39 research outputs found

    Pembuatan Dan Kualitas Karton Dari Campuran Pulp Tandan Kosong Kelapa Sawit Dan Limbah Padat Organik Industri Pulp

    Full text link
    Industri karton skala kecil yang menggunakan bahan baku limbah padat organik industri pulp/kertas (sludge) saat ini mengalami kesulitas kontinuitas pasokan bahan serat lain sebagai campuran limbah padat organik tersebut (khususnya pulp dan kertas bekas). Di lain hal, limbah industri pengolahan minyak kelapa sawit dalam bentuk tandan kosong kelapa sawit (TKKS) sebagai bahan serat berligno-selulosa berlimpah jumlahnya dan belum banyak dimanfaatkan, sehingga berindikasi pemanfaataannya sebagai bahan baku industri karton. Terkait dengan hal tersebut, TKKS sesudah dijadikan serpih, diolah menjadi pulp untuk karton menggunakan proses semi-kimia soda panas tertutup pada ketel pemasak skala semi-pilot hasil rekayasa hasil rekayasa Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan (P3KKPHH, Bogor). Rata-rata rendemen pulp TKKS yang diperoleh 60,17%. Lembaran karton dibentuk di industri karton skala kecil, dari campuran pulp TKKS 50% dan limbah padat organik industri kertas 50%; dan dari pulp TKKS 100%, masing-masing dengan penambahan bahan aditif (kaolin 5%, alum 2%, tapioka 4%, dan sizing darih rosin 2%). Sifat fisik dan kekuatan karton asal pulp TKKS 100% dan asal campurannya dengan limbah padat organik industri pulp (50 : 50%) lebih tinggi dari pada karton produksi industri rakyat (dari campuran kertas 50% kertas bekas dan 50% limbah padat organik industri kertas, tetapi tanpa aditif), dan memenuhi kriteria karton komersial. Di samping itu, terdapat kesan visual menarik pada permukaan karton dari campuran pulp TKKS dan limbah padat organik, mengakibatkan sesuai untuk kertas karton indah (kartu undangan, sampul buku, karton hiasan, dsb). Ini mengisyaratkan prospek penggunaan pulp TKKS yang dicampur dengan limbah padat organik industri pulp, sebagai bahan baku alternatif/pengganti campuran limbah padat organik pada industri karton rakyat yaitu kertas bekas

    Pembuatan Karton Skala Industri Kecil Dari Campuran Limbah Pembalakan Kayu Hutan Tanaman Industri Dan Sludge Industri Kertas

    Full text link
    Industri karton skala kecil yang dewasa ini menggunakan bahan baku campuran lumpur padat (sludge) dan kertas bekas mengalami kesulitan mendapatkan kertas bekas tersebut. Di lain hal, limbah pembalakan hutan tanaman industri berlimbah potensinya sehingga disarankan penggunaannya sebagai pengganti kertas bekas untuk campuran sludge tersebut. Terkait dengan hal tersebut, telah dilakukan percobaan pembuatan karton skala industri kecil menggunakan campuran pulp limbah pembalakan tersebut dan sludge industri kertas pada 2 proporsi yaitu 25% : 75% dan 100% : 0%. Pengolahan limbah pembalakan menjadi pulp dilakukan dalam ketel pemasak skala semi pilot dengan kondisi pulping semi-kimia soda pada konsentrasi alkali (NaOH) 14% dan 16%, perbandingan berat limbah dengan larutan pemasak 1:5,5, suhu maksimum pemasakan 120°C selama 3 jam pada tekanan 1,2-1,5 atmosfir. Hasil pulp pada konsentrasi 14% lebih sesuai sebagai campuran sludge ditinjau dari rendemen, konsumsi alkali dan bilangan Kappa. Pembentukan lembaran karton dari campuran tersebut dilakukan di industri karton rakyat (skala kecil), dengan menggunakan aditif yaitu kaolin 5%, tawas (alum sulfat) 2%, perekat tapioka 4% dan rosin soap 2%. Rendemen dan sifat fisik/kekuatan karton dari campuran pulp limbah pembalakan (25%) dan sludge (75%) berikut bahan aditif lebih rendah dari campuran dengan proporsi 100%:0% (ke dua proporsi tersebut menggunakan aditif). Akan tetapi sifat fisik/kekuatan karton dari campuran tersebut (25%:75%) masih lebih baik/tinggi dari pada sifat karton produksi industri rakyat yang menggunakan campuran kertas bekas (50%) dan sludge (50%) tanpa aditif dan banyak memenuhi persyaratan karton komersial. Dengan demikian pulp limbah pembalakan tersebut berprospek cerah sebagai campuran sludge dan sebagai bahan substitusi kertas bekas yang banyak digunakan industri karton rakyat

