Biodegradation of rocket propellant waste, ammonium perchlorate

The short term effects of ammonium perchlorate on selected organisms were studied. A long term experiment was also designed to assess the changes incurred by ammonium perchlorate on the nitrogen and chloride contents of soil within a period of 3 years. In addition, an attempt was made to produce methane gas from anaerobic fermentation of the aquatic weed, Alternanthera philoxeroides

Identifikasi Dan Perbaikan Kerusakan Terhadap Sistem Deteksi Kebakaran Di Gedung 65 Instalasi Elemen Bakar Eksperimental

IDENTIFIKASI DAN PERBAIKAN KERUSAKAN TERHADAP SISTEM DETEKSI KEBAKARAN DI GEDUNG 65 INSTALASI ELEMEN BAKAR EKSPERIMENTAL. Identifikasi dan perbaikan kerusakan terhadap sistem deteksi kebakaran di gedung 65 Instalasi Elemen Bakar Eksperimental (IEBE) telah dilakukan. Pada sistem instalasi kebakaran sering kali mengalami suatu kerusakan dan gangguan yang tidak bisa diduga, diantaranya adalah respon alarm dini yang menyebabkan detektor pada suatu ruangan menginformasikan ke Panel adanya sinyal api. Kerusakan dan gangguan yang dimaksud adalah gangguan yang diakibatkan oleh kerusakan peralatan pendukung, contohnya detektor yang sudah berumur lama, dioda tegangan mengalami deformasi, battery yang melemah tegangannya dan terputusnya jalur kabel yang menuju panel. Tujuan dari identifikasi dan perbaikan kerusakan pada sistem deteksi kebakaran adalah mengantisipasi terjadinya kerusakan dini dan mengurangi adanya alarm respon dini akibat dari kerusakan komponen pendukungnya. Metoda yang digunakan adalah dengan mencari penyebab kerusakan dan dilanjutkan dengan perbaikannya. Diharapkan setelah dilakukan identifikasi dan perbaikan kerusakan maka akan mudah bagi petugas untuk mengontrol kinerja sistem deteksi kebakaran di IEBE. Hasil analisa di lokasi kerusakan sistem deteksi kebakaran di IEBE diketahui ada kerusakan pada dioda, detektor dan terputusnya sambungan jalur kabel. Dari kegiatan perbaikan kerusakan sistem deteksi kebakaran di IEBE dapat diambil kesimpulan bahwa kerusakan sudah bisa diperbaiki sehingga sistem dapat beroperasi kembali dengan normal

Dekontaminasi Mesin Busur Listrik Centorr Furnaces Di Hr-16 Iebe – Ptbn

DEKONTAMINASI MESIN BUSUR LISTRIK CENTORR FURNACES DI HR 16 IEBE - PTBN. Telah dilakukan dekontaminasi mesin busur listrik centorr furnaces di IEBE. Dekontaminasi mesin busur listrik centorr furnaces bertujuan menurunkan tingkat kontaminasi untuk mencegah terjadinya penyebaran kontaminasi pada peralatan kerja yang lainnya. Metode pengukuran kontaminasi permukaan mesin busur listrik, dilakukan secara langsung menggunakan surveymeter Microcont Herfurth Tipe H 13420 No. Seri. 0161. Berdasarkan data hasil pengukuran kontaminasi dan dekontaminasi mesin busur listrik centorr furnaces pertama, ke-dua dan ke-tiga dapat dilihat pada Tabel 2. Aktivitas kontaminasi mesin busur listrik centorr furnaces sebesar (3,58±1,56) Bq/Cm2. Hasil dekontaminasi tahap III diperoleh hasil aktivitas mesin busur listrik centorr furnaces sebesar (0,28±0,13) Bq/Cm2, dengan ini koefisien dekontaminasi sebesar (91,50±3,00) %. Berdasarkan hasil dekontaminasi tersebut dapat disimpulkan mesin busur listrik centorr furnaces telah memenuhi ketentuan keselamatan kerja terhadap radiasi dan dapat digunakan kembali

