46 research outputs found
Pengaruh Scale terhadap Produktivitas pada Sumur Bn-52, Bn-104, dan Bn-110 di Lapangan “X”
BN-52, BN-104, and BN-110 wells are located on the X field, PT. PERTAMINA FIELD RAMBA ASSET 1, South Sumatra. The three wells are oil-producing wells in field X. Using the Vogel equation, the IPR curve and maximum flow rate of each well are obtained, which are 152.14 BOPD, 57.2 BOPD, and 53.76 BOPD respectively. By using the exponential Decline Curve Analysis calculation method, it can be seen the rate of decline in production, as well as the time of well production to economic limit. The results of the Decline Curve Analysis show that the BN-52 well will still be in production until March 2022, and the BN-110 well can produce until March 2020. In the analysis with the Stiff & Davis Method, carbonate deposits are proven, with each Stability Index value +1.19, +1.60, and +1.35, whereas with the Skillman, Mcdonald & Stiff method there was no scale sulfate, with S values of each well at 57,272 meq / l, 54,416 meq / l, and 55,147 meq / l. The scale causes oil production to decrease, consequently the IPR curve shifts to the left. The decreasing production of the three wells is due to a scale that inhibits the flow rate. Maximum flow rate was obtained by using the Standing correlation in each well of 100.06 BOPD, 54.53 BOPD, and 28.72 BOPD. The decline in oil production caused by scales must be handled appropriately
Studi Laboratorium Pemilihan Additif Penstabil Shale Di Dalam Sistem Lumpur Kcl-polimer Pada Temperatur Tinggi
Mud is one of the things that is very supportive in drilling operations, the design of the mud can affect the effectiveness of drilling work, the costs to be incurred, up to when the well is in production. Of course what is expected from a mud USAge is low expenditure and drilling with optimal results. Drilling mud plays a very important role in a drilling operation. Drilling that can run quickly, safely and economically is greatly influenced by the conditions and sludge system used. The condition referred to here is how the properties or rheology of the mud. Whereas the mud system referred to here is a certain type of mud that must be used with regard to the state of the formation and borehole. Muddy KCl-POLYMER is a non-dispersed mud, where the hydration and dispersion process of the shale formation drilled must be maintained or maintained as much as possible. There are several ways to achieve this, the most common of which is to limit the amount of water that reacts with the shale, by covering the cutting produced by the shale with the polymer as soon as possible to prevent further reactions with water. In this study, we will analyze the use and physical properties of drilling mud using KCl-Polymer sludge which is carried out in the Trisakti University Laboratory of Petroleum Drilling and Production
Studi Laboratorium Pemilihan Additif Penstabil Shale Di Dalam Sistem Lumpur Kcl-polimer Pada Temperatur Tinggi
Lumpur merupakan salah satu hal yang sangat menunjang di dalam operasi pemboran, desainlumpur tersebut dapat mempengaruhi efektifitas kerja pemboran, biaya yang akan dikeluarkan,sampai kepada saat sumur itu telah berproduksi. Tentu yang diharapkan dari suatu penggunaanlumpur adalah pengeluaran yang rendah dan melakukan pemboran dengan hasil yang optimal.Lumpur pemboran memegang peranan yang sangat penting di dalam suatu operasi pemboran.Pemboran yang dapat berjalan dengan cepat, aman, dan ekonomis, sangat dipengaruhi olehkondisi dan sistem lumpur yang digunakan. Kondisi yang dimaksud disini adalah bagaimana sifatsifatatau