    Daya Tahan 25 Jenis Rotan Terhadap Rayap Tanah

    Full text link
    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan 25 jenis rotan terhadap serangan serangga rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) dengan menggunakan contoh uji berukuran panjang 2 cm dan diameter tergantung jenis rotannya. Pengujian berlangsung dalam jampot yang didalamnya terdapat 200 ekor rayap tanah kasta pekerja yang sehat dan aktif. Parameter yang diuji adalah persentase penurunan berat rotan dan persentase rayap yang yang hidup, yang kemudian melalui bantuan penelaahan statistik dipakai sebagai dasar penggolongan 25 jenis rotan tersebut menurut kelas ketahanannya. Disamping itu dilakukan pula pengamatan secara subyektif derajat serangan rayap terhadap rotan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada 25 jenis rotan yang diteliti, 7 jenis (28%) termasuk kelas ketahanan tinggi (kelas I dan II), sisanya yaitu 18 jenis (72%) termasuk kelas ketahanan rendah (kelas III, IV dan V). Dalam penggunaan rotan dengan kelas ketahanan rendah diperlukan proses pengawetan. Walaupun diamati secara subjektif, ternyata derajat serangan rayap berkorelasi positif dengan penurunan berat rotan (R = + 0,618**) dan jumlah rayap hidup (R = + 0,697**)

    Pembuatan Pulp Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit Untuk Karton Pada Skala USAha Kecil

    Full text link
    Industri karton skala kecil saat ini mengalami kesulitan kontinuitas pasokan bahan baku (khususnya pulp dan kertas bekas). Limbah pengolahan minyak kelapa sawit sebagai bahan serat berlignoselulosa jumlahnya berlimpah, dan sebegitu jauh belum banyak dimanfaatkan, sehingga berindikasi potensial sebagai bahan baku industri karton. Pembuatan pulp tandan kosong kelapa sawit (TKKS) untuk karton dilakukan dengan proses semi-kimia soda panas pada ketel pemasak, dengan kondisi pemasakan TKKS tetap, yaitu konsentrasi soda (NaOH) 10%, perbandingan berat TKKS dengan larutan pemasak 1:5,5, dan suhu maksimum 120C yang dipertahankan selama 2 jam. Ketel ini merupakan bagian peralatan pada pembuatan karton skala kecil. Rendemen pulp TKKS mencapai 60,17%. Lembaran karton dibentuk di industri rakyat dari pulp TKKS 100%, dan dari campurannya dengan kertas bekas dan sludge industri kertas (50%:25%:25%), masing-masing bahan serat tersebut diberi bahan aditif (kaolin 5%, alum 2%, dan perekat tapioka 4%). Rendemen dan sifat kekuatan karton dari campuran bahan serat (pulp TKKS, kertas bekas, dan sludge) sedikit di bawah sifat karton dari pulp TKKS 100%, tetapi masih lebih baik dari pada sifat karton buatan industri rakyat dari campuran kertas bekas - sludge (50%:50%, tanpa aditif); dan sebagian besar memenuhi persyaratan standar karton komersial, kecuali indeks tarik dan indeks sobek. Kekurangan tersebut diharapkan dapat diatasi dengan penggunaan bahan rosin-soap sizing dan lebih banyak perekat tapioka

    Pembuatan dan Kualitas Karton dari Campuran Pulp Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Sludge Industri Kertas

