11 research outputs found

    MUNÂSABAH BETWEEN CHAPTERS ON QUR’AN IN THE AL-BIQÂ’Î PERSPECTIVE

    Get PDF
    The Study on munāsabah occupies an important position in the study of the Koran. Al-Biqā'î is one of the scholars who give a very large portion of the theory of munāsabah. Al-Biqā'î divides munāsabah into two major groups, namely, between surah (chapters) and between ayat (verses). With an exploratory-descriptive method, this paper will specifically explore logical pattern of munāsabah between surah according to al-Biqa'i with a comprehensive example. The findings of this paper are based on: first, there are four possible patterns of munāsabah between surah according to al-Biqa'i. The four patterns are munāsabah between surah’ names and its content, munāsabah between surah and basmalah, munāsabah between the initial description of the surahs and munāsabah between the end of the surah and the other surah. Second, al-Biqa'i in applying a munāsabah theory is quite consistent across patterns; from the first, second, third, and fourth patterns. Third, Munāsabah occupies a very important position because it is able to explain the unity and close relationship that exists between one surah and another while also emphasize the oneness of the Qur'anic themes

    Aktualisasi Nilai Rekonsiliasi Perspektif Kitab Al-Tibyan Karya KH. Hasyim Asy’ari

    Get PDF
    Artikel ini dilatarbelakangi adanya degradasi moral yang disebabkan adanya banyak perbedaan yang justru tidak menjadi media persatuan namun menjadi celah adanya Iftiraq. Perpecahan ini secara urgen dan mendesak perlu untuk segera diatasi dengan metode dan cara yang sudah teruji untuk kemudian dapat diaktualisasikan di kehidupan. KH. Hasyim Asy’ari dalam kitab Al-Tibyan menawarkan usaha rekonsiliasi Nasional yang dalam penelitian ini dipaparkan kandungan dan nilai yang tersimpan. Penulis menggunakan metode Library Research dengan memanfaatkan beberapa sumber pustaka yang valid. Dalam penelitian ini penulis setidaknya menemukan tiga hasil temuan. Pertama, terdapat nilai persaudaraan yang kuat menjadi tonggak rekonsiliasi Nasional dalam kitab Al-Tibyan. Kedua, dalam kitab Al-Tibyan nilai persatuan dan perdamaian menjadi orientasi pokok terhadap usaha rekonsiliasi Nasional KH. Hasyim Asy’ari. Ketiga, aktualisasi nilai persaudaraan dan persatuan serta perdamaian secara aktif dan dinamis dapat diimplementasikan dengan pendekatan zaman kekinian salah satunya memanfaatkan dunia digitalisasi. Ketiga nilai rekonsiliasi dalam kitab ini dapat diaktualisasikan artinya kitab ini masih relevan dengan zaman dan problematika kekinian.Artikel ini dilatarbelakangi adanya degradasi moral yang disebabkan adanya banyak perbedaan yang justru tidak menjadi media persatuan namun menjadi celah adanya Iftiraq. Perpecahan ini secara urgen dan mendesak perlu untuk segera diatasi dengan metode dan cara yang sudah teruji untuk kemudian dapat diaktualisasikan di kehidupan. KH. Hasyim Asy’ari dalam kitab Al-Tibyan menawarkan usaha rekonsiliasi Nasional yang dalam penelitian ini dipaparkan kandungan dan nilai yang tersimpan. Penulis menggunakan metode Library Research dengan memanfaatkan beberapa sumber pustaka yang valid. Dalam penelitian ini penulis setidaknya menemukan tiga hasil temuan. Pertama, terdapat nilai persaudaraan yang kuat menjadi tonggak rekonsiliasi Nasional dalam kitab Al-Tibyan. Kedua, dalam kitab Al-Tibyan nilai persatuan dan perdamaian menjadi orientasi pokok terhadap usaha rekonsiliasi Nasional KH. Hasyim Asy’ari. Ketiga, aktualisasi nilai persaudaraan dan persatuan serta perdamaian secara aktif dan dinamis dapat diimplementasikan dengan pendekatan zaman kekinian salah satunya memanfaatkan dunia digitalisasi. Ketiga nilai rekonsiliasi dalam kitab ini dapat diaktualisasikan artinya kitab ini masih relevan dengan zaman dan problematika kekinian

