13 research outputs found

    Impact of tempeh flour supplementation on the properties of non-gluten pasta product

    Get PDF
    Gluten-free products are needed by people with gluten allergy such as celiac disease and autism. The consumption of gluten-free products rises annually and, therefore, there is potential in the development of gluten-free products. Most of the non-gluten pasta products (NGP) contain a low amount of protein. In this study, NGP prepared from modified cassava flour (mocaf) (40%), rice flour (35%), and maize flour (25%), was supplemented with tempeh flour as a source of protein. In this research, NGP was prepared by extrusion. The cooked dough was extruded using a single screw extruder (screw diameter, 60 mm, locally manufactured by the Research Centre for Appropriate Technology-Indonesian Institute of Sciences, Subang, West Java Indonesia). The procedure of making NGP involved mixing all ingredients, steaming, extrusion, tempering, drying, and packaging. The effect of tempeh flour supplementation (0%, 2.5%, 5%, 7.5%, 10%, 12.5%, and 15% (w/w)) on the properties of NGP product was evaluated. The parameters of NGP that were evaluated included chemical properties, texture profile, elongation break, cooking properties, crystallinity structure, and morphological properties. The chemical properties included proximate and mineral content (iron (Fe) and zinc (Zn)) analysis. Results showed that adding tempeh flour significantly increased the protein, fat, fibre, iron, and zinc contents of NGP. The NGP had a moisture content of approximately 10%–12%. The higher tempeh flour addition resulted in the higher protein, lipid, Fe, and Zn contents of NGP. The highest protein and minerals (Fe and Zn) were obtained by 15% tempeh flour addition. Adding a higher amount of tempeh flour induced the higher percentage of V-type crystalline structure of amylose–lipid complex. Higher supplementation of tempeh flour resulted in higher cooking loss and decreased adhesiveness, springiness, and cohesiveness of the NGP product. The range of cooking time of NGP was between 5 min 25 sec and 6 min 50 sec. The supplementation of tempeh flour in the NGP reduced the cooking time. Observation of the morphological properties showed that starch of NGP ingredients had been fully gelatinized during the extrusion process as indicated by absence of intact starch granules.  Based on the results, it is suggested to supplement NGP with tempeh flour up to 10% (w/w) to get the nutritional advantage of tempeh without depressing its textural and cooking qualities

    Pengaruh Kombinasi Plasticizer Terhadap Karakteristik Edible Film Dari Karagenan Dan Lilin Lebah - (the Effect of Plasticizer Combination on Characteristics of Edible Film From Carrageenan and Beeswax)

    Full text link
    Edible film (lembaran tipis dapat dimakan) berbasis karagenan-lilin lebah telah dibuat dengan menggunakan dua jenis plasticizer (bahan pemlastis) yaitu gliserol dan gula. Gliserol pada konsentrasi tetap 1% dikombinasikan dengan gula (fruktosa, glukosa dan sukrosa) masing-masing pada tiga level konsentrasi yaitu 0,5%, 1% dan 1,5% b/vt. Edible film mempunyai kadar air, ketebalan, kuat tarik, elongasi dan kecepatan transmisi uap air masing-masing sebesar 13,69-14,91%, 0,059-0,102 mm, 12,62-32,40 MPa, 13,34-43,57% dan 17,65-25,38 g/m2/24 jam. Kenaikan konsentrasi plasticizer menghasilkan kenaikan kadar air, ketebalan, elongasi dan kecepatan transmisi uap air namun menurunkan kuat tariknya. Semua edible film menunjukkan sifat warna yang baik dengan lightness antara 84,45-85,61 sedangkan edible film dengan plasticizer gliserol-sukrosa memperlihatkan lightness paling rendah. Hasil scanning electron microscopy menunjukkan bahwa edible film yang diberi perlakuan Plasticizer gliserol-fruktosa dan gliserol-glukosa memiliki permukaan yang lebih homogen dan halus daripada edible film kontrol dan edible film dengan plasticizer gliserol-sukrosa

