28 research outputs found

    Pelaksanaan Registrasi Kematian dan Penyebab Kematian di Kota Ambon Tahun 2014

    Get PDF
    Abstract The registration system of death and cause of death as part of a good Civil Registration and Vital Statistics System (CRVS) form the basis for planning, monitoring and evaluating development programs. Ambon City as one of the development areas for recording death and causes of death since 2010 shows results that are still under-estimated (below 7 permill). Evaluation of the implementation process is needed to find out the obstacles. The qualitative methods include in-depth interviews, Focus Group Discussion (FGD) and collecting secondary data as supporting data. The analysis is part of the Comprehensive Evaluation Study on the Development of the Death Registration System and the Causes of Death in 14 districts/cities in Indonesia in 2014, carried out by triangulation and thematically compiled. The results obtained that the system of birth and death registration in the city of Ambon is already well-organized: there are regional regulations regarding the administration of population administration even though they have not included information on causes of death; the difference in vital registration data from various agencies; limited human resources, funds, facilities and infrastructure; and public awareness to report births/deaths still low. To increase the coverage of death registration and causes of death, it is necessary: local government regulations that include the cause of death; formation of joint committees and “one data” vital statistics; Autopsy Verbal (AV) workshop/training; utilization of funds from the Regional Revenue and Expenditure Budget and Health Operational Costs optimally; cooperation with community leaders (Muhabet) and socialization to the community. Abstrak Sistem registrasi kematian dan penyebab kematian sebagai bagian dari Sistem Registrasi Sipil dan Statistik Vital (Civil Registrations and Vital Statistics/CRVS) yang baik menjadi dasar untuk perencanaan, monitoring, dan evaluasi program pembangunan. Kota Ambon sebagai salah satu daerah pengembangan kegiatan pencatatan kematian dan penyebab kematian sejak tahun 2010, menunjukkan hasil yang masih under estimate (dibawah 7 permil). Evaluasi proses pelaksanaan diperlukan untuk mengetahui kendala yang dihadapi. Metode yang digunakan kualitatif meliputi wawancara mendalam, Focus Group Discussion (FGD) dan mengumpulkan data sekunder sebagai data pendukung. Analisis merupakan bagian dari Studi Evaluasi Menyeluruh Pengembangan Sistem Registrasi Kematian dan Penyebab Kematian di 14 kabupaten/kota di Indonesia Tahun 2014, dilakukan dengan triangulasi dan disusun secara tematik. Hasil yang diperoleh bahwa sistem pencatatan kelahiran dan kematian di Kota Ambon sudah tersistem dan tertata cukup baik, ada peraturan daerah tentang penyelenggaraan administrasi kependudukan walaupun belum mencakup keterangan penyebab kematian; adanya perbedaan data registrasi vital dari berbagai instansi; keterbatasan sumber daya manusia, dana, sarana prasarana; serta kesadaran masyarakat untuk melaporkan kejadian kelahiran/kematian yang masih rendah. Untuk meningkatkan cakupan registrasi kematian dan penyebab kematian, diperlukan: regulasi pemerintah daerah yang menyertakan penyebab kematian; pembentukan komite bersama dan “one data” statistik vital; workshop/pelatihan Autopsy Verbal (AV); pemanfaatan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Biaya Operasional Kesehatan (BOK) secara optimal; kerjasama dengan tokoh masyarakat (Muhabet), dan sosialisasi kepada masyarakat

