6 research outputs found

    ASPEK JURIDIS SECONDARY MORTGAGE FACILITY DALAM PEMBIAYAAN PERUMAHAN INDONESIA

    Get PDF
    Krisis ekonomi membawa dampak yang sangat berat bagi sektor perumahan (property). Pembiayaan sektor perumahan saat ini masih bergantung pada sumber pembiayaan jangka pendek, sehingga mengakibatkan tingginya tingkat bunga pasar KPR yang akhimya berpengaruh teIbadap tingkat kemampuan masyarakat untuk membeli rumah yang layak dan teIjangkau. Sedangkan bagi bank dengan kondisinya yang rentan saat ini, pembiayaan jangka pendek menimbulkan mismatch yang pada akbimya membuat likuiditas bank semakin terpuruk Guna mengatasi problematika tersebut, saat ini dalam praktek telah dikembangkan suatu lembaga pembiayaan bam yang diadopsi dari Common Law System, yaitu Secondary Mortgage Facility (SMF). Secondary Mortgage Facility (SMF) mempertemukan dua kepentingan, yakni disatu sisi perbankan membutuhkan cash flow hempa dana jangka panjang untuk membiayai KPR, tetapi dana yang tersedia umumnya dana jangka pendek. Oi lain pihak investor (perusahaan asuransi dan dana pensiun) mempunyai dana jangka panjang yang hanya ditempatkan pada instrumen investasi yang berjangka pendek. Di Malaysia, fasilitas ini telah dikenal lebih kurang 20 tahun yang laIu dan berhasil menciptakan suku bunga KPR antara 9 - 10 % per tahun. Dengan kehadiran lembaga SMF ini memudahkan pihak perbankan untuk membiayai sektor property. Pemerintah melihat kondisi yang ada, menyikapi lembaga SMF ini melalui penerbitan SK Menken RI No. 1321KMK.014/1998 Tanggal 27 Februari 1998 Tentang Perusahaan Fasilitas Pembiayaan Sekunder Perumahan. Menurut Pasal 1 SK Menkeu RI No. 132/KMK.014/1998 ini yang dimaksud dengan Fasilitas Pembiayaan Sekunder Perumahan (sebagai teIjem.ahan Secondary Mortgage Fasility- SMF) adalah "Pinjaman jangka menengah atan jangka panjang kepada bank yang memberikan KPR dengan jaminan berupa tagihan atas KPR tersebut dan Hak Tanggungan atas nunah dan atas tanah". Sedangkan Perusahaan Fasilitas Pembiayaan Sekunder Perumahan -PFPSP( sebagai terjemahan dari Special Pu1pOse Company -SPC) adalah "Lembaga keuangan yang melakukan usaha di bidang pembiayaan sekunder perllmahan"

    Hukum Merek (Trademark Law) dalam Era Global dan Integrasi Ekonomi

    No full text
    xx, 410 hlm.; 15x23c

    PERLINDUNGAN HUKUM INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM RANGKA PERJANJIAN PERWALIAMANATAN BANK DI PASAR MODAL

    Get PDF
    Krisis ekonomi bermula dari terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dollar yang semula Rp. 2.400,00 per US 1sempatmenjadiRp.15.000,00perUS 1 sempat menjadi Rp. 15.000,00 per US 1. Krisis ekonomi membawa akses dalam aktivitas pasar modal yang dianggap sebagai "emerging market" di Indonesia. Saat itu, akibat krisis ekonomi sedikitnya 70 % perusahaan di Bursa Efek Jakarta diambang kebangkrutan (Harian Bisnis Indonesia 22 September, 1998 : 4). Satu tahun kemudian tak kurang 124 perusahaan yang sudah tercatat (listed) di bursa, dihapus dari pencatatan (delisting) baik dari Bursa Efek Jakarta maupun Bursa Efek Surabaya (SCFM 15 Juli 1999). Kepailitan dan "delisting" membawa konsekuensi yang kompleks, utamanya jika mengingat kepentingan berbagai pihak yang ingin dilindungi. Namun demikian isu kepailitan dan "delisting" perusahaan publik akan membawa dampak langsung bagi investor pemegang obligasi. Dalam arti "Apakah investor pemegang obligasi dapat menagih piutangnya berikut interest dan hak-hak dan yang melekat pada obligasi, meski obligasi terse but belum jatuh tempo? Dalam kaitan ini, nampak bahwa resiko capital lost bagi investor pemegang obligasi sangat beaar, lebih-lebih bila dicermati bahwa sejak awal investor pemegang obligasi telah diikat dengan Perjanjian Perwaliamanatan yang dibuat oleh Emiten dengan lembaga \Valiamanat tanpa melibatkan investor pemegang obligasi yang bersangkutan

    ASPEK JURIDIS PERJANJIAN KREDIT SINDIKASI

    Get PDF
    Mcnyongsong tahap tinggal landas dalam Pernbangunan Nasional di Indonesia, tcrlihat bahwa penekanan pada pemerataan yang diiringi dengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi menjadi paradigma yang mengkcdepan dalam proses pernbangunan karena pertumbuhan ekonomi menjadi ukuran keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Dalam rangka pcrnbangunan nasional ini, peran sektor swasta baik yang berskala bcsar, menengah ataupun kecil terns clipacu untuk lebih menggiatkan aktivitasnya. Aktivitas kegiatan perusahaan tersebut tentunya rnernbutuhkan modal baik untuk pendirian lIlaupun dalam rangka perluasan usahanya. Penggalian dana oleh perusahaan dapat melalui berbagai cara, di antaranya dengan menjual saham dan obligasi di pasar modal atau dengan mengajukan perrnohonan kredit melalui lembaga kcuangan bank atau lembaga pernbiayaan lainnya. Penggalian dana melalui perbankan banyak diminati olch perusahaan. Namun bila jumlah dana yang dibutuhkan sangat besar, hal ini merupakan kendala terscndiri bagi perbankan, terlebih dcugan adanya ketentuan Batas Maksimum Penibcrian Kredit (8M PK) yang diatur dnlam UU No. 711 992 tcntang Perbankan. BMPK membatasi krcdit yang diberikan oleh pemimjam atau sekelompok pemimjam yang terkait tidak boleh melebihi dari 30 % modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Dengan adanya ketentuan BMPK keinampuan suatu bank untuk menyalurkan kredit kepada suatu perusahaan atau group menjadi terbatas, sehingga bank-bank berpaling kepada Iernbaga kredit sindikasi. Hal ini sesuai pernyataan Remi Syahdeini bahwa (Info Bank, No. 170 Pebruari 1994: 12) Penyelesaian masalah pelanggaran pernenuhan BMPK melalui asuransi selain bclum Iancar, sifatnya hanya temperer. untuk itu penyelesaiau yang lebih mendasar seperti pernberian kredit dengan sinclikasi bankhank pcrlu dikcmbangkan

    PENERAPAN PRINSIP KEHATI HATIAN DAN KESEHATAN BANK DALAM UU NO. 10 TAHUN 1998 TENTANG PERBANKAN

    Get PDF
    Pada prinsipnva bank merupakan badan usaha yang memlilki karakteristik khusus dibandingkan dengan badan usaha pada umumnva. Sebagai lembaga keuangan yang berfungsi menghimpun dana dari masyarakat dan kemudian menyalurkannya pada masyarakat yang membutuhkan dana. Bank berkewajiban untuk lebih mengutamakan kepentinqan nasabah penyimpan dana serta memelihara kepercaaaan yang telah diberikan oleh masyarakat
    corecore