15 research outputs found

    Analisis faktor yang berhubungan dengan resiliensi keluarga remaja gangguan jiwa berat di Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang.

    Get PDF
    Gangguan jiwa berat merupakan kondisi yang dapat menyebabkan kesakitan, kecacatan bahkan kematian dini. Gangguan jiwa berat dengan onset dini yang terjadi pada usia remaja akan memberikan prognosis yang buruk. Hal ini karena gangguan jiwa berat yang timbul ketika kepribadian remaja sedang berkembang sehingga merusak fungsi kognitif, afektif dan sosial remaja. Gangguan jiwa berat yang dialami remaja berdampak negatif pada remaja itu sendiri juga pada keluarga dari remaja tersebut. Berbagai stressor yang muncul akibat adanya anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa berat dapat membuat distres psikologis yang akhirnya mempengaruhi kondisi kesehatan keluarga dan proses penyembuhan remaja. Keluarga harus memiliki resiliensi yang kuat untuk mampu bertahan dan bangkit untuk mengatasi segala stresor yang dapat memicu distress psikologis keluarga selama merawat remaja dengan gangguan jiwa berat. Teori “Resilience” menurut Haase & Peterson menjelaskan bahwa resiliensi keluarga dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu faktor individu, faktor keluarga dan faktor sosial. Faktor individu yaitu koping dan efikasi diri, faktor keluarga yaitu kelekatan emosional dan pelaksanaan komunikasi keluarga, faktor sosial yaitu dukungan sosial dan stigma. Resiliensi keluarga penting dimiliki oleh keluarga remaja gangguan jiwa berat agar menjaga stabilitas kesehatan keluarga juga membantu perbaikan kondisi remaja. Data kunjungan remaja di Poliklinik Psikiatri Remaja Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang pada tahun 2018 didapatkan jumlah rata-rata kunjungan perbulan adalah 60 orang. Tujuan dari penelitian ini yaitu menganalisis faktor yang berhubungan dengan resiliensi keluarga remaja gangguan jiwa berat di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan desain penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga yang memiliki remaja (usia 10-18 tahun dan belum menikah) dengan gangguan jiwa berat yang berkunjung ke poliklinik psikiatri remaja Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang. Sampel berjumlah 60 orang yang dipilih dengan teknik purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Kuesioner tersebut yaitu Assessment of caregiver coping, Revised scale for caregiving self efficacy, Family adaptability and cohesion scale (FACES) IV, Family communication scale, Multidimensional scale of perceived social support, Affiliate stigma scale, Walsh family resilience questionnaire. Data yang dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisa dengan analisa univariat, analisa bivariat menggunakan uji korelasi pearson dan analisa multivariat menggunakan uji regresi linear ganda. Hasil penelitian untuk data demografi responden didapatkan sebagian besar (53%) responden adalah perempuan, rata-rata responden memiliki usia 46 tahun. Hubungan responden dengan remaja memiliki frekuensi yang sama antara Ayah dan Ibu yaitu 36,7%. Demikian juga pada pendidikan terakhir diperoleh frekuensi yang sama antara SD dan SMA yaitu 38,3%. Sebagian besar (56,7%) responden bekerja. Rata-rata lama merawat remaja adalah 2 tahun. Fasilitas pelayanan kesehatan yang sering dimanfaatkan responden terbanyak adalah Rumah Sakit dengan presentase 60%. Untuk data demografi remaja dengan gangguan jiwa berat didapatkan sebagian besar (66,7%) remaja dengan gangguan jiwa berat adalah laki-laki, rata-rata usia 16 tahun dan rata-rata lama menderita gangguan jiwa berat selama 2 tahun.Hasil analisa bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara variabel independen (koping, efikasi diri, kelekatan emosional, pelaksanaan komunikasi keluarga, dukungan sosial, stigma) dengan variabel dependen (resiliensi keluarga). Hasil analisa multivariat menunjukkan bahwa faktor yang paling berhubungan dengan resiliensi keluarga adalah efikasi diri. Model multivariat yang terakhir dihasilkan dengan metode backward adalah model yang terdiri dari efikasi diri, kelekatan emosional dan pelaksanaan komunikasi keluarga sehingga persamaan regresi yang diperoleh yaitu Resiliensi keluarga = 32,219+0,391 efikasi diri+0,267 kelekatan emosional+0,278 pelaksanaan komunikasi keluarga. Persamaan regresi ini juga telah melalui uji asumsi untuk menentukan kualitas persamaan dan didapatkan hasil bahwa asumsi eksistensi, independensi, linearitas, normalitas, homoskedisitas dan tidak ada multikolinearitas terpenuhi. Kesimpulan yang didapat yaitu koping, efikasi diri, kelekatan emosional, pelaksanaan komunikasi keluarga, dukungan sosial dan stigma berhubungan dengan resiliensi keluarga. Efikasi diri menjadi faktor yang paling berhubungan dengan resiliensi keluarga remaja gangguan jiwa berat. Disarankan bagi keluarga yang memiliki remaja gangguan jiwa berat agar dapat memanfaatkan semua sumber yang ada untuk menguatkan resiliensi ketika menghadapi situasi krisis. Sumber daya tersebut terutama efikasi diri, kelekatan emosional dan pelaksanaan komunikasi keluarga. Hasil penelitian ini juga menjadi masukan bagi perawat agar dapat memberikan psikoedukasi dalam asuhan keperawatan dan penyuluhan kesehatan tentang resiliensi dan faktor-faktornya bagi keluarga yang memiliki remaja dengan gangguan jiwa berat

