27 research outputs found

    Turnitin 3 Jurnal Dr. Kurniawan

    Get PDF

    Turnitin 1 Jurnal Dr.Ridho Kurniawan

    Get PDF

    Turnitin 5 Dr. Ridho Kurniawan

    Get PDF

    Turnitin 1 Jurnal Dr.Ridho Kurniawan Rusli

    Get PDF

    Turnitin 3 Jurnal Dr.Ridho Kurniawan Rusli

    Get PDF

    Turnitin 2 Jurnal Dr. Ridho Kurniawan

    Get PDF

    TUrnitin 4 Jurnal Dr. Ridho Kurniawan

    Get PDF

    Turnitin 4 Jurnal Dr.Ridho Kurniawan Rusli

    Get PDF

    Laporan Penelitian: KARAKTERISTIK FISIK PELLET UNGGAS TERHADAP SUBSTITUSI BIJI JAGUNG DENGAN BIJI SORGUM MANIS (Sorghum bicolor L. Moench)

    Get PDF
    Pemanfaatan biji sorgum sebagai pakan unggas terkendala akibat keberadaan tanin yang terdapat pada kulit biji sehingga penggunaannya dalam ransum menjadi terbatas. Di Indonesia pemuliaan varietas sorgum telah banyak dilakukan dengan teknik irradiasi, yang menghasilkan kultivar dan galur baru. Sorgum mutan Brown Midrib (BMR) merupakan hasil mutasi dengan iradiasi sinar gamma sehingga warna pelepah dan tulang daun menjadi merah kecokelatan dengan kandungan tannin pada biji yang rendah, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pakan unggas. Produksi pakan unggas dibanyak negara umumnya dalam bentuk butiran maupun pellet. Bahan baku pakan mempunyai pengaruh yang sangat nyata terhadap kualitas pellet. Kandungan perekat (binder) alami (seperti pati), protein, serat, mineral dan lemak dari bahan baku akan mempengaruhi kualitas pellet. Proses pemanasan menyebabkan pati tergelatinisasi sehingga membentuk sturktur gel yang akan merekatkan pakan, menjadi kompak dan tidak mudah hancur. Bahan dari bijian atau sereal diketahui mempunyai kandungan pati yang tinggi dan mengandung perekat alami yang membentuk ikatan fisik - kimia selama proses menghasilkan pellet yang berkualitas lebih baik. Namun pakan unggas yang banyak menggunakan sorgum mempunyai daya rekat yang rendah, karena sorgum tidak memiliki kandungan gluten. Gluten berperan sebagai perekat yang membantu menjaga bahan tetap menempel dan menjaga bentuk tetap kompak. Dalam pembuatan pellet, perekat berfungsi mengikat komponen-komponen pakan dalam bentuk pelet sehingga strukturnya tetap kompak. Oleh sebab itu perlu diketahui sejauh mana biji sorgum dapat menggantikan jagung dalam menghasilkan pelet dengan kualitas baik. Kualitas pellet dapat ditentukan secara kimia dan fisik. Kualitas kimia terkait dengan kandungan nutrisi. Kualitas fisik terkait dengan durabilitas, yaitu ketahanan fisik dari pakan pellet menghadapi proses penanganan dan transportasi sehingga dihasilkan tepung maupun patahan pellet dalam jumlah minimum. Durabilitas diukur dengan nilai persentase pellet ataupun tepung dalam pakan jadi disingkat sebagai PDI ("pellet durability index"). PDI menggambarkan persentase berat pellet yang tetap utuh setelah melewati alat uji standar (KSU tumbling cane, Holman tester, Kahl tester). Penelitian ini dilaksanakan secara eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 5 perlakuan dan 4 ulangan. Penelitian terdiri dari: R1 = ransum dengan 100% jagung + 0% sorgum, R2 = ransum dengan 75% jagung + 25% Sorgum R3 = ransum dengan 50% jagung + 50% Sorgum, R4= ransum dengan 25% jagung + 75% Sorgum dan R5= ransum dengan 0% jagung + 100% Sorgum. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji kontras DMRT (Steel dan Torie, 1993). Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah : sudut tumpukan, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, PDI, dan laju alir pelet. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa rataan pellet hasil penelitian dari nilai terendah ke tertinggi yaitu berat jenis berkisar antara 0,3551 (R3) - 0,3587 (R1), kerapatan tumpukan 0.4901 (R3) - 0.5190 (R5), kerapatan pemadatan tumpukan 0.5504 (R3) - 0.5867 (R2), ketahanan benturan 96.0902 (R3) - 98.5307 (R2), dan kadar air 10.610 (R1) - 13.9729 (R4). Pelet penelitian termasuk kategori pelet yang baik karena memenuhi persyaratan mutu kualitas pelet yaitu kadar air kurang dari 14% dan ketahanan benturan lebih dari 80%

    TEKNOLOGI PEMBUATAN RANSUM DAN INTRODUKSI AYAM KUB BAGI MASYARAKAT DI KELURAHAN KOTO LUA KECAMATAN PAUH KOTA PADANG

    Get PDF
    Balitbangtan Superior Kampung Chicken (KUB) is a superior native chicken due to selection from native chicken families for six generations conducted by the Indonesian Agency for Agricultural Research and Development. KUB chickens have faster growth compared to ordinary native chickens. This training program was conducted for the Koto Lua community, Pauh District, Padang City, West Sumatra. This activity aims to help the community by conducting training on making poultry rations using conventional feed ingredients. In addition, this activity also aims to introduce one of the potential local chickens producing meat and eggs, namely: KUB chicken. The methods used in this activity were counseling and discussion (conventional feed and KUB chickens), training (traditional preparation of ration), mentoring (KUB chicken rearing), and evaluation at the end of the activity. 100 KUB chickens are raised by the service team from 1-28 days (4 weeks); after that, the KUB chickens are given to 10 heads of families (10 chickens per head of family), provided they have raised chickens and have a chicken coop. This activity results in the community gaining knowledge about feed ingredients that can be used as poultry rations. Community-rearing chickens until 16 weeks of age achieve an average body weight of 1000–150 g/head. The conclusion from this activity is that the community is skilled in making rations and raising KUB chickens, with a survival rate of around 90%
    corecore