    Kadar C-erbb2 dalam Serum dan Saliva Pasien Kanker Payudara

    Full text link
    C-erbB2 used as a marker for determining treatment and prognosis of breast cancer. The most often method used to evaluate c-erbB2 in tissue samples is by immunohistochemistry (IHC). Another method to evaluate c-erbB2 is measure the level of ECD (extra cellular domain) c-erbB2 were detached from the cell surface in serum and saliva. Saliva is used as a diagnostic tool because it can be collected noninvasive, easy. This study aimed to evaluate the levels of c-erbB2 in serum and saliva breast cancer patients compared to controls and to assess the possibility of the use of saliva as an alternative sample examination biomarker. The study using cross sectional design, implemented at Dharmais hospital of April-December 2012. The sample consisted of 55 subject of cancer patients and 56 controls. Specimens were taken from both groups, levels of c-erbB2 serum and saliva were measured by ELISA (cut off value ÂĄ30 ng/ml) and the results compared to c-erbB2 IHC. Serum and salivary level of c-erbB2 increased at 10,9% and 7,3% of breast cancer patients. The levels of c-erbB2 in serum and saliva patients was higher than controls. Salivary levels of c-erbB2 correlated with serum (r=0.31). Sensitivity of serum c-erbB2 38% and 13% for saliva, spesivicity of 91% for both. PPV 50% and NPV 86% at serum, PPV 25% and NPV 82% at saliva. C-erbB2 can be detected in the serum and saliva and its overexpressed in 7-11% of breast cancer patients. Saliva may have potensial use as an alternative sample examination biomarkers in breast cancer.Keywords : C-Erbb2 ; Serum; Saliva; Breast CancerAbstrakPemeriksaan c-erbB2 berguna dalam menentukan terapi dan prognosis pasien kanker payudara. Carapaling sering untuk mengevaluasi ekspresi protein c-erbB2 dalam sampel jaringan adalah imunohistokimia (IHK). Cara lainnya adalah dengan menilai kadar ECD (extra cellular domain) c-erbB2 dalam serum dan saliva yang terlepas dari permukaan sel. Saliva digunakan sebagai spesimen diagnosis karena dapat dikumpulkan secara non-invasif, mudah, tanpa peralatan khusus untuk mengumpulkannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kadar c-erbB2 dalam serum dan saliva pada pasien kanker payudara dibandingkan dengan kontrol serta menilai kemungkinan penggunaan saliva sebagai spesimen alternatif pemeriksaan penanda pada kanker payudara. Penelitian menggunakandesain cross sectional analitik, dilaksanakan di RS kanker Dharmais dari April-Desember 2012. Sampel terdiri dari: 55 subjek kelompok pasien kanker dan 56 kelompok kontrol. Spesimen diambil dari serum dan saliva kedua kelompok, kadar c-erbB2 diukur dengan metode ELISA dengan cut off value ÂĄ30 ng/ml, kemudian hasil kadar c-erbB2 dibandingkan dengan c-erbB2 jaringan (IHK). Amplifikasi c-erbB2 jaringan terjadi pada 14,5% pasien kanker payudara sedangkan kadar c-erbB2 serum dan saliva meningkat pada 10,9% dan 7,3% pasien. Kadar rata-rata c-erbB2 serum dan saliva pada kelompok pasien kanker payudara lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Kadar c-erbB2 dalam saliva berkorelasi dengan kadar c-erbB2 serum (r=0,31). Sensitifitas c-erbB2 pada serum 38%, 13% pada saliva. Spesifisitas serum dan saliva masing-masing 91% dengan PPV 50%, NPV 86% pada serum dan PPV 25%, NPV 82% pada saliva. C-erbB2 dapat terdeteksi di dalam serum dan saliva, mengalami overekspresi pada 7-11% pasien kanker payudara. Saliva merupakan sampel yang potensial digunakan sebagai sampel pemeriksaan biomarker kanker payudara.Kata kunci : C-Erbb2; Saliva; Serum; Kanker Payudar

    Faktor Risiko Penyakit Ginjal Kronik Berdasarkan Analisis Cross-sectional Data Awal Studi Kohort Penyakit Tidak Menular Penduduk Usia 25-65 Tahun di Kelurahan Kebon Kalapa, Kota Bogor Tahun 2011