    Full text link
    Industri karton skala kecil saat ini mengalami kesulitan kontinuitas pasokan bahan baku (khususnya pulp dan kertas bekas). Limbah industri pengolahan minyak kelapa sawit dalam bentuk tandan kosong kelapa sawit (TKKS) sebagai bahan serat berligno selulosa berlimpah jumlahnya dan belum banyak dimanfaatkan, sehingga berindikasi pemanfaatannya sebagai bahan baku industri karton.TKKS sesudah dijadikan serpih, diolah menjadi pulp menggunakan proses semikimia soda panas tertutup pada ketel pemasak skala semi-pilot hasil rekayasa Pusat Litbang Hasil Hutan (Bogor) pada kondisi pemasakan: konsentrasi alkali (NaOH) 10%, nilai banding serpih TKKS dengan larutan pemasak 1:5.5, dan waktu pemasakan 2 jam pada suhu maksimum 120oC dan tekanan 1,2 - 1,5 atmosfir. Rata-rata rendemen pulp TKKS yang diperoleh 60,17%, bilangan kappa 38,17, dan konsumsi alkali9,81%. Lembaran karton dibentuk dari campuran pulp TKKS 50% dan sludge industri kertas 50%; dan dari pulp TKKS 100%, masing-masing dengan penambahan bahan aditif (kaolin 5%, alum 2%, tapioca 4%, dan rosin size 2%).Sifat fisik karton asal pulp TKKS 100% dan asal campurannya dengan sludge industri kertas (50%-50%) lebih tinggi dari pada karton produksi industri rakyat (dari campuran kertas bekas 50% dan sludge 50%, (tetapi tanpa bahan aditif). Hal ini mengisyaratkan prospek penggunaan pulp TKKS yang dicampur dengan sludge, sebagai bahan baku altermatif/pengganti pada industri karton yang menggunakan kertas bekas

    Energy Conversion From Woody Biomass Stuff: Possible Manufacture of Briquetted Charcoal From Sawmill-generated Sawdust

    Full text link
    There are three dominant kinds of wood industries in Indonesia which consume huge amount of wood materials as well as generate considerable amount of woody waste stuffs, i.e. sawmills, plywood, and pulp/paper. For the two latest industries, their wastes to great extent have been reutilized in the remanufacturing process, or burnt under controlled condition to supplement their energy needs in the corresponding factories, thereby greatly alleviating environmental negative impacts. However, wastes from sawmills (especially sawdust) still often pose a serious environmental threat, since they as of this occasion are merely dumped on sites, discarded to the stream, or merely burnt, hence inflicting dreadful stream as well as air pollutions. One way to remedy those inconveniences is by converting the sawdust into useful product, i.e. briquetted charcoal, as has been experimentally tried. The charcoal was at first prepared by carbonizing the sawdust wastes containing a mixture of the ones altogether from the sawing of seven particular Indonesia's wood species, and afterwards was shaped into the briquette employing various concentrations of starch binder at two levels (3.0 and 5.0 %) and also various hydraulic pressures (1.0, 2.5, and 5.0 kg/cm2). Further, the effect of those variations was examined on the yield and qualities of the resulting briquetted charcoal.The results revealed that the most satisfactory yield and qualities of the briquetted sawdustcharcoal were acquired at 3 % starch binder concentration with 5.0 kg/cm2 hydraulic pressure. As such, the briquette qualities were as follows: density at 0.60 gram/cm3, tensile strength 15.27 kg/cm2, moisture content 2.58 %, volatile matter 23.35 %, ash content 4.10 %, fixed carbon 72.55 %, and calorific value 5,426 cal/gram. Those qualities revealed that the experimented briquetted sawdust charcoal could be conveniently used as biomass-derived fuel

    Production of Mangium (Acacia Mangium) Wood Vinegar and Its Utilization

    Full text link
    Production of wood vinegar from mangium (Acacia mangium) wood bolts/pieces with their diameter of 3 17 cm, length of 30 67 cm, moisture content of 84.4%, and specific gravity of 0.52 conducted in a dome-shaped kiln with 1.2 m'-capacity afforded a yield of 40.3%. The mangium wood vinegar was produced through condensation (cooling) of smoke/gas fractions released during the charcoaling (carbonization) process of mangium wood. The process could be regarded as an integrated production of wood vinegar and charcoal. The yield of wood vinegar combined with the resulting charcoal was 73.9% based on the dry weight of inputed mangium wood. Results of chromatography analysis on mangium wood vinegar as conducted in Japan revealed its organic acid content at 73.9 ppm, phenol content 8.09 ppm, methanol 3.34 ppm, acidity degree 4.91 ppm, and pH 3.89. Similar analysis on the mangium wood vinegar was conducted in Indonesia's laboratories, and the results were comparable with those of Japan. Results of inhibition testings on particular microorganisms (i.e. Pseudomonas aerogjnosa, Stafi/ococms attreus, and Candidi albicans fimgz) indicated that the mangium wood vinegar could inflict antirnicrobe action on those microorganism with its effectiveness somewhat below that of liquid betel soap which could be purchased from drugstores. The experimental use of mangium wood vinegar at 3-5% concentration on ginger (Zingiber officinale var. white ginger) plants revealed significantly positive growth responses/ characteristics with respect to their height, leaf length, and sprout/ shoot development, in comparison with the untreated ginger plants (control). Such responses/characteristics were not significantly different from those using atonik's growth hormone. Likewise, the preliminary use of mangium wood vinegar at 2-percent concentration on teak (Teaonagrandis)plants, end stacks of Sborea Ieprosula and Swietenia mahagoni plants, and rice plants haveinflicted their favorable growth responses/ characteristics as well

