4 research outputs found
RPTRA Concept In The Archipelago: Based On An Equality And Legal Protection Approach
The focus of the discussion in this study is on the design and needs of RPTRA
in communities with different environmental and cultural contexts. Including
the understanding of the surrounding community who ”get” the RPTRA regard�ing the procedures for its use and maintenance. An equally important part is
the concept of ”child-friendly”, what kind of understanding and implementa�tion is there, and its legal basis (particularly for the protection of children in
public spaces – RPTRA). This research was conducted on Tidung Island, one
of the islands in the South Thousand Islands District, Seribu Islands Regency,
DKI Jakarta Province. Several things that need to be considered as a reference
in the development of RPTRA in archipelagic areas based on an architectural
approach: (1) Access and affordability, (2) Community involvement in RPTRA
design, (3) RPTRA which also basically pays attention to children with special
needs, (4) Maintaining Green Open Space compared to the existence of build�ings, (5) Prioritizing activity facilities that are the choice of the surrounding
community, (6) RPTRA design must pay attention to weather conditions in
coastal areas, (7) Socialization to the surrounding community on the character
of materials and their use, (8 ) RPTRA designer’s understanding of zoning and
facility classiϐication, (9) Setting zoning activities between toddlers and youth,
(10) Utilizing existing facilities outside the RPTRA. Several things that need to
be considered as a reference in the development of RPTRA in archipelagic areas
based on a legal approach are: (1) The legal aspects of establishing an RPTRA
based on the ideal area, (2) The conception of RPTRA as accommodating the
idea of a child-friendly city based on existing regulations, (3 ) Legal studies to
harmonize RPTRA with the PKK Main Program based on Governor Regulation
Number 40 of 2016 have not gone well, (4) Legally (based on Governor’s Decree
Number 349 of 2015 concerning the Implementation Team for RPTRA Develop�ment and Maintenance) the role of RPTRA managers must also be emphasized
its main tasks and functions.
Keywords: Equality Protection Approach, Legal Protection Approach, RPTR
Penyuluhan tentang Pemeliharaan Bangunan dengan Metode Anti Rayap di Kelurahan Pulau Tidung - DKI Jakarta
Pulau Tidung Besar dipilih sebagai lokasi kegiatan pengabdian kepada masyarakat (PKM). karena Pulau Tidung Besar merupakan salah satu pulau yang memiliki jumlah penduduk tertinggi wilayah di Kabupaten Kepulauan Seribu. Tujuan kegiatan pengabdian kepada masyarakat (PKM) ini adalah untuk memberikan penyuliuhan tentang pemeliharaan bangunan rumah tinggal mereka yang umumnya bekerja sebagai nelayan. Pelaksanaan PKM dilakukan dengan 2 (dua) tahap (kunjungan), yaitu tahap awal dan tahap akhir. Pelaksanaannya tahap awal yang dilakukan adalah kunjungan pertama untuk mendapatkan pemetaan lokasi sasaran PKM. Sementara itu, pada tahap kunjungan kedua akan dilakukan identifikasi kerusakan dan penyuluhan kepada masyarakat. Selain itu, tim PKM dibagi menjadi 2 (dua) kelompok kegiatan. Kelompok pertama bertugas untuk melakukan kegiatan penyuluhan door-to-door dan memberikan anti rayap, agar mereka dapat merawat rumahnya dengan baik. Sementara itu, kelompok kedua bertugas untuk menyelesaikan tugas administrasi yang terkait dengan PKM, termasuk mengumpulkan data statistik yang ada di kantor kelurahan, termasuk untuk mendapatkan nomor surat MOU yang telah ditandatangani oleh lurah.
Kata Kunci: penyuluhan, identifikasi, anti raya
LAPORAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (PKM)PROGRAM MAGISTER ARSITEKTUR PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA DI PULAU TIDUNG – KELURAHAN PULAU TIDUNG KECAMATAN KEPULAUAN SERIBU SELATAN – KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN SERIBU PROPINSI DKI JAKARTA
Catra Budaya, media informasi warisan budaya takbenda volume 1 tahun 2021
Majalah Catra Budaya hadir sebagai media informasi warisan budaya takbenda di daerah serta bagaimana upaya menjaga dan melestarikan keberadaannya setelah ditetapkan sebagai WBTb Indonesia. Muatan artikel ditulis oleh para pelaku budaya, pemerhati budaya, komunitas, dan penggiat budaya yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia. Komposisi artikel didasarkan pada keterwakilan lima domain pada warisan budaya takbenda