    Full text link
    Glomerular Filtration Rate (GFR) is associated with renal function and used to diagnose Chronic Kidney Disease (CKD). CKD is considered a serious worldwide public health problem, and the prevalence is increasing dramatically. The aim of the analisis is to explore of the factors associated with estimated Glomerular Filtration Rate (eGFR). This analysis used subset baseline data Cohort Study Non-Communicable Diseases (NCD) 2011 with a cross-sectional design. CKD was defined as those withan estimated glomerular filtration rate (eGFR) <60 mL/min/1.73 m2. We analyzed of 1932 subjects (820 males and 1112 females) aged 25-65 years old. GFR was estimated by using calibrated serum creatinine level with a formula CKD-epi, devided into ÂĄ60 mL/min/1.73 m2 and <60 mL/min/1.73 m2. Subject with e-GFR <60 mL/min/1.73 m2 was 2,3%, and increased remarkably with age. Multivariate logistic regression analysis demonstrated that age of 49-65 years (OR=13.57; 95% CI: 4.73-38.97),economic status quintile 1 (OR=4.44; 95% CI: 1.14-17.39), hipertension (OR=3.71;95% CI: 1.82-7.59), male gender (OR=2.97; 95% CI: 1.49-5.92), diabetes mellitus (OR=2.54; 95% CI=1.24-5.20), obesity(OR=2.51; 95% CI: 1.20-5.25), were significant factors that were independently associated with CKD.Keywords : risk factors; glomerular filtration rate; CKDAbstrakLaju filtrasi glomerulus (LFG) berhubungan dengan kondisi fungsi ginjal dan digunakan sebagai penentu diagnosis Penyakit Ginjal Kronik (PGK). PGK merupakan masalah kesehatan yang serius dan prevalensinya meningkat secara drastis. Tujuan analisis ini untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan PGK. Data diambil dari subset data Studi Kohor Penyakit Tidak Menular (PTM) di Kota Bogor Tahun 2011, menggunakan disain analisis potong lintang. Subjek yang dianalis berjumlah 1932 orang(1112 perempuan dan 820 laki-laki) berumur 25-65 tahun. LFG diklasifikasikan menurut estimasi LFG (e-LFG) berdasarkan kriteria CKD-epi, dengan kategori ÂĄ60 mL/min/1,73 m2 dan <60 mL/min/1,73 m2. PGK terjadi bila eLFG <60 mL/min/1,73 m2. Subjek dengan e-LFG <60 mL/min/1,73 m2 berjumlah 44 orang (2,3%), persentasenya meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Analisis multivariat menunjukkan bahwa kelompok umur 49-65 tahun (OR=13,57; 95% CI: 4,73-38,97), status ekonomi kuintil ke 1 (OR=4,44; 95% CI: 1,14-17,39), hipertensi (OR=3,71;95% CI: 1,82-7,59), jenis kelamin laki-laki (OR=2,97; 95% CI: 1,49-5,92), diabetes melitus (OR=2,54; 95% CI=1,24-5,20), dan obesitas(OR=2,51; 95% CI: 1,20-5,25) mempunyai hubungan yang signifikan dengan terjadinya PGKKata kunci : faktor risiko, laju filtrasi glomerulus, PG

    Manajemen Pendekatan Keluarga sebagai Fokus Materi dalam Pelatihan Keluarga Sehat