Pengukuran Tingkat Kontaminasi Permukaan Mesin Busur Listrik Pasca Peleburan Logam U-zr

PENGUKURAN TINGKAT KONTAMINASI PERMUKAAN MESIN BUSUR LISTRIK PASCA PELEBURAN LOGAM U-Zr. Telah dilakukan pengukuran tingkat kontaminasi permukaan mesin busur listrik. Pengukuran tingkat kontaminasi permukaan bertujuan untuk mengetahui radioaktivitas α secara langsung di permukaan mesin busur listrik pasca peleburan logam U-Zr. Metode pengukuran radioaktivitas α di permukaan mesin busur listrik dilakukan sebanyak 3 kali menggunakan surveimeter Microcont Herfurth Type H 13420 model 0161 pada posisi Crucible, Tungsten, Chamber glass dan Iron Chamber. Bahan lainnya yang digunakan pada kegiatan ini adalah sarung tangan, masker, jaslab, shoe-cover dan kertas merang. Hasil pengukuran radioaktivitas α di permukaan mesin busur listrik menunjukkan tingkat kontaminasi yang variasi. Pengukuran radioaktivitas α tertinggi pada posisi Tungsten sebesar = (1.18 ± 0,03 Bq/cm2). Radioaktivitas α di permukaan masing-masing komponen mesin busur listrik masih berada di atas batas yang diizinkan untuk radiasi rendah (radioaktivitas α < 0,37 Bq/cm2). Kesimpulan yang dapat diambil bahwa perlu dilakukan tindakan dekontaminasi pada mesin busur listrik, sehingga akan memberikan rasa aman bagi pekerja radiasi

Pemantauan Kontaminasi Dan Dekontaminasi Alat Potong Accutom Di Laboratorium Kendali Kualitas Hr-22 Iebe – Ptbn

PEMANTAUAN KONTAMINASI DAN DEKONTAMINASI ALAT POTONG ACCUTOM DI LABORATORIUM KENDALI KUALITAS HR-22 IEBE – PTBN. Telah dilakukan kegiatan pemantauan kontaminasi dan dekontaminasi alat potong ACCUTOM di laboratorium kendali kualitas HR-22 IEBE- PTBN. Tujuan kegiatan ini adalah memantau dan menurunkan tingkat kontaminasi alat potong untuk mencegah terjadinya penyebaran kontaminasi yang tidak diinginkan. Metode yang digunakan adalah dengan cara mengukur tingkat kontaminasi secara langsung dengan alat deteksi radiasi Surveymeter Microcont Herfurth α dan β. No. seri. 0161. Pengukuran aktifitas tingkat kontaminasi alat potong diperoleh nilai sebesar (42,10±1,70) Bq/cm2. Pada kegiatan dekontaminasi tahap ke 3 di alat potong aktivitas kontaminasi yang dihasilkan adalah sebesar (0,22±0,02) Bq/cm2, sedangkan koefisien dekontaminasinya sebesar (93,60±2,30)%. Berdasarkan hasil dekontaminasi tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil dekontaminasi berhasil mengurangi tingkat kontaminasi dari kontaminasi tinggi menjadi kontaminasi rendah pada alat potong ini

Dark-matter halo mergers as a fertile environment for low-mass Population III star formation

While Population III stars are typically thought to be massive, pathways towards lower-mass Pop III stars may exist when the cooling of the gas is particularly enhanced. A possible route is enhanced HD cooling during the merging of dark-matter halos. The mergers can lead to a high ionization degree catalysing the formation of HD molecules and may cool the gas down to the cosmic microwave background (CMB) temperature. In this paper, we investigate the merging of mini-halos with masses of a few 10$^5$ M$_\odot$ and explore the feasibility of this scenario. We have performed three-dimensional cosmological hydrodynamics calculations with the ENZO code, solving the thermal and chemical evolution of the gas by employing the astrochemistry package KROME. Our results show that the HD abundance is increased by two orders of magnitude compared to the no-merging case and the halo cools down to $\sim$60 K triggering fragmentation. Based on Jeans estimates the expected stellar masses are about 10 M$_\odot$. Our findings show that the merging scenario is a potential pathway for the formation of low-mass stars.Comment: Submitted to MNRA

