76 research outputs found
Pengaruh Waktu Infestasi dan Kepadatan Alang-alang (Imperata cylindrica L.) pada Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)
Permasalahan dalam pengelolaan lahan alang-alang adalah rizom yang terinfestasi sejak awal pertanaman dan pada keadaan yang memungkinkan akan tumbuh dan menjadi pesaing bagi tanaman utama. Pemilihan komoditi yang memiliki daya saing terhadap alang-alang menjadi kunci dalam keberhasilan managemen alang-alang. Tanaman ubi jalar dilaporkan mampu tumbuh baik pada lahan bekas alang-alang. Manipulasi pengolahan rizom alang-alang masih perlu diteliti guna memberikan sarana tumbuh yang baik bagi tanaman ubi jalar. Kepadatan populasi awal dan saat kehadiran alang-alang pada pertanaman adalah dua faktor yang mempengaruhi kompetisi.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh waktu infestasi dan kepadatan populasi awal alang-alang pada tanaman ubi jalar. Percobaan dilaksanakan di Desa Kandang Limun mulai bulan Oktober 1998 sampai dengan Januari 1999. Percobaan pengaruh waktu infestasi alang-alang dilaksanakan dilapangan terdiri dari 1, 2, 3, 4 minggu dan selama pertanaman, bebas dan terinfestasi alang-alang. Stek pucuk ubi jalar klon Borobudur digunakan sebagai bahan tanam. Sepuluh perlakuan diulang tiga kali dan disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap. Percobaan pengaruh jumlah populasi awal dilaksanakan di dalam polybag. Dua klon ubi jalar yaitu Borobudur dan Lokal yang daunnya menjari dikombinasi dengan perlakuan kepadatan populasi awal alang-alang. Percobaan diulang empat kali dan disusun secara faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanaman ubi jalar di lahan alang-alang sangat dipengaruhi waktu kehadiran dan jumlah populasi alang-alang. Semakin lama periode bebas alang-alang sejak awal penanaman maka hasil akan semakin meningkat dan hasil tertinggi yaitu 236 gram/tanaman diperoleh bila bebas alang-alang selama pertanaman. Semakin banyak populasi alang-alang maka hasil ubi jalar cenderung semakin rendah. Populasi awal satu alang-alang per tanaman memberikan hasil ubi jalar tertinggi yaitu 253 gram per tanaman. Kepadatan populasi ini tidak berinteraksi dengan klon ubi jalar. Hasil penelitian ini memberikan gambaran tentang periode kritis ubi jalar pada alang-alang yaitu 1 – 3 MST, sedangkan populasi alang-alang sampai 2 batang per tanaman masih ditoleris ubi jalar
Genetic Diversity of Papaya Using Molecular Markers Random Amplified Polymorphic DNA
Papaya is one type of fruit that is widely consumed and cultivated by the farmer. However, genetic analysis has not been carried out on various types of papaya available on the market. This aims to determine the genetic diversity of papaya plants that can become genetic resources to fullfil food needs and genetic resources for breeders. Genetic analysis was conducted by Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) method using 11 papaya varieties consisting of Calina, Bangkok, Red Pomegranate, Sunrise, Orange Lady, Red Lady, Taiwan, Arum, Miba, Golden, and Local and using 15 RAPD primers consisting of OPA-1, OPA-2, OPA-8, OPA-16, OPC-4, OPC-11, OPC-13, OPC-20, OPD-20, OPE-2, OPE-6, OPE-11, OPE-14, OPM-6, and OPY-15. PCR-RAPD results were translated into binary data and then cluster analysis was conducted using the Unweighted Pair-Group Method Arithmetic (UPGMA) method using the Numerical Taxonomy and Multivariate System (NTSYS) program. The PCR-RAPD results of 11 papaya varieties successfully amplified 8 out of 15 primers that formed 112 DNA bands with 85 polymorphic bands. Genetic diversity analysis showed the results at 90% similarity coefficient formed 9 groups. Group 1 consists of Bangkok and Sunrise varieties. Group 2 consists of Red Pomegranate and Arum varieties. Groups 3 to 9 consisted of Calina, Miba, Local, Golden, Orange Lady, Red Lady, and Taiwan varieties, respectively