rheologi dari lumpur tersebut. Sedangkan sistem lumpur yang dimaksud disini adalahlumpur jenis tertentu yang harus digunakan dengan memperhatikan keadaan formasi dan lubangbor.Lumpur KCl-POLIMER merupakan lumpur non disperse, dimana proses hidrasi dan dispersidari formasi shale yang dibor harus dijaga atau dipertahankan semaksimal mungkin. Ada beberapacara untuk mencapai hal ini, yang paling umum adalah dengan cara membatasi jumlah air yangbereaksi dengan shale, dengan cara menyelimuti cutting yang dihasilkan oleh shale denganpolimer sesegera mungkin untuk mencegah reaksi lebih lanjut dengan air. Pada penelitian ini akanmenganalisa penggunaan serta sifat - sifat fisik lumpur pemboran menggunakan lumpur KCl-Polimer yang dilakukan di Laboratorium Pemboran dan Produksi Teknik Perminyakan UniversitasTrisakti
Perencanaan Program Hidrolika pada Sumur Eksplorasi F di Lapangan M
Salah satu tantangan dalam pemboran deepwater biaya sewa rig yang sangat tinggi,sehingga kegiatan pemboran diperlukan secepat mungkin untuk menghemat biaya. Sumureksplorasi F merupakan sumur yang terletak di Lapangan M dengan target kedalaman 14,030 ftpada struktur Ngimbang Karbonat. Dari studi G&G dan berdasarkan sumur offset dapat diketahuibahwa lapisan yang akan ditembus adalah Lidah Shale hingga kedalaman 4,650 ft, kemudianPaciran hingga kedalaman 5,660 ft, lalu Cepu Shale hingga kedalaman 10,030 ft, dan yangterakhir adalah Ngimbang Karbonat hingga kedalaman 14,030 ft. Terlihat bahwa ada banyakkemungkinan masalah terkait hole cleaning dikarenakan lapisan shale yang panjang danditambah dengan masalah mud window yang tipis. Untuk mengatasi masalah hole cleaning danmud window yang tipis, pada trayek 26” dilakukan pemompaan 2200 GPM dengan konsentrasicutting yang dijaga sebesar 10% dan ROP yang mampu dicapai adalah 291 fph. Kemudian padatrayek 17-½” dilakukan pemompaan 1600 GPM dengan konsentrasi cutting yang dijaga sebesar3% dan ROP yang mampu dicapai adalah 170 fph. Lalu pada trayek 14-¾” dilakukan pemompaan1300 GPM dengan konsentrasi cutting yang dijaga sebesar 3% dan ROP yang dapat dicapaisebesar 208 fph. Selanjutnya adalah pada trayek 12-¼” dilakukan pemompaan 1200 GPM dengankonsentrasi cutting yang dijaga sebesar 3% dan ROP yang mampu dicapai sebesar 306 fph. Lalupada trayek 10-7/8” dilakukan pemompaan sebesar 832 GPM dengan konsentrasi cutting yangdijaga sebesar 3% dan ROP yang dapat dicapai sebesar 285 fph. Dan trayek yang tera khiradalah 8-½” dimana dilakukan pemompaan sebesar 768GPM dimana dijaga agar konsentrasicutting sebesar 3% dengan ROP yang mampu dicapai adalah 433 fph. Penentuan lajupemompaan pada masing-masing trayek dilakukan berdasarkan beberapa parameter yangmenjadi acuan laju pemompaan maksimum diantaranya adalah flow regime di annulus, ECD danspesifikasi peralatan bawah permukaan khususnya BHA
Evaluasi Formasi Sumurgjn untuk Penentuan Cadangan Gas Awal (Ogip) pada Lapangan “X”
Evaluasi Formasi merupakan suatu metode untuk menganalisa sifat fisik dan juga kimia suatuformasi batuan serta fluida yang terkandung pada formasi tersebut sehingga dapat diketahuilapisan mana saja yang dapat menjadi reservoir minyak dan gas dari suatu sumur. Denganmengevaluasi suatu formasi dapat diketahui beberapa sifat fisik serta kimia suatu formasi sehinggaparameter-parameter tersebut dapat digunakan untuk perhitungan cadangan awal suatu lapanganmigas. Parameter tersebut kemudian dimasukkan ke rumus volume trik cadangan gas awal(OGIP). Didapat porositas rata-rata pada lapangan ini adalah 28.28%, satu rasi air sebesar 49.93%dan net pay setebal 41.3m. Setelah dihitung dengan metode volumetrik didapat hasil cadangangas awal (OGIP) lapangan “X” ini adalah sebesar 37.06 BSCF