    Kesesuaian Kategori Wells Score Dengan Gambaran Ultrasonografi Dalam Menentukan Adanya Deep Vein Thrombosis (Studi Klinis Pada Pasien Preoperasi Daerah Sendi Lutut Atau Panggul Di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang)

    No full text
    Deep vein thrombosis (DVT) menyebabkan komplikasi emboli paru yg merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak akibat penyakit kardiovaskuler. Deteksi dini DVT dengan pemeriksaan fisik, tes Wells score, D-dimer dan ultrasonografi. Insiden DVT pada pasien pre-operasi daerah lutut atau panggul sebesar 2.6- 17.3% yang menyebabkan komplikasi fatal pada pre maupun peri-operasi. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi kesesuaian kategori Wells score dengan gambaran ultrasonografi dalam menentukan adanya deep vein thrombosis pada pasien pre-operasi daerah sendi lutut atau panggul di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang. Penelitian observasional analitik dengan metode pengambilan data secara cross sectional yang dilakukan di RSUD dr. Saiful Anwar Malang pada Mei 2020 hingga Januari 2021. Penelitian ini melibatkan 29 pasien yang terdiri atas 13 laki-laki dan 16 perempuan. Mayoritas pasien (27 orang) memiliki kategori Wells score unlikely yang sesuai hasil ultrasonografi bukan DVT. Terdapat 1 pasien yang memiliki kategori Wells score likely namun dari ultrasonografi bukan DVT. Sedangkan 1 pasien kategori Wells score unlikely namun hasil ultrasonografi DVT. Tidak didapatkan perbedaan kategori Wells score dengan hasil ultrasonografi dengan nilai p=1.000. Dari penelitian ini didapatkan kesesuaian kategori Wells score dengan hasil ultrasonografi pada pasien yang bukan DVT. Selain itu, ditemukan juga bahwa epidemiologi, status gizi, riwayat penyakit, riwayat operasi dan hasil laboratorium D-dimer berpengaruh terhadap terjadinya DVT. Ultrasonografi mempunyai peranan penting untuk deteksi DVT pada pasien resiko tingg

    Pengaruh Paparan Radiasi Terhadap Munculnya Nodul Tiroid pada Pekerja Radiasi Rumah Sakit (Studi Kasus di Malang Raya)

    No full text
    Nodul tiroid merupakan benjolan padat atau berisi air yang timbul dalam kelenjar tiroid diakibatkan suatu efek stokastik pada paparan radiasi yang dimiliki oleh pekerja radiasi yang dipengaruhi baik oleh usia, jenis kelamin, maupun lama paparan. Pemeriksaan pada pembesaran kelenjar tiroid ini dilakukan melalui proses anamnesis serta pemeriksaan fisik oleh pemeriksa terhadap pekerja radiasi. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara paparan radiasi terhadap munculnya nodul tiroid pada pekerja radiasi RS Malang Raya yang ditinjau dari usia, jenis kelamin, serta lama paparan. Analisis data diukur menggunakan Korelasi Rank Spearman (Spearman Rho). Hasil penelitian meliputi tidak adanya hasil yang signifikan baik pada usia, jenis kelamin, maupun lama paparan terhadap munculnya nodul tiroid. Maka dari itu, peneliti lebih menekankan pentingnya metode diagnostik yang lengkap pada pemeriksaan nodul tiroid berupa anamnesis, pemeriksaan fisik baik dilakukan secara inspeksi, palpasi, auskultasi, maupun perkusi. Selain itu, bisa ditunjang pula dengan beberapa pemeriksaan penunjang lainnya berupa metode USG (Ultrasonografi Thyroid) dengan klasifikasi TIRADS, Thyroid scan maupun FNAB (Fine Needle Aspirasi Biopsi). Diharapkan hal ini akan memudahkan proses analisis serta hasil yang didapatkan bisa lebih signifikan