    PARADIGMA TAFSIR EKOLOGI

    Get PDF
    This article will display a new model of Islamic interpretation. That new model is ecology’s form, it can be called by ecology interpretation. There are many paradigms of human relation with environment, even anthropocentrism, egocentrism or ecoteosentrism. The searching of ecology’ verses and the example of ecology interpretation is the focus of this article. The ecology’s paradigm of interpretation is a new point of view (new paradigm) where an interpreter will conscript their pieces from ecology’ point of view or perspective. So, their idea will show their support to ecology’s problems and want to give contribution and solution toward ecology’s problem which descended upon this modern society. Been inspirited from Rabbil Alamin ‘term which was repeated 14 times in the holy qur’an, so ecology interpretation use ecoteocentrism paradigm. The ecology’s act is the reflection or manifestation of human trust’ system which reside in their deepest heart. Therefore, if their trust’ system pro-ecology, their wisdom toward environment is high. Besides, if the trust’ system contra –ecology, their wisdom toward environment is low or opposing environment. By using ecoteocentris paradigm, human relation with nature will be harmony. Because of the scarcity of that paradigm. By that paradigm, human have truly consciousness to protect environment. They will also have truly consciousness to responsibility about environment in front of the God Almighty. So the paradigm of ecology interpretation is very urgent to be growth and ever lasted. Keywords: interpretation, ecology, al-Qur’an, ecoteocentris

    Implementation of Tasawwuf Values ​​in the Book of Durratun Nashihin to Improve the Spirituality of Students at the Lubabul Fattah Islamic Boarding School Tulungagung

    Get PDF
    Efforts to increase the spirituality of students at the Lubabul Fattah Islamic Boarding School are actualized through daily activities based on the values ​​of Sufism in the book Durratun Nashihin. This implementation effort was carried out with the hope that there would be an improvement in the students\u27 morals, self-awareness and empathy. This research uses descriptive qualitative methods. Thus, this research produces a conclusion that the Sufism values ​​contained in the book Durratun Nashihin which have been practiced by the students of the Lubabul Fattah Islamic Boarding School have had a positive impact in increasing spirituality, especially in terms of morals, morals, empathy and tolerant attitudes. These values ​​include patience, tawadhu\u27, sadaqah fi sabilillah, congregational prayer, reading the Qur’an and dhikr. In the implementation process, the Lubabul Fattah Islamic Boarding School has done this through an educational curriculum, so that the students\u27 understanding of Sufism is not only through spiritual practice, but also through educational pathways which have their own implications for the soul/spirituality of a student as evidenced by attitudes and behavior that show calm.Upaya peningkatan spiritualitas santri di Pondok Pesantren Lubabul Fattah diaktualisasikan melalui kegiatan keseharian dengan berlandaskan nilai-nilai tasawuf dalam kitab Durratun Nashihin. Upaya Implementasi tersebut dilakukan dengan harapan supaya terdapat peningkatan dalam diri santri dari aspek akhlak, kesadaran diri, dan rasa empati. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif.  Dengan demikian, penelitian ini menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa nilai-nilai tasawuf yang terkandung dalam kitab Durratun Nashihin yang sudah dipraktikan oleh santri Pondok Pesantren Lubabul Fattah memberikan dampak yang positif dalam meningkatkan spiritualitas khususnya dari segi akhlak, moral, empati dan sikap toleran. Nilai tersebut antara lain, sabar, tawadhu’, shadaqah fi sabilillah, shalat berjamaah, membaca al-Qur’an dan berdzikir. Dalam proses implementasinya, Pondok Pesantren Lubabul Fattah telah melakukannya melalui sebuah kurikulum pendidikan, sehingga pemahaman para santri terhadap tasawuf tidak hanya melalui olah bathiniyah, tetapi juga melalui jalur pendidikan yang memberikan implikasi tersendiri bagi jiwa/spiritual seorang santri yang dibuktikan dengan sikap dan perilaku yang menunjukkan ketenangan

    Pendidikan Karakter dalam Surah al-Hujurat: Telaah Penafsiran Mahmud Yunus dalam Tafsir al-Karim

