2 research outputs found
Penyakit Hemolitik pada Bayi Baru Lahir
Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir adalah sindrom anemia hemolitik dan ikterus yang terjadi akibat destruksi eritrosit yang sudah dilapisi oleh antibodi. Patofisiologi pada penyakit ini adalah karena adanya proses imun yang dimulai saat terjadi sensitisasi pada kehamilan pertama saat darah janin yang memasuki sirkulasi ibu. Adanya ketidakcocokan golongan darah atau rhesus tersebut memicu proses imun ibu membentuk antibodi sehingga menyebabkan penghancuran eritrosit bayi. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, atau golongan darah lainnya. Perbedaan golongan darah antara ibu dan bayi terjadi saat ada faktor golongan darah janin yang diwariskan dari ayahnya tidak dimiliki oleh ibu. Gejala yang timbul antara lain hiperbilirubinemia, anemia, hepatosplenomegali, dan lainnya. Pemeriksaan laboratorium yang berfungsi sebagai pemeriksaan penyaring adalah: Uji Rossete, uji Kleihauer-Betke (KB), flowsitometri dan tes antiglobulin indirek. Pemeriksaan rutin lainnya adalah pemeriksaan darah rutin, kadar bilirubin, golongan darah dan rhesus. Penatalaksanaan saat kehamilan dapat berupa transfusi intrauterin atau imunomodulasi, sementara penatalaksanaan paska kelahiran dapat dengan transfusi tukar, fototerapi atau pemberian imunoglobulin
Kata kunci : Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sensitisasi, antibodi, imunoglobuli
Evaluasi Korelasi dan Performa Diagnostik antara Periostin Urine dengan Glomerular Filtration Rate dan Urine Albumin Creatinin Ratio pada penderita Nefropati Diabetik”
Latar Belakang. Nefropati Diabetik (ND) merupakan salah satu komplikasi diabetes yang
paling sering terjadi. Prediktor utama dari terjadinya ND adalah proteinuria. Ketika
proteinuria sudah timbul berarti menandakan adanya perubahan struktur ginjal. Semikin
berat kadar albuminuria menandakan ND yang semakin memberat. Periostin urin
sebagai salah satu penanda untuk mengetahui terjadinya kerusakan ginjal sebelum
adanya albuminuria. Tujuan. Menentukan korelasi antara periostin urine dengan rasio
albumin kreatinin urine pada pasien ND. Menentukan korelasi antara Periostin urine
dengan eGFR pada pasien ND. Menentukan nilai performa Periostin urine untuk
mendeteksi ND. Metode. Dengan studi observasional analitik cross-sectional dilakukan
pada pasien diabetes melitus yang dirawat inap di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang pada
bulan Desember 2019 hingga Agustus 2020. Subyek penelitian diperiksa kadar ureum,
kreatinin, eGFR, HbA1C, UACR dan pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
akan dibagi menjadi kelompok normal, DM tanpa nefropati atau DM UACR <30mg/g, ND
dengan UACR 30-300mg/g, ND dengan UACR >300mg/g kemudian dilakukan
pemeriksaan Periostin urin. Analisis statistik berupa uji beda dengan uji t-independen
atau uji Mann-Whitney ,uji diagnostik Periostin dan UACR dalam diagnosis DM nefropati
menggunakan kurva ROC sedangkan uji korelasi Periostin dengan eGFR dan UACR
menggunakan uji korelasi Spearman serta analisis multivariat. Hasil. Kadar periostin
dalam urine kelompok DM nefropati lebih tinggi secara bermakna dibandingkan kelompok
pasien normal (p<0,001). Cut off kadar periostin pada pasien DM tanpa nefropati, ND
dengan UACR 30-300mg/g, ND dengan UACR 300mg/g adalah 2,51 mg/gCr, 3,21
mg/gCR dan 2,6 mg/gCr. Dengan masing-masing sensitivitas dan spesifisitas 69,6% dan
72,7%, 82,1% dan 77,3%, 73,1 dan 72,7%. Terdapat korelasi antara Periostin urin
dengan UACR dan HbA1c dengan hubungan positif. Kesimpulan. Periostin dapat
dianggap sebagai modalitas untuk deteksi dini ND. Studi longitudinal untuk mengikuti
perjalanan klinis pasien dapat dilakukan untuk melihat peran Periostin urin dalam
prognosis dan terapi pasien ND