2 research outputs found

    Deteksi Cepat Residu Tetrasiklin melalui STARTEC (Smart Tetracycline Residual Kit Detection)

    Get PDF
    Residu antibiotik pada daging masih menjadi problem khusus pada kualitas daging yang beredar di Indonesia saat ini. Salah satu antibiotik yang sering dijumpai adalah tetrasiklin. Sehingga, konsumen harus cermat untuk mengetahui apakah dalam daging ayam masih mengandung residu tetrasiklin atau tidak. Oleh karena itu, perlu adanya inovasi untuk membantu deteksi cepat adanya residu tetrasikli, pada daging. Penelitian ini bertujuan untuk membuat inovasi deteksi tetrasiklin dengan cepat melalui STARTEC (Smart Tetracycline Residual Kit Detection). Cara kerja kit deteksi ini sangat praktis yaitu dengan mereaksikan daging ayam yang telah ditumbuk dengan asam sulfat kemudian diamati perubahan warna yang terjadi dengan trayek warna indikator yang telah diatur sesuai konsentrasi tetrasiklin yang terkandung dalam daging. Namun sebelum direaksikan dengan asam sulfat, sampel daging direaksikan dengan EDTA untuk mendenaturasi protein yang terikat pada tetrasiklin. STARTEC dapat dioperasikan dengan mudah, cepat, dan aman untuk mendeteksi residu tetrasiklin pada daging broiler

    Terapi Vco (Virgin Coconut Oil) Hasil Pengasaman Jeruk Nipis Untuk Hewan Model Luka Insisi Nosokomial Berdasarkan Kadar Tnfdan Jumlah Sel Radang Pada Kulit Mencit

    Get PDF
    Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan hasil pengolahan kelapa yang mengandung asam laurat dan berfungsi sebagai antibakteri, mempercepat proliferasi fibroblas dan antiinflamasi. VCO berpotensi sebagai alternatif penanganan infeksi luka nosokomial akibat Staphylococcus aureus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui VCO sebagai terapi hewan model luka insisi nosokomial terhadap penurunan kadar TNF-α dan jumlah sel radang. Rancangan penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan post control only. Penelitian menggunakan mencit (Mus musculus) BALB/c jantan berat 30g berumur 8 minggu. Mencit diinsisi dan dilakukan penjahitan menggunakan benang silk 4/0 yang dikontaminasi S. aureus. Hewan coba dibagi dalam kelompok kontrol negatif (dijahit dan tidak diinfeksi S. aureus )¸ kelompok kontrol positif (dijahit dan diinfeksi S. aureus), dan kelompok yang diinsisi, diinfeksi S. aureus dan diterapi VCO, terapi 1x sehari (P1), terapi 2x sehari (P2), dan terapi 3x sehari (P3). Pemberian VCO dilakukan selama 7 hari secara topikal. Kulit mencit diambil untuk histopatologi pewarnaan Hematoxyline-Eosin (HE) dan untuk uji flow cytometer mengetahui kadar TNF-α. Perhitungan sel radang dilakukan dari 5 lapang pandang tiap sampel yang di rata-rata. Data dianalisis menggunakan uji one way ANOVA dan uji lanjutan BNJ (Beda Nyata Jujur) dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05). Hasil menunjukkan kelompok P1 (terapi VCO 1x sehari) mampu menurunkan kadar relatif TNF-α (48,82%) dan jumlah sel radang (56,25%) pada kulit hewan model luka insisi nosokomial. Kesimpulan pada penelitian ini yaitu VCO dapat digunakan sebagai alternatif terapi luka insisi nosokomial
    corecore