    Get PDF
    The Qur\u27an which was revealed in Arabic became a polemic on how the Qur\u27an could be understood and studied by people who could not speak Arabic. Then there appeared interpreters who aimed to make it easier to study the Qur\u27an to be practiced in daily activities. One of the most phenomenal and first works of interpretation in Indonesian is the Tafsir al-Karim which is a book written by Mahmud Yunus. This article aims to explore in depth how Mahmud Yunus interpreted in his Tafsir al-Karim, biography, style, method, and analysis of character education in the Tafsir al-Karim. The researcher concluded that there are 15 values ​​of character education in this Tafsir al-Karim, namely: politeness, birul walidain, respecting others, speaking well, being firm in one\u27s stance, being fair, having good thoughts, tolerance, faith (tawhid), being humble, being pious, integrity, being grateful, being honest, and being responsible.Al-Qur’an yang diturunkan dengan berbahasa Arab menjadi polemik bagaimana al-Qur’an bisa difahami dan dipelajari oleh orang-orang yang tidak bisa berbahasa Arab. Kemudian muncul penafsir-penafsir yang bertujuan untuk memudahkan mempelajari al-Qur’an untuk diamalkan dalam aktivtias sehari-hari. Salah satu karya tafsir yang paling fenomenal dan pertama dengan bahasa Indonesia adalah Tafsir al Karim yang merupakan kitab karangan dari Mahmud Yunus. Tulisan ini bertujuan untuk menggali secara mendalam bagaimana penafsiran Mahmud Yunus dalam Tafsir al-Karim, biografi, corak, metode, serta analisis tentang pendidikan karakter dalam Tafsir al-Karim. Peneliti menyimpulkan terdapat 15 nilai-nilai pendidikan karakter di Tafsir al-Karim ini, yaitu: Sopan santun, birul walidain, menghormati orang lain, bertutur kata yang baik, teguh pada pendirian, adil, berbaik sangka, toleransi, iman (tauhid), rendah hati, taqwa, integritas, bersyukur, jujur, tanggung jawab

    Konsep Dhalal Dalam Al-Qur’an; Analisis Semantik

    Get PDF
    This research aims to reveal the concept of d{ala>l in the Qur'an. The research method used was qualitative descriptive. The data were collected by library research documentation techniques. The data’s technical analysis was qur’anic semantic. The result showed that the basic meaning of d{ala>l is lost. While the relational meaning refers to several meanings: First, the meaning of heretical when accompanied by the words kufr, shirk, muna>fiq, z{a>lim, and fa>siq, accompanied by mubi>n, ba'i>d, and kabi>r, accompanied by the words shait{a>n, and hawa>’. Second, it means confusion when turning up the righteous. Third, it means to forget when talking about the problem of witnessing. D{ala>l has several equivalents of the words gayy, gaflah, zaig, t{ugya>n, and 'amhan, while the opponent is said to be huda>. The development of the meaning d{ala>l is reviewed from the synchronic- diachronic aspect pointing to three periods. The pre-Quranic period refers to conditions of loss, misfortune, and futility. The Qur'anic period carries the meaning d{ala>l pre-qur'anic to religious meaning. The post-Qur'anic period d{ala>l experienced a narrowing of meaning, namely, takfir and bid’ah.Penelitian ini bertujuan untuk menungkap konsep d{ala>l dalam al-Qur’an. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi telaah Pustaka (library research). Data kemudian dianalisis dengan semantik al-Qur’an. Berdasarkan hasil analisis disimpulkan bahwa makna dasar d{ala>l adalah hilang. sementara makna relasionalnya menunjuk beberapa arti: Pertama, bermakna sesat manakala diiringi kata kufr, syirk, munafiq, zalim, dan fasiq,  diiringi mubi>n, ba’i>d, dan kabi>r, diiringi kata syait{a>n, dan hawa>’. Kedua, bermakna kekeliruan, saat membincang orang-orang saleh. Ketiga, bermakna lupa, saat membincang masalah persaksian. Dalal memiliki beberapa padanan kata yakni gayy, gaflah, zaig, t{ugya>n, dan ‘amhan, sementara lawan katanya adalah huda>.  Perkembangan makna d{ala>l ditinjau dari aspek sinkronik diakronik menunjuk pada tiga periode. Periode pra qur’anik menunjuk pada kondisi kerugian, kemalangan, dan kesia-siaan. Periode qur’anik membawa makna d{ala>l pra qur’anik menuju makna religius. Periode pasca Qur’anik d{ala>l mengalami penyempitan makna, yakni takfir dan bid’ah