Optimasi Produksi Sumur Ec-6 dengan Membandingkan Pengangkatan Buatan Gas Lift dan Electric Submersible Pump
In the world of oil is very common in the production system. This production system produces oil from wells after drilling and well compressions. Over time, the production of a well may decrease due to several parameters of pressure drop and the presence of clay which makes the pipe diameter narrower. There are several methods used to increase the decrease in production including adding artificial lifts such as sucker rod pump, electric submersible pump and gas lift, reservoir stimulation and pipe cleaning if the pipe diameter is reduced due to clay. The well has been installed an artificial lift is a gas lift and this well need an optimization to increase its production. The EC-6 well optimization is planned by comparing the lift-up scenario of the gas lift by adjusting the rate of gas injection and deepening the orifice injection and also an installation of electrical submersible pump. Best percentage of optimization production from EC-6 Well, last scenario is chosen which is new installation artificial lift ESP from gas lift (existing) and gaining 18.52% form existing productio
Kajian Rentang Batas Kewajaran Utilisasi Produksi Kilang Minyak Indonesia
Pada kurun waktu awal hingga akhir 2016, terhentinya produksi kilang yang memprodusikan bahan bakar minyak secara tak terduga atau dikenal sebagai “unplanned shutdown” berpotensi menyebabkan penurunan produksi bahan bakar minyak (BBM) secara kseluruhan. Paper ini berupaya menyajikan “Lesson Learnt” yang dapat diambil oleh kilang-kilang di Indonesia dengan bercermin kepada “benchmark” guna memberikan gambaran dimana posisi utilisasi dari kilang-kilang Indonesia tersebut
UTJECAJ DODAVANJA OTPADNE KORE ANANASA U SVRHU POVEĆANJA PROIZVODNJE SIROVE NAFTE TIJEKOM PROCESA POVEĆANJA ISCRPKA NAFTE
As the demand for energy continues to rise, it is still primarily met by fossil fuels and non-renewable energy sources. In addition, oil production, particularly in older fields, is declining. The enhanced oil recovery (EOR) method utilized in this study is surfactant injection with the addition of waste pineapple peel. The experiment was carried out in a controlled laboratory setting, using surfactant and brine solutions with salinities of 5,000 ppm and 12,000 ppm, respectively. The concentration range of alpha olefin sulfonate (AOS) surfactant employed ranged from 0.2% to 0.6% (2×10-6 m3 and to 0.6% from 1×10-3 m3). The solution was tested at two different temperatures, specifically 30°C and 60°C. The solution was tested with the addition of the pineapple peel and without pineapple peel. The density, viscosity, and interfacial tension of the two solutions were determined using laboratory measurements. The subsequent procedure involves the injection of the core sample in order to determine the oil recovery factor. The interfacial tension (IFT) values obtained were 17.5 mN/m in the absence of additives and 15.4 mN/m in the presence of additives derived from pineapple peel. The recovery factor for a solution with a salinity of 12,000 ppm and a concentration of 0.6% is determined to be 42.01%. Additionally, the recovery factor for a surfactant solution with the addition of pineapple peel is found to be 44.26%. Based on the findings of this study, the utilization of waste pineapple peel demonstrates a beneficial impact on the process of oil production.Kako potražnja za energijom i dalje raste, ona se i dalje primarno zadovoljava