    Get PDF
    Abstract Healthy Family Training is an important stage of implementing the Healthy Indonesia Program with a Family Approach (PISPK) to provide qualified surveyors that they are able to carry out PISPK according to the guidelines in Permenkes No. 39/2016. The results of the 2019 PISPK implementation evaluation show that the implementation of PISPK has not been optimal. Only a quarter of trained puskesmas have conducted data analysis and utilization. This paper aims to evaluate the implementation of KS training.The analysis is part of the Implementation Research with Participatory Action Research in five Health Training Centers which was conducted in two stages. The first stage was carried out in Bandar Lampung Lampung in 2017, while the second stage (2018) was carried out in Banjarmasin (South Kalimantan), Gombong (Central Java), Palu (Central Sulawesi), and Kupang, East Nusa Tenggara (NTT). The researchers act as consultants, as well as monitor the implementation of training according to monitoring instruments, and conduct in-depth interview with informants in charge of the provincial, district/city health offices, head of the puskesmas. Data were analyzed qualitatively and arranged thematically. The results show that the preparation and process of KS training in five Health Centers in Indonesia has been carried out quiet well. The training implementation team is formed based on the assignment decree, the trainers have methodological and technical competences. The suitability of participants with the criteria ranges from 90-100%. The facilities and infrastructure at the training venue are adequate, but the wi-fi signal is not strong enough. The learning process shows that the delivery of material is still program-oriented, the topic most discussed by the participants was Family Approach Management and KS Application (MI7), the material delivery of material is considered less applicable (not yet describing implementation in the field). Suggestions for the training material to focus on the the topic MI7, delivery is presented in simulation, and supported by wi-fi with sufficient bandwidth. It is necessary to strengthen the topic of field organization, data management and analysis, as well as the preparation of a plan for proposed activities. Abstrak Pelatihan Keluarga Sehat (KS) merupakan tahap penting pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PISPK) untuk menyediakan surveyor yang berkualitas, sehingga mampu melaksanakan PISPK sesuai pedoman dalam Permenkes No. 39 Tahun 2016. Hasil evaluasi implementasi PISPK 2019, menunjukkan bahwa pelaksanaan PISPK belum optimal. Hanya seperempat puskesmas terlatih yang telah melakukan analisis dan pemanfaatan data. Tulisan ini bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan pelatihan KS. Analisis merupakan bagian dari Riset Implementasi dengan Parcipatory Action Research (PAR) di lima Balai Pelatihan Kesehatan yang dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama dilakukan di Bandar Lampung (Lampung) pada tahun 2017, sedangkan tahap ke-2 (2018) dilakukan di Banjarmasin (Kalimantan Selatan), Gombong (Jawa Tengah), Palu (Sulawesi Tengah), dan Kupang Nusa Tenggara Timur (NTT). Peneliti sebagai konsultan sekaligus memonitor pelaksanaan pelatihan sesuai instrumen monitoring serta melakukan wawancara mendalam dengan informan penanggung jawab KS Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota, serta Kepala Puskesmas. Data dianalisis secara kualitatif dan disusun berdasarkan tematik. Hasil menunjukkan bahwa persiapan dan proses pelatihan KS di lima Balai Pelatihan Kesehatan di Indonesia telah dilakukan dengan cukup baik. Tim pelaksana pelatihan dibentuk berdasarkan SK penugasan, pelatih memiliki kompetensi metodologi dan teknis. Kesesuaian peserta dengan kriteria berkisar 90-100%. Sarana dan prasarana di tempat pelatihan sudah memadai, namun sinyal jaringan nirkabel kurang kuat. Proses pembelajaran menunjukkan bahwa penyampaian materi masih berorientasi pada masing-masing program; topik yang paling banyak didiskusikan oleh peserta adalah Manajemen Pendekatan Keluarga dan Aplikasi KS (MI7); penyampaian materi dinilai kurang aplikatif (belum menggambarkan implementasi di lapangan). Saran agar materi pelatihan berfokus pada topik MI7, penyampaian disajikan dalam bentuk simulasi, dan ditunjang dengan jaringan nirkabel dengan bandwidth yang cukup. Diperlukan penguatan topik pengorganisasian lapangan, pengelolaan dan analisis data, serta penyusunan rencana usulan kegiatan

    Pengetahuan Tentang Faktor Risiko, Perilaku dan Deteksi Dini Kanker Serviks dengan Inspeksi Visual Asam Asetat (Iva) pada Wanita di Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor

    Full text link
    Cervical cancer incidence in Indonesia was continues to increase and the majority of sufferers are detected at an terminal stage. It can be prevented and detected early if womens have a good knowledge and awareness of early detection. The aims of analysis is to assess the knowledge of risk factors, behaviors and early detection of cervical cancer in women with VIA at the District Central Bogor, Bogor. Data analysis comes from a subset of baseline data research Cohort Study of Risk Factors of Non-Communicable Diseases, using crosssectional design. Assessment of knowledge and behavior was conducted by interviews using a structured questionnaire and examination of the cervix with VIA method. From 3303 female respondents, knowledge of HPV can cause cervical cancer were 17,3%, knowledge of risk factors cervical cancer good categories 19,3 % and 3,8 % ever did VIA. Womens who do not done VIA 1055 people with the reason: Squamo Colummnar Junction (SCJ) are not visible, unmarried, pregnant and other reasons (embarrassment, fear). VIA examination results of 2248 respondents: 98,1 % negative, positive 1,7%, cervical cancers 0,1%. Knowledge on causes and risk factors of cervical cancer remains low. The behavior of examination of early detection is still low. Necessary efforts to increase knowledge, examination of early detection of cervical cancer which conducted with comprehensive and multi disciplinary sectors to prevent cervical cancer.Keywords : Knowledge, Behavior,Cervical cancer, VIAAbstrakInsiden kanker serviks di Indonesia terus meningkat dan mayoritas penderitanya baru terdeteksi pada stadium lanjut. Hal tersebut dapat dicegah dan terdeteksi lebih awal jika wanita mempunyai pengetahuan yang baik dan kesadaran melakukan deteksi dini. Analisis bertujuan untuk menilai pengetahuan faktor risiko, perilaku dan deteksi dini kanker serviks dengan pemeriksaan IVA pada wanita di Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Data analisis ini berasal dari subset baselinedata penelitian Studi Kohor Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular 2012, menggunakan desain potong lintang. Penilaian pengetahuan dan perilaku dilakukan dengan metode wawancara menggunakan kuesioner yang terstruktur dan pemeriksaan serviks dengan metode IVA. Dari 3303 responden wanita, pengetahuan tentang HPV sebagai penyebab kanker serviks sebanyak 17,3%, pengetahuan faktor risiko kanker serviks kategori baik 19,3% dan pernah melakukan IVA 3,8%. Wanita yang tidak dilakukan IVA sebanyak 1055 orang dengan alasan Sambungan Skuamo Kolumnar (SSK) tidak kelihatan, belum kawin, hamil dan alasan lain (malu, takut). Hasil pemeriksaan IVA dari 2248 responden: negatif 98,1%, positif 1,7%, kanker serviks 0,1%. Pengetahuan responden tentang penyebab dan faktor risiko kanker serviks masih rendah. Perilaku pemeriksaan deteksi dini juga masih rendah. Diperlukan upaya peningkatan pengetahuan, pemeriksaan deteksi dini kanker serviks yang dilakukan secara komprehensif dan multi sektor disiplin guna mencegah kanker serviks.Kata kunci : Pengetahuan, Perilaku, Kanker serviks, IV

    Pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) di Puskesmas

    Get PDF
    The Healthy Indonesia Program is one of the programs of the nawacita agenda, in order to improve the&nbsp;health and nutritional status of the community through health efforts and community empowerment. This&nbsp;program makes the puskesmas as a pioneer in the implementation by prioritizing the family approach. In&nbsp;this way it is expected to increase the reach, target and improve access to health services in the working&nbsp;area. The Healthy Indonesia Program with a Family Approach (PIS-PK) also emphasized the essence of&nbsp;puskesmas’ functions as promoting and preventing efforts. The purpose of this paper was to know PIS-PK&nbsp;implementation process at 8 puskesmas in 5 provinces, namely Wayurang, Karanganyar, Tanjung&nbsp;Sari, and Tanjung Bintang (Lampung Selatan Regency, Lampung), Banjarnegara 1 (Banjarnegara&nbsp;Regency, Central Java), Lahihuruk (Waikabubak Regency, East Nusa Tenggara), Giri Mulya (Tanahbumbu District, South Kalimantan), and Tawaeli Health Center (Palu City, Central Sulawesi) conducted&nbsp;during 2018. This analysis was part of the PIS-PK implementation research conducted using the&nbsp;approach Participatory Action Research (PAR), through qualitative methods; in-depth interviews, Focus&nbsp;Group Discussion (FGD), and seeing the results of updating the data conducted by officers. Based&nbsp;on the results of the FGD with officers and in-depth interviews with the head of the puskesmas, it was&nbsp;found that all locus puskesmas had carried out preparations for the implementation of home visits&nbsp;including the preparation of human resources, carrying out on the job training (OJT), preparing logistics,&nbsp;conducting external socialization before conducting home visits. Home visit had only been conducted by&nbsp;data collection phase. It had not been integrated in existing program in puskesmas. Abstrak Program Indonesia Sehat merupakan salah satu program dari agenda nawacita, dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan&nbsp;pemberdayaan masyarakat. Program ini menjadikan puskesmas sebagai pelopor pelaksanaan dengan&nbsp;mengedepankan pendekatan keluarga. Dengan cara ini diharapkan dapat meningkatkan jangkauan,&nbsp;sasaran, dan meningkatkan akses pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya. Program Indonesia Sehat&nbsp;dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) juga menekankan esensi fungsi puskesmas pusat kesehatan&nbsp;masyarakat (puskesmas) dalam upaya promotif dan preventif. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk&nbsp;mengetahui proses pelaksanaan PIS-PK pada delapan puskesmas di lima provinsi, yaitu Puskesmas Wayurang, Puskesmas Karanganyar, Puskesmas Tanjung Sari, dan Puskesmas Tanjung Bintang&nbsp;(Kabupaten Lampung Selatan, Lampung), Puskesmas Banjarnegara 1 (Kabupaten Banjarnegara,&nbsp;Jawa Tengah), Puskesmas Lahihuruk (Kabupaten Waikabubak, Nusa Tenggara Timur), Puskesmas Giri&nbsp;Mulya (Kabupaten Tanahbumbu, Kalimantan Selatan), dan Puskesmas Tawaeli (Kota Palu, Sulawesi&nbsp;Tengah) yang dilakukan selama tahun 2018. Analisis ini merupakan bagian dari riset implementasi PIS-PK yang dilaksanakan dengan pendekatan Participatory Action Research (PAR), melalui metode&nbsp;kualitatif; wawancara mendalam, Focus Group Discussion (FGD), dan melihat hasil updating data&nbsp;yang dilakukan petugas. Berdasarkan hasil FGD dengan petugas dan wawancara mendalam kepala&nbsp;puskesmas diketahui bahwa seluruh puskesmas lokus telah melaksanakan persiapan pelaksanaan&nbsp;kunjungan rumah meliputi persiapan SDM, melaksanakan on the job training (OJT), mempersiapkan&nbsp;logistik, melakukan sosialisasi eksternal sebelum melakukan kunjungan rumah. Kunjungan rumah yang&nbsp;dilakukan baru bersifat pendataan, belum mengintegrasikan program yang ada di puskesmas

    Faktor Risiko Penyakit Ginjal Kronik Berdasarkan Analisis Cross-sectional Data Awal Studi Kohort Penyakit Tidak Menular Penduduk Usia 25-65 Tahun di Kelurahan Kebon Kalapa, Kota Bogor Tahun 2011