    MENGUJI AUTENTISITAS HADIS-HADIS TENTANG SHALAT DHUHA (Kajian Terhadap Kitab Al-Targi>b Wa Al-Tarhi>b)

    Get PDF
    Skripsidengan judul “Menguji Autentisitas Hadis-Hadis Shalat Dhuha (Kajian Terhadap Kitab al-Targi>b Wa al-Tarhi>b)” ini ditulis oleh Ahmad Saddad dibimbing oleh Dr. Salamah Noorhidayati, M.Ag. Penelitian dalam skripsi ini di latarbelakangi oleh adanya fenomena di lingkungan masyarakat. Ada seorang yang sangat rajin melaksanakan shalat dhuha sehingga seolah-olah tidak pernah ditinggalkannya sebagaimana shalat fardu. Hal tersebut dilakukan karena ada keyakinan bahwa dengan shalat dhuha rejekinya akan lancar. Di sisi lain ia berkeyakinan dengan shalat dhuha ia akan masuk surga lewat pintu yang bernama dhuha. Keyakinan tersebut ia sandarkan pada hadis Nabi yang ia dengar dari seorang ustaz yang mengutipnya dari kitab al-Targi>b wa al-Tarhi>b. Padahal dalam kitab tersebut hadis-hadisnya tidak disertai keterangan kualitasnya, dan hanya menyebutkan ra>wi> a’la>-nya, bahkan ada yang cukup disandarkan kepada Rasulullah saw. Penelitian ini difokuskan pada masalah autentisitas hadis-hadis tentang shalat dhuha dalam kitab al-Targi>b Wa al-Tarhi>b. Untuk menjawab fokus masalah tadi, maka dirumuskan masalah (1) Bagaimana kualitas sanad hadis-hadis tentang shalat dhuha dalam kitab al-Targi>b Wa al-Tarhi>b? (2) Bagaimana kualitas matan tentang shalat dhuha dalam kitab al-Targi>b Wa al-Tarhi>b? Adapun yang menjadi tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui keautentikan hadis-hadis tentang shalat dhuha dalam kitab al-Targi>b Wa al-Tarhi>b. Sedangkan tujuan partikularnya adalah Untuk mengetahui kualitas sanad dan kualitas matan hadis-hadis tentang shalat dhuha dalam kitab al-Targi>b Wa al-Tarhi>b . Dalam penelitian ini, untuk meneliti integritas para periwayat, digunakan teorinya Ibn H{ajjar, karena Ibn H{ajjar mempunyai kriteria yang lebih rinci dari pada ulama lain. Selain itu juga akan digunakan teori al-jarh} wa al-ta’di>lapabila terjadi pertentangan antara kritikus yang mencela dan memuji, maka yang dimenangkan adalah kritikan yang memuji, kecuali jika kritikan yang mencela disertai alasan yang jelas.Dalam kritik matan, tolak ukur yang akan digunakan adalah pendapatnya Ibn al-Jauzi yakni akal dan ketentuan pokok agama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) sampel hadis yang diteliti, secara individu mempunyai kualitas sanad yang beragam, ada yang berkualitas S{ah}i>h}, dan ada yang berkualitas d}a’i>f. (2)Untuk hadis yang berkualitas S{ah}i>h}, matan-nya tidak ada yang bertentangan dengan akal dan ketentuan pokok agama. Sehingga maqbu>l dan dapat dijadikan hujjah untuk menjalankan ibadah shalat dhuha. Skripsi ini bermanfaat untuk memperluas khazanah ilmu pengetahuan agama, khususnya mengetahui keautentikan hadis-hadis yang dijadikan sebagai dasar beragama masyarakat

    Konsep Salam dalam al-Qur’an (Kajian Semantik-Hermeneutik).