THE BASIS FOR GLYPHOSATE RESISTANCE IN RIGID RYEGRASS (Lolium rigidum) FROM CALIFORNIA
The occurrence of glyphosate-resistant weeds has been reported after more than 20 yr of extensive use. Rigid ryegrass that evolved resistance to glyphosate was found in Australia and in California. Glyphosate-resistant rigid ryegrass plants were collected from northern California and selected through generations 8 and 5 to segregate the most resistant (R) and sensitive (S) biotypes. The eighth generation of R and the fifth generation of S biotypes survived 6.72 and died from 0.11 kg ae ha−1 glyphosate, respectively. The objectives of this study were to evaluate the role of metabolism in the observed resistance, to study the effect of glyphosate on the activity of 5-enolpyruvylshikimate-3-phosphate synthase (EPSPS; EC 2.5.1.19), and to characterize the EPSPS gene in R and S rigid ryegrass. Neither quantitative nor qualitative difference was observed in the metabolism of 14C-glyphosate between the biotypes. Activity of constitutive EPSPS decreased more significantly in the S than R biotype in the presence of 5, 50, 500, and 5,000 µM glyphosate. Inhibition of 50% (I50) of the EPSPS activity by glyphosate was more than 90-fold in S compared to R biotype. Decreased EPSPS sensitivity in the R biotype appeared to be a major contributor to glyphosate resistance in rigid ryegrass from California. Fragments of the EPSPS gene containing 1,320 nucleotides were isolated from mRNA of S and R biotypes. A single nucleotide mutation from cytosine (C) to thymine (T) was identified at nucleotide 301 of the truncated EPSPS gene of the R biotype. This mutation changed the amino acid code from proline (Pro) to serine (Ser), which was similar to that reported for the glyphosate-resistant goosegrass from Malaysia and correlated with glyphosate insensitivity of EPSPS
APLIKASI PRA-DAN PURNA-TUMBUH HERBISIDA BERBAHAN AKTIF CAMPURAN ATRAZINE DAN MESOTRIONE UNTUK PENGENDALIAN GULMA PADA TANAMAN JAGUNG MANIS
Kehadiran gulma pada budidaya tanaman dapat menyebabkan kehilangan hasil sehingga sudah keharusan untuk mengendalikan gulma dengan metode dan waktu yang tepat. Penggunaan herbisida
atau bahan kimia yang mematikan gulma merupakan pilihan yang sangat praktis. Herbisida berbahan
aktif campuran atrazine dan mesotrione direkomendasikan untuk jagung, sorgum, dan tebu. Penelitian
ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas aplikasi pra- dan purna-tumbuh herbisida berbahan
aktif campuran atrazine dan mesotrione pada tanaman jagung manis yang dibudidayakan dengan
kompos bahan organik yang berbeda. Penelitian dilaksanakandi Kelurahan Kandang Limun, Kecamatan Muara Bangkahulu, Bengkulu, pada bulan April hingga Juli 2014. Perlakuan yang diuji
disusun dalam rancangan petak terpisah (split plot design) dengan 3 ulangan sebagai kelompok. Petak
utama adalah pemberian kompos organik kotoran sapi 10 ton ha-1, tandan kosong kelapa sawit (TKKS) 20 ton ha-1, dan tanpa bahan organik; sedangkan anak petak adalah pengendalian gulma dengan herbisida campuran atrazine dan mesotrione dengan aplikasi pra-tumbuh, aplikasi purna-tumbuh, disiang 2x, dan tanpa pengendalian gulma sebagai kontrol. Data pengamatan diuji secara statistik dengan analisis varian dan diuji lanjut dengan LSD (P≤0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman jagung manis mengalami keracunan ringan terhadap herbisida berbahan aktif campuran atrazine dan mesotrione sampai tiga minggu setelah aplikasi. Ada interaksi antara perlakuan kompos bahan organik dengan metode pengendalian gulma terhadap peningkatan hasil tongkol jagung manis
ANALISIS HYGIENE SANITASI DAN KUALITAS AIR MINUM PADA DAMIU DI WILAYAH KECAMATAN GADING CEMPAKA KOTA BENGKULU