    Get PDF
    AbstractGlomerular Filtration Rate (GFR) is associated with renal function and used to diagnose Chronic Kidney Disease (CKD). CKD is considered a serious worldwide public health problem, and the prevalence is increasing dramatically. The aim of the analisis is to explore of the factors associated with estimated Glomerular Filtration Rate (eGFR). This analysis used subset baseline data Cohort Study Non-Communicable Diseases (NCD) 2011 with a cross-sectional design. CKD was defined as those withan estimated glomerular filtration rate (eGFR) &lt;60 mL/min/1.73 m2. We analyzed of 1932 subjects (820 males and 1112 females) aged 25-65 years old. GFR was estimated by using calibrated serum creatinine level with a formula CKD-epi, devided into ≥60 mL/min/1.73 m2 and &lt;60 mL/min/1.73 m2. Subject with e-GFR &lt;60 mL/min/1.73 m2 was 2,3%, and increased remarkably with age. Multivariate logistic regression analysis demonstrated that age of 49-65 years (OR=13.57; 95% CI: 4.73-38.97),economic status quintile 1 (OR=4.44; 95% CI: 1.14-17.39), hipertension (OR=3.71;95% CI: 1.82-7.59), male gender (OR=2.97; 95% CI: 1.49-5.92), diabetes mellitus (OR=2.54; 95% CI=1.24-5.20), obesity(OR=2.51; 95% CI: 1.20-5.25), were significant factors that were independently associated with CKD.Keywords : risk factors; glomerular filtration rate; CKDAbstrakLaju filtrasi glomerulus (LFG) berhubungan dengan kondisi fungsi ginjal dan digunakan sebagai penentu diagnosis Penyakit Ginjal Kronik (PGK). PGK merupakan masalah kesehatan yang serius dan prevalensinya meningkat secara drastis. Tujuan analisis ini untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan PGK. Data diambil dari subset data Studi Kohor Penyakit Tidak Menular (PTM) di Kota Bogor Tahun 2011, menggunakan disain analisis potong lintang. Subjek yang dianalis berjumlah 1932 orang(1112 perempuan dan 820 laki-laki) berumur 25-65 tahun. LFG diklasifikasikan menurut estimasi LFG (e-LFG) berdasarkan kriteria CKD-epi, dengan kategori ≥60 mL/min/1,73 m2 dan &lt;60 mL/min/1,73 m2. PGK terjadi bila eLFG &lt;60 mL/min/1,73 m2. Subjek dengan e-LFG &lt;60 mL/min/1,73 m2 berjumlah 44 orang (2,3%), persentasenya meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Analisis multivariat menunjukkan bahwa kelompok umur 49-65 tahun (OR=13,57; 95% CI: 4,73-38,97), status ekonomi kuintil ke 1 (OR=4,44; 95% CI: 1,14-17,39), hipertensi (OR=3,71;95% CI: 1,82-7,59), jenis kelamin laki-laki (OR=2,97; 95% CI: 1,49-5,92), diabetes melitus (OR=2,54; 95% CI=1,24-5,20), dan obesitas(OR=2,51; 95% CI: 1,20-5,25) mempunyai hubungan yang signifikan dengan terjadinya PGKKata kunci : faktor risiko, laju filtrasi glomerulus, PG

    Gambaran Kohor 2011-2013 Gangguan Mental Emosional Berdasarkan SRQ-20 pada Penduduk Kelurahan Kebon Kalapa Bogor

    Full text link
    Mental emotional disorder or psychological distress is one of non communicable diseases (NCD) risk factor. The aim of this analysis was to figure mental emotional condition among adult population in Kebon Kalapa Village of Bogor from 2011 to 2013. There were 1338 analyzed subjects those were same people, 25-65 years old, living in Kebon Kalapa Bogor city. The instrument used was Self Reporting Questionnaire (SRQ) consisted of 20 items need yes or no answer. Subjects would be indicated have mental emotional disorder if they answeredyesfor six questions. The sample was taken using consecutive sampling method. Data was processed using computer with SPSS 21 version statistical program. We describe the characteristics of subjects by general linear model repeated measure analysis to assess every measurement. The results showed frequency and mean score of SRQ of population increased in 2012 and decreased in 2013. It was appropriate to National Basic Health Research 2013 that showed decreasing pattern of mental emotional disorder among Indonesian population in 2013.Keywords : mental emotional disorder, SRQ, non communicable disease cohort.AbstrakGangguan mental emosional atau distres psikologik merupakan salah satu faktor risiko penyakitpenyakit tidak menular. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan kondisi mental emosional penduduk Kelurahan Kebon Kalapa Bogor dari tahun 2011 sampai 2013. Jumlah subjek yang dianalisis sebanyak 1338 orang yang berusia 25-65 tahun. Alat ukur yang digunakan adalah Self Reporting Questionnaire (SRQ) yang terdiri 20 butir pertanyaan yang memerlukan jawaban ya atau tidak. Subjek diindikasikan mengalami gangguan mental emosional apabila memiliki jawaban ya pada paling sedikit 6 butir pertanyaan. Cara pengambilan sampel secara consecutive sampling. Data diolah dengan komputer dan menggunakan program statistik SPSS versi 21. Analisis yang digunakan adalah analisis General Linear Model Repeated Measure untuk melihat Perubahan setiap pengukuran. Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa frekwensi serta rerata skor SRQ penduduk meningkat tahun 2012, dan menurun tahun 2013. Hal ini sejalan dengan hasil Riset Kesehatan Dasar 2013 yang memperlihatkan pola penurunan gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia pada tahun 2013.Kata kunci: gangguan mental emosional, SRQ, kohor penyakit tidak menular

