52 research outputs found

    Kajian Aspek Produksi Dan Pemasaran Kedelai Di Jawa Tengah: Studi Kasus Di Kabupaten Wonogiri

    Full text link
    Kedelai memegang posisi strategis dalam seluruh kebijaksanaan pangan nasional karena perannya yang sangat penting dalam menu pangan penduduk dan dalam penyediaan kesempatan kerja. Bahan makanan dari kedelai ini cukup potensial karena selain harganya murah, juga mengandung nilai gizi yang tinggi (16 - 20 persen lemak, 35 - 45 persen protein, 25 persen karbohidrat, serta mengandung vitamin A, B1 dan B2). Dilihat sumbangannya terhadap konsumsi masyarakat (terutama protein dan kalori) kedelai memberikan andil 61 persen protein dan 28 persen kalori dari semua kacang-kacangan yang dikonsumsi penduduk Indonesia (BPS, 1985). Eksistensi perkedelaian di Indonesia menjadi semakin penting karena laju permintaan terhadap kedelai yang tinggi setiap tahun dan melebihi laju peningkatan produksi. Kendala pengembangan aspek produksi yang dihadapi petani diantaranya adalah rendahnya persepsi dan tingkat adopsi beberapa komponen teknologi seperti benih berlabel, sistem tanam larikan, penggunaan pupuk secara lengkap dan berimbang, dan penyiangan tanaman secara lebih baik. Untuk mengatasi masalah ini di Wonogiri telah dihasilkan suatu paket teknologi budidaya kedelai yang dirancang oleh ESCAP CGPRT yang bekerjasama dengan Balittan Bogor dan Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Secara umum aspek pemasaran kedelai berjalan cukup baik yang ditunjukkan oleh pangsa harga yang diterima petani cukup besar (80 - 90 persen) dan tidak ada fluktuasi bulanan yang tajam. Permasalahan yang dihadapi dalam aspek pemasaran adalah rendahnya kualitas kedelai. Pemerintah diharapkan berperan dalam menetapkan harga jual dan beli pedagang besar menurut kualitas dikaitkan dengan penyaluran kedelai impor

    Politik Pangan Berbasis Industri Tepung Komposit

    Full text link
    Penduduk Indonesia saat ini lebih dari 250 juta jiwa menimbulkan banyak permasalahan pada pangan pokok sehingga perlu mendapatkan perhatian serius. Pangan pokok sumber karbohidrat yang banyak dikonsumsi adalah beras dan terigu. Sebagai sumber karbohidrat penting, terigu bukan produksi lokal yang membawa persoalan ketahanan pangan dan menguras devisa negara. Indonesia memiliki beragam sumber karbohidrat lainnya, baik dari serealia, umbi-umbian, maupun palma yang belum dimanfaatkan. Tujuan tulisan ini adalah untuk mengkaji pentingnya politik pangan berbasis industri tepung komposit dalam rangka mendukung ketahanan pangan nasional. Pertumbuhan industri tepung secara alamiah tidak dapat diharapkan terjadi dengan cepat dan berkontribusi nyata terhadap ketahanan pangan. Produksi dan perdagangan terigu telah menjadi bagian dari sistem pangan, industri, dan ekonomi nasional sehingga pengendalian yang tidak cermat dapat menimbulkan gejolak sosial dan ekonomi. Membiarkan berjalan tanpa kendali dapat menimbulkan kesulitan pangan dimasa mendatang, sebaliknya mengatur secara ketat menimbulkan persoalan sosial dan ekonomi terkait kesempatan kerja. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan komprehensif yang mendorong perkembangan industri tepung komposit. Penyelarasan antara pertumbuhan konsumsi tepung dengan pemanfaatan bahan pangan lokal melalui pengembangan tepung komposit perlu diatur dengan kebijakan komprehensif yang kondusif. Kebijakan yang diperlukan meliputi pendampingan, keringanan, dan promosi. Kebijakan Pajak Pertambahan Nilai ditanggung pemerintah dapat dipertimbangkan sebagai salah satu upaya mendorong importir gandum dan industri terigu untuk mengembangkan tepung komposi

    Dampak Krisis Moneter dan Kebijaksanaan Pemerintah terhadap Daya Saing Agribisnis Ayam Ras Pedaging di Jawa Barat

    Full text link
    Monetary and economic crisis started on the mid of 1997 has negative impact on theperformance and sustainability of poultry industry in this country. The main problem facedby broiler industry, namely: (1) Most of feed stuff are highly dependent on import; (2) Thestructure of input and output market are olygopolistic in nature; (3) Cooperative farming isnot consistently implemented; and (4) The price of input factor increased threefold due tomonetary and economic crisis. Based on those backgrounds, the objective of this study is toanalysis the impact of government policy on financial and economic feasibilities of broileragribusiness. The finding of the respective study conducted in two district (Bogor andTasikmalaya) indicated that: (1) Because of economic crisis, financial and economicprofitability of broiler industry decreases; (2) Private Cost Ratio (PCR) increased from 0,753– 0,873 to 0,851 – 0,989 due to crisis, indicating lower financial competitiveness; (3) Thevalue of DRCR before and after crisis are 0,727 – 0,976 vs. 0,790 vs. 0,917 which reveallower economic competitiveness; and (4) The value of Nominal Protection Coefficient (NPC)during the economic crisis showed that broiler industry experiencing disincentive for bothinput and output market. The implication of this study in relation with the development ofbroiler industry facing the economic globalization are as follows: (1) The vertical integrationand cooperation between smallholder broiler farming and input/output industry should bestrengthening in synergistic manner; (2) In order to generate foreign exchange and highervalue added through export and product development as well as product differentiation,vertical integration for all agribusiness subsystem in broiler industry should be implemented;and (3) The establishment of cooperative broiler farming system should be conducted in theregional news of potential market and feed stuff producing regions