Tujuan penelitian ini adalah mengindentifikasi dan menganalisis hygiene sanitasi lingkungan DAMIU terhadap kualitas fisik, mikrobiologi dan kimia pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu . Penelitian dilaksanakan dengan metode deskriptif dengan sampel sebanyak 14 DAMIU yang diambil secara acak. Hasil penelitian menunjukkan ada 9 (64,2%) depot yang berhubungan antara hygiene sanitasi, fisik (kekeruhan) dan mikrobiologi sedangkan kimia (pH) tidak berhubungan. Terdapat 4 (28,7%) depot yang berhubungan antara hygien sanitasi, kimia (pH), fisik (kekeruhan) dan mikrobiologi. Terdapat 1 (7,1%) depot berhubungann antara hygiene sanitasi, kimia (pH) dan fisik (kekeruhan) sedangkan mikrobiologi tidak berhubungan. Disarankan agar konsumen berhati-hati membeli air minum isi ulang dengan melihat hasil laboratorium yang masih berlaku dan izin laik sehat. Bagi pemerintah daerah supaya menerbitkan PERDA yang mencantumkan sanksi penutupan bagi pengusaha yang melanggar aturan dan produk airnya membahayakan masyarakat
Population Characteristic and Genetic Relationship on 25 Bengkulu Heirloom Rice Based on Morpgological Traits
Bengkulu Province has many local rice germplasms that have adapted to specific areas. The germplasm has certain character advantages so that it is maintained by farmers. The characteristics of each germplasm need to be identified in order to improve the properties of the existing germplasm. This study aimed to determine the performance, to estimate the value of genetic parameters, and to determine the genetic relationship of local rice genotypes collected from four districts in Bengkulu Province. The results showed that the ‘Kuning Sulaowangi’ genotype was the earliest in maturity had the highest number of tillers amongst genotypes. Genotypes which have significantly the highest average component yields were ‘Kunig Air Dingin’ and ‘Impera’.  Traits that have a high heritability estimated value were weight of 100 grains (91.046%) and grain weight per panicle (80.252%). The weight of 100 grains also has the highest genetic variability value. Thus increasing local rice production is possible. Based on the results of the analysis with the similarity coefficient of 55%, the local rice genotypes could be grouped into two groups. Group I consisted of 9 genotypes namely ‘Kuning Pendek’, ‘Humbur’, ‘Cantik’, ‘Pandak Kelabu’, ‘Cisadane Putih’, ‘Kuning Sulaowangi’, ‘China Abang’, ‘China Putih’ and ‘Impera’. Other genotypes were in Group II.  Trait improvement can be done through hybridization between individuals of different groups. To develope early in maturity and high-yielding varieties can be done through hybridization of the ‘Kunig Sulaowangi’ and ‘Kunig Air Dingin
Early Growth Performance of Sorghum Grown in the Coastal Soil Amended by Green Organic Composts
Sorghum (Sorghum bocolor L. Moench) is a species of cereals that can be used for food, animal feed and raw materials for industry such as liquid sugar, beer and bioethanol. Sorgum has wide adaptability so that it is an appropriate comodity to be developed in coastal lands. Using soil amendments will improve the quality of soil from coastal areas using for growing sorghum. The research was done in the village of Sungai Hitam, District of Muara Bangkahulu, Bengkulu, Indonesia, from June to October, 2016. The objectives were to study early growth response of sorghum grown in polybag using coastal soil as growing media with the addition of soil amendments including compost of oil palm empty fruit bunches (EFB) and Wedelia. The doses of each compost were 0.0, 2.5, 5.0, 7.5, 10.0, 12.5, and 15.0 ton ha