    No full text
    مفهوم السلام في القرآن: دراسة دلالية-الهيرمينوطيقا؛ أطروحة الدكتوراه؛ إعداد: أحمد سداد؛ رقم القيد: 12503175002؛ تحت إشراف: أ. د. إمام فؤادي، و د. أحمد زين العابدين انطلقت هذه الأطروحة من وجود رؤى متضاربة في الساحة تجاه الدين الإسلامي. فقد شاع فيها أن الإسلام دين ينشر الإرهاب ويتسم بالراديكالية وأنه مصدر للنزاعات. ولا شك أن هذه الرؤية تجني آثارا سلبية على حساب الإسلام. بالرغم من وجود عديد من الآيات القرآنية التي لها رؤية هادفة في تحقيق السلام العالمي، لا بد من الاعتراف بأن هناك آيات لها احتمالات تحمل من اتبعها على فعل الإرهاب. فبناء على وجود هذا التناقض بين آيات السلام وآيات الحرب يحاول الباحث معالجته مستخدما في ذلك المقاربة الدلالية القرآنية تستخدم اللغة العربية لفظ "السلام" كثيرا للدلالة على "السِّلم". وقد ورد لفظ "السلام" بجميع مشتقاته 135 مرة في القرآن، فبالتالي جدير أن يتخذ هذا اللفظ مفتاحا لتحليل مفهوم السلام في ضوء القرآن، ومن ثَمَّ يتم الوصول إلى صياغة رؤية العالم القرآنية تجاه السلام بناء على ما تقدم، تبلورت صياغة أسئلة البحث في بنود تالية: ١) ما هو المعنى الأساسي والمعنى العلاقي للفظ "السلام"؟ ٢) كيف تطور لفظ "السلام" وفق المنظورين السانكروني والدياكروني؟ ٣) كيف يتم تطبيق معنى "السلام" وفق سياق العصر؟ وتهدف هذه الأطروحة إلى الوقوف على المعنيين الأساسي والعلاقي للفظ السلام ومعرفة ما يلحق به من التطور السانكروني والدياكروني، ومن ثمّ اكتشاف رؤية العالم القرآنية تجاه السلام ومفهومه في ضوئه. تعدّ هذه الأطروحة من صنف البحوث المكتبية معتمدة على نوعين من مصادر المعطيات، وهما: 1) المصادر الرئيسة وهي القرآن ودواوين الأشعار الجاهلية وكتب التفاسير؛ 2) المصادر الثانوية وقد تمثلت في الكتب والرسائل الجامعية والبحوث التي تعتني بالمجال الدلالي. وفي سبيل جمع المعطيات، قام الباحث بجرد المعطيات التي تم الحصول عليها من المصادر الرئيسية والثانوية، وبالتالي قام بتحليلها مستعينا بالمقاربة الدلالية وتوصلت هذه الدراسة إلى نتائج تالية: ١) تبلور معنى "السلام" الأساسي في السلم، بينما دلّ معناه العلاقي على عدة أمور: أولها الجنة إذا أضيف إليه لفظ الدار (دار السلام)، والثاني مرادف للصراط المستقيم إذا أضيف إليه لفظ السبل (سبل السلام)، والثالث التعظيم إذا اقترن بـ "على نوح، على إبراهيم، على موسى وهارون، على إلياس". وللفظ "السلام" عدة مرادفات وهي الأمين والإصلاح والإحسان والحب والرحمة والمعروف والصبر، كما أن له أضداد وهي الجهاد والقتال والإرهاب والقصاص والحرب؛ ٢) دلّ تطور لفظ السلام سانكرونيا ودياكرونيا على ثلاث فترات: أولها ما قبل القرآنية حيث دلّ لفظ "السلام" على معناه الأساسي وهو السلم، وثانيها الفترة القرآنية حيث تضمّن اللفظ معناه فيما قبل القرآنية متجها نحو المعنى الديني كما تمحورت هداياته في عدة من المجالات كالأسرة والمجتمع والسياسة والعلاقة بين معتنقي الأديان المختلفة والاجتماع والاقتصاد، وثالثها ما بعد القرآنية حيث يعتري اللفظَ التضييقُ الدلالي المتمثل في اقتصاره على التحية. ٣) يتم تطبيق "السلام" وفق سياق العصر من خلال تعميم الوسطية الدينية في أرجاء إندونيسيا عبر ثلاثية "السلام وسبل السلام ودار السلام" في سبيل المساهمة لمفهوم السلام العالمي. وقد اتّسق مفهوم السلام في القرآن مع نظرية السلام الإيجابي ضمن نظرية السلام، بينما اتّسق الحقل الدلالي للفظ "السلام" مع نظرية السلام السلب