Formation of carbon-enhanced metal-poor stars in the presence of far ultraviolet radiation

Recent discoveries of carbon-enhanced metal-poor stars like SMSS J031300.36-670839.3 provide increasing observational insights into the formation conditions of the first second-generation stars in the Universe, reflecting the chemical conditions after the first supernova explosion. Here, we present the first cosmological simulations with a detailed chemical network including primordial species as well as C, C$^+$, O, O$^+$, Si, Si$^+$, and Si$^{2+}$ following the formation of carbon-enhanced metal poor stars. The presence of background UV flux delays the collapse from $z=21$ to $z=15$ and cool the gas down to the CMB temperature for a metallicity of Z/Z$_\odot$=10$^{-3}$. This can potentially lead to the formation of lower mass stars. Overall, we find that the metals have a stronger effect on the collapse than the radiation, yielding a comparable thermal structure for large variations in the radiative background. We further find that radiative backgrounds are not able to delay the collapse for Z/Z$_\odot$=10$^{-2}$ or a carbon abundance as in SMSS J031300.36-670839.3.Comment: submitted to ApJ

The formation of massive primordial stars in the presence of moderate UV backgrounds

Radiative feedback from populations II stars played a vital role in early structure formation. Particularly, photons below the Lyman limit can escape the star forming regions and produce a background ultraviolet (UV) flux which consequently may influence the pristine halos far away from the radiation sources. These photons can quench the formation of molecular hydrogen by photo-detachment of $\rm H^{-}$. In this study, we explore the impact of such UV radiation on fragmentation in massive primordial halos of a few times $\rm 10^{7}$~M${_\odot}$. To accomplish this goal, we perform high resolution cosmological simulations for two distinct halos and vary the strength of the impinging background UV field in units of $\rm J_{21}$. We further make use of sink particles to follow the evolution for 10,000 years after reaching the maximum refinement level. No vigorous fragmentation is observed in UV illuminated halos while the accretion rate changes according to the thermal properties. Our findings show that a few 100-10, 000 solar mass protostars are formed when halos are irradiated by $\rm J_{21}=10-500$ at $\rm z>10$ and suggest a strong relation between the strength of UV flux and mass of a protostar. This mode of star formation is quite different from minihalos, as higher accretion rates of about $\rm 0.01-0.1$ M$_{\odot}$/yr are observed by the end of our simulations. The resulting massive stars are the potential cradles for the formation of intermediate mass black holes at earlier cosmic times and contribute to the formation of a global X-ray background.Comment: Submitted to APJ, comments are welcome. High resolution copy is available at http://www.astro.physik.uni-goettingen.de/~mlatif/IMBHs_apj.pd

HEER: Hybrid Energy Efficient Reactive Protocol for Wireless Sensor Networks

Wireless Sensor Networks (WSNs) consist of numerous sensors which send sensed data to base station. Energy conservation is an important issue for sensor nodes as they have limited power.Many routing protocols have been proposed earlier for energy efficiency of both homogeneous and heterogeneous environments. We can prolong our stability and network lifetime by reducing our energy consumption. In this research paper, we propose a protocol designed for the characteristics of a reactive homogeneous WSNs, HEER (Hybrid Energy Efficient Reactive) protocol. In HEER, Cluster Head(CH) selection is based on the ratio of residual energy of node and average energy of network. Moreover, to conserve more energy, we introduce Hard Threshold (HT) and Soft Threshold (ST). Finally, simulations show that our protocol has not only prolonged the network lifetime but also significantly increased stability period.Comment: 2nd IEEE Saudi International Electronics, Communications and Photonics Conference (SIECPC 13), 2013, Riyadh, Saudi Arabi