    Effect of The Screw-Barrel Clearance and The Cooling Fan on Non-Wheat Noodle Extruder Performance

    No full text
    This research was related to the development of technology for making non-wheat noodles. The process of making non-wheat noodles requires special treatment because of their different characteristics from wheat noodles. One solution that can be used is extrusion technology. Therefore, a single-screw extruder with a small capacity was developed which is expected to meet the needs of SMEs producing non-wheat noodles. This technology is supposed to be capable of supporting an industry based on the utilization of local raw materials, hence enhancing economic growth and sustainable development. Extruder design parameters should be adapted to the dough characteristics; thus, an experimental investigation was done to determine the appropriate design. The first design extruder needed fixing. Dough backflow occurred during the extrusion process, resulting in blocked dough feeding. The wide clearance between the screw and the barrel caused the dough to backflow. Because of friction in the process, a poorly controlled working temperature raised the temperature continually. The poorly controlled working temperature caused an overheated and puffed product. The second design extruder had the clearance smaller, with the size of 0.5 mm, had the die equipped with a breaker plate, and complemented with the cooling fan. The experimental investigation included extruder performance in throughput, energy consumption, operating temperature stability, and noodle quality at various screw rotational speeds. The screw rotational speed was set by setting the inverter at the operation frequency, which resulted in the screw rotational speed of 30 and 40 rpm. The optimum screw rotational speed was resulting the highest noodles throughput with the specific energy consumption (SEC) lower than the other screw rotational speed. The result indicated that the smaller screw-barrel clearance could minimize the backflow, and the cooling fan could maintain the working temperature, so the product puffing could be prevented, and noodle quality was better, but the specific energy consumption was higher than the previous one

    Religious Cognitive Behavior Counseling to Increase Subjective Wellbeing in Adolescents Survivor of Family Violence

    Full text link
    . Keluarga memiliki peran penting dalam proses pendewasaan dan pembimbingan remaja untuk mengembangkan identitas dan karakter mereka. Akan tetapi, remaja yang tumbuh dalam keluarga yang mengalami konflik atau bahkan kekerasan. Mereka memiliki peningkatan resiko dalam mengembangkan masalah internal dan eksternal yang menuntun mereka pada Kesejahteraan Subjektif (SWB). Konseling kelompok menggunakan sebuah pendekatan perilaku kognitif yang dikenal dengan Religious Cognitive Behavior Counseling (RCBC) menggunakan implementasi berdoa secara Islam, yang digunakan untuk mengubah distorsi kognitif atau self-talk pada remaja yang mengalami kekerasan di rumah. Penelitian kali ini menggunakan studi eksperimen dengan RCBC yang diharapkan membantu subjek meningkatan kesejahteraan subjektifnya. Pre-tes dan pos-tes dilakukan untuk mengukur keadaan kesejahteraan subjektif sebelum dan sesudah pada 40 subjek. Hasil menunjukkan bahwa RCBC secara signifikan berpengaruh positif dengan nilai t = -2.658; p-0.005. Kesimpulannya, RCBC dapat dikembangkan sebagai sebuah intervensi alternatif untuk meningkatkan kesejahteraan subjektif pada remaja khususnya pada komunitas Muslim

    Pengaruh Fortifikasi Olahan Kedelai dan Proses Penggorengan terhadap Sifat Fisikokimia dan Senserois Keripik Tortila dari Jagung dan Mocaf