    Hubungan Profil Lipid Dengan Densitas Parenkim Payudara Dari Pemeriksaan Mamografi

    No full text
    Kanker payudara merupakan kasus kanker yang memiliki angka insidensi tertinggi serta angka kematian di Dunia dan di Indonesia. Kematian akibat kanker payudara dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah prognosis buruk akibat kanker yang tidak terdeteksi lebih dini. Salah satu metode deteksi dini adalah mamografi. Mamografi adalah metode pemeriksaan untuk menemukan sel kanker dan menilai densitas payudara yang merupakan faktor resiko dari kanker payudara. Hasil pelaporan tipe densitas payudara menggunakan grading BI-RADS yang membagi menjadi 4 kategori. Densitas payudara dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah profil lipid (Trigliserida, Kolesterol Total, LDL, dan HDL). Namun, penelitian yang membahas tentang hubungan profil lipid dan densitas payudara masih terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan profil lipid dengan densitas parenkim payudara dari pemeriksaan mamografi. penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan desain studi cross-sectional. sampel yang digunakan adalah Ibu- Ibu anggota Dharma Wanita Universitas Brawijaya dan anggota perempuan Perhimpunan Radiografer Indonesia di Malang yang melakukan pemeriksaan mamografi dan pemeriksaan laboratorium di Rumah Sakit Saiful Anwar pada bulan Oktober 2021-Januari 2022. Data yang diperoleh akan diolah menggunakan program Software Statistical Product and Service Solution (SPSS) 26 dan dianalisa uji beda menggunakan uji non-parametrik chi-square test. Hasil penelitian setiap komponen profil lipid menunjukkan p-value = 0,993, 0,448, 0,808, 0,505, untuk trigliserida, kolesterol total, LDL, HDL secara berurutan, p-value < 0,05. Dapat disimpulkan bahwa profil lipid tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan densitas parenkim payudar

    Hubungan Profil Lipid Dengan Densitas Parenkim Payudara Dari Pemeriksaan Mamografi

    No full text
    Kanker payudara merupakan kasus kanker yang memiliki angka insidensi tertinggi serta angka kematian di Dunia dan di Indonesia. Kematian akibat kanker payudara dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah prognosis buruk akibat kanker yang tidak terdeteksi lebih dini. Salah satu metode deteksi dini adalah mamografi. Mamografi adalah metode pemeriksaan untuk menemukan sel kanker dan menilai densitas payudara yang merupakan faktor resiko dari kanker payudara. Hasil pelaporan tipe densitas payudara menggunakan grading BI-RADS yang membagi menjadi 4 kategori. Densitas payudara dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah profil lipid (Trigliserida, Kolesterol Total, LDL, dan HDL). Namun, penelitian yang membahas tentang hubungan profil lipid dan densitas payudara masih terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan profil lipid dengan densitas parenkim payudara dari pemeriksaan mamografi. penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan desain studi cross-sectional. sampel yang digunakan adalah Ibu- Ibu anggota Dharma Wanita Universitas Brawijaya dan anggota perempuan Perhimpunan Radiografer Indonesia di Malang yang melakukan pemeriksaan mamografi dan pemeriksaan laboratorium di Rumah Sakit Saiful Anwar pada bulan Oktober 2021-Januari 2022. Data yang diperoleh akan diolah menggunakan program Software Statistical Product and Service Solution (SPSS) 26 dan dianalisa uji beda menggunakan uji non-parametrik chi-square test. Hasil penelitian setiap komponen profil lipid menunjukkan p-value = 0,993, 0,448, 0,808, 0,505, untuk trigliserida, kolesterol total, LDL, HDL secara berurutan, p-value < 0,05. Dapat disimpulkan bahwa profil lipid tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan densitas parenkim payudar

    Studi Ikatan Viscosin (Ekstrak Membran Pseudomonas fluorescens) Dengan PBP 2a Methicillin-Resistent Staphylococus aureus (MRSA) Melalui Pendekatan In Silico.

