkan pesanan karena barang tidak tersedia. Kondisi ini bisa diminimalkan jika UD. X memiliki manajemen persediaan yang baik. Tantangan ini bisa diselesaikan oleh UD. X jika menyewa seorang manajer profesional tetapi solusi ini tidak dapat dilaksanakan. Upaya lain adalah dengan menerapkan sistem informasi berbasis komputer yang mampu meniru pola pikir seorang manajer profesional dalam mengelola persediaan. Penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan wawancara mendalam dengan pemilik, karyawan, pelanggan utama UD.X, dan praktisi dalam manajemen persediaan serta studi dokumen Perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa optimalisasi pemesanan pembelian UD. X dapat meningkatkan dengan terlebih dahulu membuat kategorisasi pelanggan yang akan membantu Perusahaan menentukan perilaku pelanggan. Di samping itu, ada beberapa faktor di dalam Perusahaan yang harus diubah sehingga sistem dapat dimanfaatkan secara optimal
    corecore