    Full text link
    Keripik tortila dibuat dengan menambahkan produk olahan kedelai untuk meningkatkan nilai gizinya. Produk tortila diproduksi dengan mencampur mocaf, tepung jagung, maizena, dan tepung beras dengan fortifkasi produk berbasis kedelai, yaitu kedelai kukus, tempe, dan tahu, dan digoreng dalam minyak sayur selama 20 detik. Penelitian ini ditujukan untuk mengevaluasi pengaruh jenis bahan fortifikasi dan proses penggorengan terhadap sifat fisikokimia dan sensoris keripik tortila. Hasil penelitan menunjukkan bahwa proses penggorengan menurunkan kadar air dan menaikkan kandungan lemak dan parameter warna keripik. Dibandingkan dengan perlakuan kontrol, fortifikasi olahan kedelai meningkatkan kadar protein, lemak, abu, dan serat pangan keripik tortila berturut-turut sebesar 32-84%, 3-18%, 65-91%, 3-10%. Fortifikasi juga menaikkan warna kemerahan dan kekuningan keripik, serta menurunkan daya patahnya. Hasil organoleptik menunjukkan bahwa fortifikasi olahan kedelai meningkatkan tingkat kesukaan panelis untuk parameter warna, tekstur, rasa, dan penerimaan keseluruhan. Fortifikasi tempe menghasilkan tingkat penerimaan keripik tortila tertinggi

    Pembuatan Tepung Komposit Dari Pati Ganyong/ Garut Dan Tepung Labu Kuning Sebagai Bahan Baku Flat Noodle - the Production of Composite Flour From Canna/arrowroot Starch and Pumpkin Flour as Flat Noodle Ingredient

    Full text link
    Mi non gandum seperti flat noodle membutuhkan tepung komposit pati berkadar amilosa tinggi seperti pati ganyong dan pati garut sebagai bahan baku. Penambahan tepung labu kuning diharapkan dapat meningkatkan nilai gizi pada tepung komposit sebagai bahan baku flat noodle. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakterisasi tepung komposit dari pati ganyong/garut dan tepung labu kuning sebagai bahan baku flat noodle. Enam formulasi tepung komposit flat noodle dibuat dari campuran pati ganyong atau pati garut dengan penambahan tepung labu kuning 5%, 10% dan 15%. Karakterisasi tepung komposit meliputi sifat fisikokimia (proksimat, beta-karoten, warna), sifat fungsional (swelling, kelarutan, kapasitas penyerapan air, kapasitas penyerapan minyak) dan profil gelatinisasi (viskositas puncak, breakdown, akhir, setback dan suhu gelatinisasi). Hasil penelitian menunjukkan kenaikan konsentrasi tepung labu kuning berpengaruh signifikan terhadap kenaikan kadar abu, protein, lemak, karbohidrat, beta karoten, swelling power, kelarutan, serta kapasitas penyerapan air dan minyak tepung komposit. Kecerahan tepung komposit menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi tepung labu kuning. Penambahan tepung labu kuning meningkatkan viskositas puncak dan breakdown, tetapi menurunkan viskositas setback tepung komposit. Tepung komposit (ganyong-labu kuning) dengan penambahan tepung labu kuning 5% direkomendasikan sebagai bahan baku flat noodle karena memiliki swelling power rendah, viskositas puncak rendah, breakdown rendah, viskositas akhir rendah dan setback tinggi

    Pengaruh Model Think Pair Share terhadap Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar

    Full text link
    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas belajar dan pengaruh model Think Pair Share terhadap hasil belajar siswa kelas IV Sekolah Dasar. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain Pre-test Pos-test Control Group Design. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV MINU Plus Islamiyah yang terdiri dari 37 siswa kelas IV A dan 34 siswa kelas IV B. Sampel yang digunakan yaitu 18 siswa kelas IV A sebagai kelas eksperimen dan 17 siswa kelas IV B sebagai kelas kontrol. Teknik analisis data yang diperoleh dalam penelitian ini pada aktivitas belajar melalui lembar pengamatan aktivitas siswa sedangkan hasil belajar siswa diperoleh melalui pre test dan post test. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini meliputi observasi, tes, dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan aktivitas belajar siswa memperoleh persentase 92% (sangat baik). Hasil belajar siswa pada kelas eksperimen memperoleh rata-rata nilai 90,78 sedangkan pada kelas kontrol memperoleh rata-rata nilai 77,76 serta berdasarkan hasil uji-t bahwa nilai Sig. (2-tailed) sebesar 0,000 < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar kelas eksperimen dan kontrol untuk nilai pre test dan ­post test