    KONSEP D{ALA>L DALAM AL-QUR’AN (Kajian Semantik al-Qur’an)

    Get PDF
    Tesis dengan Judul “KONSEP D{ALA>L DALAM AL-QUR’AN (Kajian Semantik al-Qur’an)” ini ditulis oleh Ahmad Saddad, 175315002, dibimbing oleh Dr. Ahmad Zainal Abidin, MA, dan Dr. Salamah Noorhidayati, M. Ag. Kata Kunci: D{ala>l, Semantik al-qur’an. Penelitian dalam Tesis ini dilatarbelakangi oleh pengamatan penulis terhadap adanya sikap truth claim di kalangan internal kaum muslim, sehingga kelompok tersebut menganggap kelompok muslim lain sebagai sesat. Hal tersebut tentu akan berimplikasi pada terpecah belahnya umat. Istilah sesat dalam bahasa Arab sering ditujukan pada term d{ala>l, dan dalam al-qur’an term tersebut terulang 191 kali. Dalam Qs. al-D{uh{a ayat 7, Nabi Muhammad disebut-sebut sebagai d{ala>l, demikian pula dalam Qs. al-Syu’ara>’ ayat 20, nabi Musa as mengatakan dirinya d{ala>l. Hal tersebut menarik untuk diteliti dengan menggunakan pendekatan semantik. Sehingga dapat diketahui pandangan dunia (weltanscahuung) al-qur’an tentang d{ala>l. Rumusan masalah dalam tesis ini adalah: 1) bagaimana makna dasar dan makna relasional kata d{ala>l? 2) Bagaimana perkembangan makna d{ala>l ditinjau dari aspek sinkronik dan diakroniknya?Sedangkan tujuan dari penulisan tesis ini adalah untuk mengetahui makna dasar dan makna relasional kata d{ala>l, begitu pula perkembangan maknanya baik dari sisi sinkronik maupun diakronik, sehingga bisa terungkap bagaimana pandangan dunia (weltanscahuung) al-qur’an tentang d{ala>l. Jenis penelitian Tesis ini adalah studi kepustakaan (library research) dengan sumber data terbagi menjadi dua, yaitu 1) sumber data primer yakni al-qur’an, di>wa>n yang memuat syair-syair Arab Jahili, dan kitab-kitab tafsir. 2) sumber data sekunder yakni setiap buku, tesis, skripsi, atau artikel yang menjadikan semantik sebagai fokus kajiannya. Teknik pengumpulan data dengan menginventarisasi data yang diperoleh dari sumber primer maupun sumber sekunder. Sementara teknik analisa data yang digunakan adalah analisis semantik. Penelitian ini menyimpulkan: 1) makna dasar d{ala>l adalah hilang, sementara makna relasionalnya menunjuk beberapa arti: a) bermakna sesat manakala: i) diiringi kata kufr, syirk, muna>fiq, z{a>lim, dan fa>siq, ii) diiringi mubi>n, ba’i>d, dan kabi>r, iii) diiringi kata syait{a>n, dan hawa>’. b) kekeliruan, saat membincang orang-orang saleh. c) lupa, saat membincang masalah persaksian. D{ala>l memiliki beberapa padanan kata yakni gayy, gaflah, zaig, t{ugya>n, dan ‘amhan, sementara lawan katanya adalah huda>. 2) Perkembangan makna d{ala>l ditinjau dari aspek sinkronik diakronik menunjuk pada tiga periode. a) periode pra qur’anik menunjuk pada kondisi kerugian, kemalangan, dan kesia-siaan. b) periode qur’anik membawa makna d{ala>l pra qur’anik menuju makna religius. c) Periode pasca qur’anik d{ala>l mengalami penyempitan makna, yakni takfir dan bid’ah
    corecore