2 research outputs found

    HUBUNGAN KADAR HIGH SENSITIVITY C REACTIVE PROTEIN DENGAN SEVERITAS SINDROM TEROWONGAN KARPAL

    Get PDF
    ABSTRAK HUBUNGAN KADAR HIGH SENSITIVITY C-REACTIVE PROTEIN DENGAN SEVERITAS SINDROM TEROWONGAN KARPAL Latar belakang: High Sensitivity C-Reactive Protein (hsCRP) merupakan biomarker utama reaksi inflamasi dan cedera jaringan. Kompresi nervus medianus pada sindrom terowongan karpal (CTS) menimbulkan kerusakan saraf secara mekanik maupun iskemik. Neuroinflamasi akan mengaktifasi kemokin dan sitokin yang merangsang hepatosit menghasilkan CRP. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara kadar hsCRP serum dengan severitas sindrom terowongan karpal. Metode : Penelitian observasional dengan desain case control ini dilakukan di Poliklinik Saraf RS DR. M. Djamil Padang pada pasien CTS sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel dipilih dengan metode konsekutif. Severitas pada pasien CTS dinilai berdasarkan kriteria Mackinnson dan Sucher. Kadar hsCRP serum dianalisis dengan teknik Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA). Data dianalisa menggunakan statistik untuk menilai hubungan antara dua variabel. Hasil : Median usia subjek CTS 51(30-60) tahun, dengan perempuan 22 orang (88%). Tidak terdapat perbedaan rerata usia dan jenis kelamin terhadap kontrol. Pada subjek dengan CTS, rerata BMI 25,76 4,07 dan median hsCRP 1,6 (0,2 - 3,3) mg/L. Terdapat perbedaan bermakna rerata hsCRP antara subjek CTS dan kontrol, namun tidak terdapat hubungan bermakna antara kadar hsCRP serum dengan severitas CTS. Kesimpulan : Terdapat perbedaan rerata kadar hsCRP serum antara subjek dengan CTS dibanding kontrol, namun tidak terdapat hubungan bermakna antara kadar hsCRP serum dengan severitas sindrom terowongan karpal. Kata Kunci: high sensitiviy C-Reactive Protein, severitas, sindrom terowongan karpa

    AN ELDERLY PATIENT WITH BILATERAL INTRACRANIAL CALCIFICATION AND SEIZURE

    Get PDF
    Gangguan neurologis terkait usia seperti gangguan serebrovaskular dan neurodegeneratif merupakan faktor etiologi yang paling umum untuk kejang pada orang tua. Sindrom Fahr merupakan gangguan neurodegeneratif yang jarang terjadi, ditandai dengan deposit kalsium simetris pada kedua hemisfer otak, kebanyakan kasus muncul dengan gejala ekstrapiramidal. Seorang pasien wanita usia 64 tahun dirawat dengan kejang umum tonik klonik 12 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien memiliki riwayat kejang 1 bulan sebelumnya, tetapi tidak mengkonsumsi obat-obatan. Karena kekakuan pada semua ekstremitas, gerakan yang menjadi lambat, dan perubahan perilaku, pasien lebih sering berbaring di tempat tidur dengan ketergantungan penuh pada aktivitas sehari-hari sejak 1 tahun yang lalu. Pasien memiliki riwayat operasi gondok 30 tahun yang lalu. Pada Brain CT Scan didapatkan kalsifikasi intrakranial bilateral di ganglia basal, periventrikel, subkortikal, serebelum tanpa perifokal edema, dengan kadar kalsium darah yang rendah (3,6 mg/dl) dan kadar PTH yang sangat rendah (1,55 pg/ml) yang menunjukkan sindrom Fahr. Pasien mendapatkan terapi antikonvulsan, suplemen kalsium dan calcitriol. Sindrom Fahr harus dipertimbangkan pada pasien dengan manifestasi kejang yang berhubungan dengan kalsifikasi intrakranial, meskipun kasus ini jarang terjadi
    corecore