    Characteristics of Laminated Wood of Logging Waste of Three Natural Forest Wood Species

    Full text link
    This research is aimed to assess the characteristics of 3-ply laminated wood assembly incorporating wood waste belonged to three species i.e. bengkal (Nauclea sp.), pisang-pisang (Alponsea teysmanii Boerl), and jambu-jambu (Eugenia spp.). The waste was procured from logged natural forests. The used adhesive was tannin-resorcinol formaldehyde. The lamination experiment was replicated three times. The assessed characteristics were moisture content, density, formaldehyde emission, bonding strength, wood defect, and static bending strength.The resulting 3-ply laminated wood assembly (beam) has a moisture content at 4.00 - 13.90%, density 0.30 - 0.68 gram per cm3, and formaldehyde emission 0.323 - 3.199 mg per liter that tended to increase with the decrease in density of the laminated wood. The bonding strength of the laminated wood ranges varied from 47.14 to 107.52 kg per cm2 (dry testing) and 40.76 - 79.57 kg per cm2 (wet testing). Likewise, wood defect was about 80 - 100% (dry test) and 20 - 80% (wet test). Static bending strength varied from 455.62 - 843.36 kg per cm2 (for MOE) and from 35,985.49 to 104,332.63 kg per cm2 (for MOR). Based on these data, the three wood waste species afforded good bending strength and they were suitable for reconstituting material for exterior-type laminated wood beam

    Penyempurnaan Sifat Papan Serat Kerapatan Sedang Dari Pelepah Nipah Dan Campurannya Dengan Sabut Kelapa

    Full text link
    Dewasa ini, potensi bahan serat konvensional (khususnya kayu) untuk pembuatan papan serat berkerapatan sedang (MDF) semakin terbatas dan langka. Penggunaan bahan serat alternatif yang tersedia berlimpah dan belum banyak dimanfaatkan, yaitu pelepah nipah dan sabut kelapa, telah dicoba untuk MDF, menggunakan perekat urea formaldehida (UF). Akan tetapi, sifat produk MDF sebagian besar tidak memenuhi persyaratan JIS dan ISO. Sebagai kaitannya, percobaan perbaikan sifat MDF dilakukan dengan tetap menggunakan ke dua macam bahan serat tersebut. Mula-mula masing-masing bahan serat diperiksa sifat dasarnya yaitu berat jenis, komposisi kimia, dan dimensi serat dan nilai turunannya. Pengolahan pulp untuk MDF menerapkan proses semi-kimia soda panas terbuka (bertekanan atmosfir) pada 2 taraf konsentrasi alkali (8% dan 12%). Pulp yang dihasilkan kemudian ditambahkan bahan aditif berupa alum 5%, bahan perekat tanin formaldehida (TF) baik dikombinasikan dengan arang aktif 5% atau tidak; dan selanjutnya dibentuk menjadi lembaran MDF dengan cara basah. MDF tersebut lalu diperiksa sifat fisis-mekanis dan emisi formaldehida. Hasil pencermatan sifat fisis-mekanis mengindikasikan bahwa serat pelepah nipah lebih prospektif untuk MDF dibandingkan sabut kelapa. Arang aktif berakibat penurunan sifat kekuatan/mekanis MDF dan emisi formaldehida, tetapi memperbaiki kestabilan dimensinya. Sifat MDF dari pelepah nipah 100% paling banyak mendekati persyaratan (JIS dan ISO). Meskipun demikian, sabut kelapa diharapkan bisa prospektif untuk MDF dengan mencampurnya bentuk pulp) dengan pulp pelepah nipah pada proporsi (b/b) 25%+75% dan 50%+50%. MDF yang menggunakan perekat TF memiliki sifat lebih baik dibandingkan MDF percobaan sebelumnya (menggunakan perekat UF), antara lain kekuatan lebih tinggi, emisi formaldehida lebih rendah, dan lebih banyak memenuhi persyaratan JIS dan ISO
    corecore