    Gender, Family Income, and the Risk of Mental Emotional Disorders in Selected Population

    Full text link
    Background: Non-communicable diseases (NCDs) is a chronic disease that is often associated with mentalconditions. The objective of this analysis was to assess the association between socioeconomic factors andother factors to mental emotional disorders (MED) in a selected population in Bogor, West Java.Methods: This analysis used part of baseline data of NCD cohort study carried out by the National Instituteof Health Research and Development in 2011. There were 1914 subjects out of a total of 2361 subjects.Sample was choosen purposively. The age ranged from 25-65 years. MED was assessed using SelfReporting Questionnaire (SRQ) which consisted of 20 questions, and answered the questions themselvesor assisted by an interviewer. MED was indicated if there was at least 6 “yeses”. Statistical analysis wasby Cox regression with constant time using STATA 10.0 version.Results: The proportion of MED was 27.9%. Low rather than high family income subjects had 26% morerisk to be MED [adjusted relative risk (RRa) = 1.26; 95% confidence interval (CI) = 1.08 – 1.47)]. In termsof gender, females had 43% more risk to be MED (RRa = 1.43; 95% CI = 1.22 - 1.68).Conclusion: Low rather than high family income subject had more risk to be MED. (Health ScienceJournal of Indonesia 2015;6:23-28)

    Penyebab Kematian di Kabupaten Gianyar Tahun 2010-2012

    Get PDF
    Abstract Cause of death statistics is one of key indicators to determine the health status of Gianyar community for 3 years (2010-2012) as part of Civil Registration and Vital Statistics (CRVS) study. The instruments used were Verbal Autopsy (AV) questionnaire and Causes of Death Form (FKPK). Data were collected from 13 puskesmas and 4 hospitals and analyzed descriptively according to ICD 10. Based on demoghraphic characteristics, the number of deaths is higher among males and older groups, and mostly occurred at home. The highest cause of death is non- communicable diseases (stroke, COPD, IHD, and malignant neoplasm of cervix uteri) followed by communicable diseases (TB and diarrhoea) and transportation accidents. The top ten causes of death in Gianyar show that a non-communicable and communicable diseases would be a double burden for health services. It is essential to establish integrated posts for elderly and NCD, and measures for prevention of TB transmissions and treaments as well as early detection malignant neoplasm of cervix uteri for women had married or sexually active, and to increase the implementation of safe traffic programs. Keywords : cause of death, vital registration, Gianyar Abstrak Penyebab kematian merupakan salah satu indikator kunci untuk menggambarkan status kesehatan masyarakat di masyarakat Gianyar sebagai bagian dari penelitian registrasi sipil dan statistik vital selama 3 tahun (2010-2012) dengan menggunakan kuesioner Autopsi Verbal (AV) dan Formulir Keterangan Penyebab Kematian (FKPK) dari WHO. Data kematian dikumpulkan dari 13 puskesmas dan 4 rumah sakit, dianalisis dengan metode deskriptif, dengan pengelompokan penyebab kematian berdasarkan ICD 10. Berdasarkan karakteristik demografi jumlah kematian lebih banyak laki-laki, kelompok umur tua, dan di rumah. Penyebab kematian tertinggi disebabkan oleh penyakit tidak menular (stroke, PPOK PJK, dan kanker serviks.) diikuti penyakit menular (TB dan diare) dan kecelakaan lalu lintas. Sepuluh besar penyebab kematian terbanyak memperlihatkan adanya penyakit tidak menular dan menular yang merupakan beban ganda bagi pelayanan kesehatan yang harus dihadapi dalam pembangunan bidang kesehatan. Perlunya prioritas program promotif dan preventif seperti mengaktifkan posbindu (Pos Pembinaan Terpadu) lansia dan PTM, sosialisasi tentang upaya pencegahan penularan TB dan adanya program OAT gratis, deteksi dini kanker serviks pada wanita yang sudah menikah atau berhubungan seksual, dan penegakkan peraturan tata tertib pengguna jalan raya lebih ditingkatkan.Kata kunci : pola penyebab kematian, vital registrasi, Gianya
    corecore