3 research outputs found

    IDENTIFYING ENGLISH METAPHORS

    Get PDF
    A metaphor can be identified in two ways, they are; in a wider sense and a specific sense. This article is only focused on figurative speech in specific sense. In its specific sense it always has three elements, namely: topic, image and the point of similarity. Metaphor then can be classified into two, they are: dead and live metaphors. The aims of this research are: (1) to identify the English metaphors in the English novel, (2) to know the classification of the metaphors, and (3) to identify the structures of metaphors. The data of this research are all collected from an English novel entitled Master of the Game written by Sidney Sheldon (1982) so then the method applied here is of course library research. The theory applied here is proposed by George Lakoff (1979). The result of this research shows that (1) there is always an anomaly meaning in the metaphor, (2) there are two types of metaphors, they are: dead and live, and (3) not all elements of the metaphor are always explicitly stated

    CAGAR BUDAYA BALI : Menggali Kearifan Lokal dan Model Pelestariannya

    Get PDF
    Cagar budaya sebagai hasil cipta, karsa, dan karya manusia merupakan bukti peradaban umat manusia pada masa lalu. Melalui wujud peradaban tersebut akan dapat dipetik nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya guna dijadikan pedoman bagi kehidupan masyarakat dewasa ini. Mengingat pentingnya peran cagar budaya, maka tidaklah mengherankan jika cagar budaya mendapat perhatian baik oleh masyarakat internasional, nasional, dan lokal. Pengkajian terhadap cagar budaya Bali telah banyak dilakukan oleh para ahli baik yang berasal dari luar maupun dalam negeri dengan karya-karya ilmiahnya, seperti Epigraphia Balica I (Callenfels, 1926), Island of Bali (Covarrubias, 4 CAGAR BUDAYA BALI 1974), Bali Atlas Kebudayaan, Ancient History of Bali (Goris, 1954; 1965), Bali Purbakala, Monumental Bali; Introduction to Balinese Archaeologi Guide to The Monumen (Kempers, 1960; 1977), Kebudayaan Bali (Bagus, 1971), Sistem -sistem Penguburan pada Akhir Masa Prasejarah di Bali (Soejono, 1977), dan Prasejarah Bali (Sutaba, 1980). Pada umumnya kajian-kajian yang telah dilakukan menyangkut beberapa inventarisasi dan deskripsi tentang cagar budaya Bali baik dari jaman prasejarah hingga masa Bali Kuna. Pembahasan kearifan lokal telah pula dilakukan oleh beberapa ahli, diantaranya oleh Astra (2004), Sartini (2004), Sedyawati (2010) dan Ardika (2011). Kajian-kajian yang dilakukan ini lebih mengarah kepada konsep, lingkup dan makna kearifan lokal secara umum. Selain dimensi kearifan lokal, upaya pelestarian cagar budaya lebih banyak merupakan hasil-hasil penelitian arkeologi yang telah dilakukan oleh lembaga pemerintah yang berwenang seperti BP3, dan Balar Wilayah Bali, NTB, NTT. Walaupun pengkajian tersebut mengungkap berbagai representasi cagar budaya Bali dan praktik kegiatan pelestarian, namun belum ada kajian yang menyoroti kearifan lokal yang tercermin dalam cagar budaya Bali maupun model pelestarian yang relevan untuk dilakukan di Bali. Oleh sebab itu, penelitian berjudul “Cagar Budaya Bali: Menggali Kearifan Lokal dan Model Pelestariannya” sangat penting dilakukan. Penelitian ini berupaya menginventarisasi bentuk-bentuk cagar budaya Bali yang merepresentasikan kearifan lokal, menggali jenis-jenis kearifan lokal yang terkandung dalam cagar budaya Bali, dan mengetahui upaya-upaya pelestarian cagar budaya yang telah dilakukan guna dapat merumuskan model peletarian cagar budaya yang relevan. Kajian-kajian yang sudah pernah dilakukan tentu sangat penting artinya untuk dijadikan pedoman dan penunjang kelengkapan kajian ini

    Dilema Multilingualisme Dan Implikasinya Terhadap Perencanaan Bahasa

    Get PDF
    Kebhinekaan bahasa daerah yang dimiliki dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, serta penguasaan bahasa asing terutama bahasa Inggris menguatkan status masyarakat Indonesia menjadi masyarakat multilingual. Kehadiran beragam bahasa (asing, Indonesia dan daerah) mengindikasikan adanya interaksi antar bahasa yang muncul di permukaan sebagai (1) situasi yang saling mempengaruhi, (2) poliglot, dan (3) konflik atau persaingan bahasa.Situasi kebahasaan seperti ini tentu saja kalau  tidak dicermati dan diantisipasi bisa membawa disharmoni sosial yang sangat tidak menguntungkan bagi kelangsungan hidup bahasa terutama bahasa-bahasa daerah sehingga memerlukan perencanaan bahasa yang tepat dan fleksibel
    corecore