    Manajemen Rantai Pasok Komoditas Telur Ayam Kampung

    Get PDF
    Secara umum penelitian ini bertujuan merumuskan kebijakan pengembangan manajemen rantai pasok komoditas telur ayam kampung secara terpadu. Secara rinci tujuan penelitian adalah 1) mendeskripsikan pelaku rantai pasok komoditas telur ayam kampung; 2) menganalisis kelembagaan manajemen rantai pasok komoditas telur ayam kampung; dan 3) menganalisis rantai nilai komoditas telur ayam kampung. Data yang digunakan bersumber dari hasil wawancara terstruktur dengan peternak ayam kampung petelur serta wawancara kelompok dengan para pelaku rantai pasok di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Kalimantan Selatan. Data kuantitatif dianalisis menggunakan analisis R/C ratio, margin tata niaga dan analisis rantai nilai, sementara informasi kualitatif dengan analisis deskriptif dengan fokus pada kelembagaan manajemen rantai pasok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) terdapat delapan pelaku utama rantai pasok komoditas telur ayam kampung, yaitu pemerintah, industri perbibitan, peternak, kelompok peternak, asosiasi peternak, pedagang di sentra produksi, pedagang di sentra konsumsi, dan industri kue/roti; 2) kelembagaan yang paling strategis dalam keseluruhan rantai pasok komoditas telur ayam kampung adalah kelembagaan distribusi dan pemasaran; dan 3) industri kue/roti menerima nilai tambah terbesar per unit output, sedangkan pedagang besar di pusat produksi dan pedagang besar di pusat konsumsi menerima nilai terbesar secara agregat. Rekomendasi kebijakan yang dihasilkan adalah pengembangan agribisnis komoditas telur ayam kampung harus dilakukan secara terpadu dalam keseluruhan rantai pasok

    Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Komoditas Kentang dan Kubis di Wonosobo Jawa Tengah

    Full text link
    The Agricultural Development in Indonesia is focused to enhance thestructure of production that more diversified through sustainable agribusinessapproach. With this context, based on the demand side horticulture commoditiesespecially potato and cabbage are feasible to developed by increasing of productionarea, cropping intensity, and productivity. This paper is proposed to: (a) conductingfinancial and economic analysis of both commodities, (b) comparative andcompetitive analysis, (c) measuring the divergences and government policy impact,(d) formulating the incentive policy interim of both commodities development. ByPolicy Analysis Matrix (PAM) method, the result showed that both commoditieshave comparative and competitive advantage, which is indicated by DRC and PCRless then 1 .The calculation showed the DRC for potato is arranging 0.239 – 0.306and for cabbage is 0.622-0.660. PCR for potato is arranging 0.413-0.468 and forcabbage is 0.854-0.875. That mean for producing the one unit value added of bothcommodities can be achieved by using less then one unit of the domestic resourcefactors. In other word, in Wonosobo Central Java both commodities are moreprofitable to produce than import

    Kajian Aspek Produksi Dan Pemasaran Jeruk Pada Lahan Pasang Surut Dan Lahan Kering Di Sulawesi Selatan: Studi Kasus Di Kabupaten Luwu Dan Selayar

    Full text link
    Tulisan ini bertujuan untuk membahas: pertama. mengidentifikasi potensi lahan pengembangan jeruk, kedua mengkaji keragaan dan kelayakan USAhatani jeruk pada lahan pasang surut dan lahan kering, ketiga mengkaji sistem pemasaran jeruk, dan keempat mengidentifikasi kendala-kendala yang dihadapi baik pada produksi maupun pemasarannya, sehingga bisa dirumuskan strategi pengembangannya. Berdasarkan kelayakan finansial menunjukkan bahwa USAhatani jeruk layak diusahakan baik di daerah sentra produksi lama (lahan kering) maupun di daerah sentra produksi baru (lahan pasang surut), yaitu dengan nilai B/C 3.09 untuk sentra lama dan 2,25 untuk sentra baru, NPV sebesar yaitu Rp 2.674.000 untuk sentra lama dan Rp 5.305.000 untuk sentra baru, IRR = 50,88 persen sentra lama dan 53,97 persen untuk sentra baru. Pada aspek pemasaran menunjukkan bahwa besarnya margin pemasaran jeruk keprok selayar sebesar Rp 1.125/kg atau 69,23 persen dari harga jual pedagang pengecer Ujung Pandang, yang terdiri dari margin biaya Rp 337/kg (30 persen) dan margin keuntungan sebesar Rp 788/kg (70 persen). Sedangkan margin pemasaran jeruk Siam asal kabupaten Luwu sebesar Rp 1.200/kg atau 70,59 persen dari harga jual pengecer Ujung Pandang, yang terdiri margin biaya Rp 311/kg (26 persen) dan margin keuntungan Rp 889/kg (74 persen)

    Dampak Peningkatan Tarif Impor Gula Terhadap Pendapatan Petani Tebu

    Full text link
    International sugar price tended to decline during 2002 due to high stock sugar inproducing countries and high import tariff by consumed countries. Such condition resultingnegative impact for sugar cane farmers. Therefore, government increased import tariff to700/kg to increase farmer's income. Based on some assumptions; price of white sugar cane inthe world US 225/ton,valueofexchangerateRp.8,500–Rp.8,700/US 225/ton, value of exchange rate Rp. 8,500 – Rp. 8,700/US , a range ofrendemen 6.00 – 6.50 % and farmers receive management fee 20 % from BEP; specific tariffrange from Rp 950,- to Rp 1,300/kg. To reduce the negative impact, government providedsubsidized to farmers calculated from BEP + 20% (management fee) subtracted by lelangprice at farmer level
    • …
    corecore