    By-product Kulit Kopi Arabika dan Robusta sebagai Sumber Polifenol untuk Antioksidan dan Antibakteri

    Full text link
    Kulit kopi sebagai produk samping pengolahan kopi dapat dimanfaatkan menjadi produk minuman kesehatan sebagai sumber polifenol sebagai senyawa bioaktif untuk antioksidan dan antibakteri. Kondidi proses ekstraksi menentukan kandungan bahan aktif dalam minuman cascara. Penelitian ini mempelajari pengaruh proses ekstraksi cascara dengan 3 variabel suhu (75℃, 85 ℃ dan 95℃) dan 3 variabel konsentrasi (1:100, 2:100 dan 3:100) untuk 2 jenis kopi yaitu arabika dan robusta terhadap kandungan bioaktif senyawa polifenol, aktivitas antioksidan, dan aktivitas antibakteri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstraksi cascara arabika menghasilkan kandungan polifenol terbaik (2.381 %) pada suhu 85℃ dan aktivitas antioksidan (33,5%) pada suhu 75℃, masing-masing pada perbandingan 2:100. Ekstraksi cascara robusta terbaik pada suhu 85℃ dan perbandingan 2:100, dimana kandungan polifenol (8,089 %) sedangkan aktivitas antioksidan ( 57,5%) pada suhu 75℃ serta perbandingan 2:100 dan 3:100. Aktivitas antibakteri cascara arabika lebih besar dari robusta . Cascara arabika pada suhu 75-95℃ dengan 3 konsentrasi tidak mengalami Perubahan aktivitas antibakteri secara signifikan yaitu pada kisaran 91,02-97,6%. Aktfitas antibakteri cascara robusta tertinggi pada suhu ekstraksi 95% konsentrasi 3:100 yaitu 97,16%

    Menjaga Kualitas Jamu Kunyit Asam Segar Industri Rumah Tangga X YOGYAKARTA dengan Penyimpanan Suhu yang Tepat Berdasarkan Kadar Kurkuminoid

    Full text link
    IMPROVING THE QUALITY OF FRESH ACID TURMERIC JAMU OF HOME INDUSTRY X AT THE RIGHT TEMPERATURE STORAGE BASED ON CURCUMINOID CONCENTRATION. Tamarind turmeric herbal medicine contains about 10% curcuminoids, consisting of: 1-5% curcumin, demectosicurcumin and bisdemethoxy-curcumin. Curcuminoids are a group of phenolic compounds as antibacterial, anticholesterol and antioxidants. Home Industry (IRT) X in Yogyakarta produces fresh turmeric and sour herbal medicine and is sold via delivery via an online application. Handling and storage at inappropriate temperatures can affect curcuminoid levels in herbal medicine, so it is necessary to do research on curcuminoid levels at various temperatures to provide information on IRT X in particular and herbal medicine manufacturers in general. Samples of herbal turmeric acid IRT X Yogyakarta stored at room temperature (25±2°C), refrigerator temperature (4±2°C), and freezer temperature (-10±2°C), analyzed the levels of curcuminoids on variations in storage temperature manually. quantitative method with UV-Vis Spectrophotometry. The analysis begins with the manufacture of standard curves and assays which are replicated three times. The results showed that curcuminoid levels were affected by storage temperature. Samples of herbal turmeric acid IRT X Yogyakarta which were analyzed by UV-Vis spectrophotometry method obtained a standard curve of y = 0.009x + 0.025 with a value of r = 0.997. The results of curcuminoid levels at room temperature were 4.74±0.13; refrigerator temperature 4.85±0.22; and freezer temperature 5.18±0.22. The optimum temperature in the handling and storage of the tamarind turmeric herbal medicine is at low temperatures, namely the refrigerator temperature and freezer temperature to maintain the curcuminoid content in the herbal medicine
    corecore