fosilnim gorivima i neobnovljivim izvorima energije. Osim toga, proizvodnja nafte, osobito na starijim poljima, opada. Metoda povećanja iscrpka nafte (engl. Enhanced Oil Recovery, EOR) korištena u ovoj studiji jest utiskivanje surfaktanta s dodatkom otpadne kore ananasa. Eksperiment je proveden u kontroliranim laboratorijskim uvjetima korištenjem surfaktanta i slane vode saliniteta 5000 ppm odnosno 12 000 ppm. Raspon koncentracija korištenoga surfaktanta (alfa-olefin sulfonat, AOS) bio je od 0,2 % do 0,6 % (2 × 10-6 m3 i do 0,6 % od 1 × 10-3 m3). Ispitivanje otopine provedeno je na dvjema različitim temperaturama, točnije 30 °C i 60 °C. Otopina je ispitana s dodatkom kore ananasa i bez kore ananasa. Laboratorijskim mjerenjima određene su gustoća, viskoznost i međufazna napetost navedenih dviju otopina. Kako bi se utvrdio iscrpak nafte, navedene otopine utisnute su u uzorak jezgre. Dobivene vrijednosti međufazne napetosti (engl. interfacial tension, IFT) bile su 17,5 mN/m bez prisustva aditiva (kore ananasa) i 15,4 mN/m u slučaju otopine u koju je dodana kora ananasa. Iscrpak nafte u slučaju otopine saliniteta 12 000 ppm i koncentracijom surfaktanta 0,6 % iznosio je 42,01 %. Nadalje, utvrđeno je da iscrpak nafte u slučaju otopine surfaktanta s dodatkom kore ananasa iznosi 44,26 %. Na temelju rezultata ove studije može se zaključiti da korištenje kore ananasa pokazuje povoljan utjecaj na proces proizvodnje nafte
Evaluasi Formasi dan Penentuan Zona Hidrokarbon pada Lapangan LV dengan Data Log
Lapangan LV memiliki tiga sumur yang dapat dianalisis yaitu XD-02, XD-04, dan XD-05. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi formasi dan menentukan zona hidrokarbon untuk selanjutnya dilakukan perhitungan saturasi air. Penelitian dilakukan dengan menganalisis log secara kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan software Interactive Petrophysics. Analisis log secara kualitatif bertujuan untuk menentukan lithology formasi serta menentukan zona hidrokarbon, sedangkan analisis log secara kuantitatif bertujuan untuk melakukan perhitungan volume shale, porositas, resistivitas air formasi, dan saturasi air. Perhitungan saturasi air pada penelitian ini akan menggunakan metode simandoux. Metode simandoux biasa digunakan untuk formasi yang mempunyai kandungan shale sebesar 5-30%. Harga kandungan shale pada sumur XD-02, XD-04, dan XD-05 secara berturut-turut yaitu sebesar 15,38 %, 7,14 %, 14,29 %. Harga saturasi air dengan menggunakan metode Simandoux pada sumur XD-02, XD-04, dan XD-05 secara berturut-turut yaitu sebesar 19,90 %, 19,25 %, dan 12,32 %. Kemudian setelah didapat harga saturasi air, maka dapat dicari harga saturasi hidrokarbon yang terkandung didalam lapisan tersebut. Harga saturasi hidrokarbon pada sumur XD-02, XD-04, dan XD-05 secara berturut-turut yaitu sebesar 80,10 %, 80,25 %, dan 87,68 %. Dari hasil perhitungan ini disimpulkan bahwa sumur di lapangan LV cocok menggunakan metode simandoux untuk perhitungan saturasi air dikarenakan kandungan shale pada sumur-sumur tersebut masuk ke dalam kisaran 5-30%
KAJIAN RENTANG BATAS KEWAJARAN UTILISASI PRODUKSI KILANG MINYAK INDONESIA
Pada kurun waktu awal hingga akhir 2016, terhentinya produksi kilang yang memprodusikan bahan bakar minyak secara tak terduga atau dikenal sebagai “unplanned shutdown” berpotensi menyebabkan penurunan produksi bahan bakar minyak (BBM) secara kseluruhan. Paper ini berupaya menyajikan “Lesson Learnt” yang dapat diambil oleh kilang-kilang di Indonesia dengan bercermin kepada “benchmark” guna memberikan gambaran dimana posisi utilisasi dari kilang-kilang Indonesia tersebut