-1. The experiment was arranged in completely randomized design with four replications. The results showed a linear response of the early growth of sorghum to the doses of EFB and Wedelia composts in term of plant height and stem diameter at 2, 4, 6, and 8 weeks after planting (WAP). Similar responses were observed on the leaf areas, dry weight of above ground biomass and root biomass of sorgum at 8 WAP. Overall, green organic compost affected the early growth of sorghum significantly, and the highest effect was observed at the highest dose of compost which was 15.0 ton ha-1. The effect of Wedelia compost on early growth of sorghum was better than EFB compost. Key words: coastal soil, compost, EFB, sorghum, Wedelia
ANALISIS FAKTOR ALIH FUNGSI SAWAH, STRATEGI PENGENDALIANNYA DAN PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI KABUPATEN LEBONG
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui perkembangan luas lahan dan produksi padi sawah di kabupaten Lebong selama 6 tahun terakhir (2012-2017), (2) menganalisis faktor faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan di kabupaten Lebong, dan (3) menganalisis dampak alih fungsi lahan dan strategi mitigasinya terhadap swasembada beras di kabupaten Lebong. Penelitian dilakukan pada Oktober sampai dengan November 2017 di Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu. Teknik analisis data yang digunakan untuk mengetahui perkembangan luas lahan dan produksi padi sawah di kabupaten Lebong selama 6 tahun terakhir (2012-2016) dalam penelitian ini adalah deskriptif dan kuantitatif. Dalam mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam mengalih fungsikan lahan sawah digunakan analisis regresi logistik. Sedangkan untuk mengetahui strategi penataan alih fungsi lahan digunakan analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap alih fungsi lahan adalah resiko usaha tani, pengetahuan tentang peraturan alih fungsi lahan, kedala irigasi, dan nilai jual sawah. Koefisien resiko usaha tani, kendala irigasi, dan nilai jual sawah bernilai positif (+) yang berbarti bahwa semakin tinggi resiko usaha tani kendala irigasi, dan nilai jual sawah maka semakin tinggi kecenderungan petani untuk melakukan alih fungsi lahan. Sedangkan koefisien regresi pengetahuan tentang peraturan alih fungsi lahan bernilai negatif ( -) yang berarti bahwa semakin tinggi pengetahuan tentang peraturan alih fungsi lahan maka semakin rendah kecenderungan petani untuk melakukan alih fungsi lahan. Posisi pengendalian alih fungsi lahan pertanian sawah berada pada kuandran I yaitu posisi dengan strategi agresif (S -O). Dalam hal ini strategi yang direkomendasikan adalah dengan memanfaatkan kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang ada
OPTIMALISASI PCR-RAPD DAN IDENTIFIKASI MORFOLOGI TANAMAN KUMIS KUCING DI PROVINSI BENGKULU
Tujuan penelitian ini adalah mencari metode terbaik untuk ekstraksi DNA kumis kucing, optimalisasi reaksi polymerase (PCR-RAPD) dengan pengujian suhu penempelan dan primer acak serta identifikasi morfologi tanaman kumis kucing yang tumbuh di wilayah Provinsi Bengkulu. Ekstraksi DNA mengikuti protokol dari kit Geneaid dan Epicentre dilaksanakan pada 11 klon kumis kucing. Optimalisasi reaksi PCR-RAPD diuji pada enam taraf suhu penempelan dan 16 primer acak. Identifikasi morfologi dilakukan di empat lokasi wilayah Provinsi Bengkulu, yaitu Kota Bengkulu, Kuro Tidur (Bengkulu Utara), Kepahiang, dan Air Dingin (Curup). Dari dua metode ekstraksi DNA yang dicoba tampak bahwa metode Geneaid lebih baik dibandingkan dengan metode Epicentre. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu penempelan yang optimum adalah 34,8 oC dan tiga primer yang menghasilkan amplifikasi optimum adalah primer I-01, N-01, dan P-01 dengan sekuen nukleotida masingmasing adalah ACCTGGACAC, CTCACGTTGG, dan GTAGCACTCC. Identifikasi morfologi menunjukkan bahwa tidak ada variasi yang jelas pada sampel tanaman yang diamati, kecuali tanaman kumis kucing tumbuh lebih besar dan lebih tinggidi Kepahyang dan Air Dingin Curup
- …