    No full text
    Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) merupakan strain patogen dari Staphylococcus aureus yang resisten terhadap methicillin. Mekanisme resistensi diperantarai oleh adanya faktor virulensi yang beragam, salah satunya penicillin binding protein (PBP2a) dan menjadi penyebab utama infeksi nosokomial terkait perawatan di rumah sakit. Angka kejadian MRSA di Amerika mencapai lebih dari 60% dan di Indonesia mencapai 45,3%. Pengobatan MRSA saat ini berpacu pada penggunaan antibiotik namun kebanyakan pasien dengan MRSA mengalami resistensi terhadap antibiotik sehingga diperlukan upaya pengembangan antibiotik. Tujuan dari penelitian ini untuk mengamati potensi Viscosin sebagai antibiotik dalam mengatasi infeksi MRSA. Pseudomonas fluorescens memiliki zat aktif berupa Viscosin yang mempunyai sifat antimikrobial. Selain itu Pseudomonas fluorescens banyak ditemukan di tanah, air, dan akar tanaman serta mudah berproliferasi sehingga berpotensi sebagai kandidat antibiotik terapi infeksi MRSA. Penelitian dilakukan menggunakan metode in silico. Metode in silico dilakukan secara komputasi menggunakan sekuen PBP2a dan Viscosin yang diperoleh dari database Uniprot dan Pubchem. Hasil metode in silico menunjukkan bahwa Viscosin mampu berikatan dengan sisi aktif protein PBP2a yaitu serin240A dan valin277A dengan kekuatan ikatan tertinggi -7.1 Kcal/mol dan terendah -6.2 Kcal/mol

    Hubungan Profil Lipid Dengan Densitas Parenkim Payudara Dari Pemeriksaan Mamografi

    No full text
    Kanker payudara merupakan kasus kanker yang memiliki angka insidensi tertinggi serta angka kematian di Dunia dan di Indonesia. Kematian akibat kanker payudara dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah prognosis buruk akibat kanker yang tidak terdeteksi lebih dini. Salah satu metode deteksi dini adalah mamografi. Mamografi adalah metode pemeriksaan untuk menemukan sel kanker dan menilai densitas payudara yang merupakan faktor resiko dari kanker payudara. Hasil pelaporan tipe densitas payudara menggunakan grading BI-RADS yang membagi menjadi 4 kategori. Densitas payudara dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah profil lipid (Trigliserida, Kolesterol Total, LDL, dan HDL). Namun, penelitian yang membahas tentang hubungan profil lipid dan densitas payudara masih terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan profil lipid dengan densitas parenkim payudara dari pemeriksaan mamografi. penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan desain studi cross-sectional. sampel yang digunakan adalah Ibu- Ibu anggota Dharma Wanita Universitas Brawijaya dan anggota perempuan Perhimpunan Radiografer Indonesia di Malang yang melakukan pemeriksaan mamografi dan pemeriksaan laboratorium di Rumah Sakit Saiful Anwar pada bulan Oktober 2021-Januari 2022. Data yang diperoleh akan diolah menggunakan program Software Statistical Product and Service Solution (SPSS) 26 dan dianalisa uji beda menggunakan uji non-parametrik chi-square test. Hasil penelitian setiap komponen profil lipid menunjukkan p-value = 0,993, 0,448, 0,808, 0,505, untuk trigliserida, kolesterol total, LDL, HDL secara berurutan, p-value < 0,05. Dapat disimpulkan bahwa profil lipid tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan densitas parenkim payudara

    Perbandingan Sudut dan Panjang Tuba Eustachius Penderita OMSK dengan Telinga Kontralateral Berdasarkan Computed Tomography Scan Temporal

    No full text
    Latar Belakang: Otitis media supuratif kronis (OMSK) saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang besar terutama di negara-negara berkembang. Disfungsi tuba Eustachius adalah salah satu faktor yang berpengaruh dalam terjadinya OMSK. Patogenesis terjadinya otitis media akut dan kronis diawali oleh tekanan negatif di telinga tengah. Salah satu teori terjadinya OMSK adalah teori continuum. Tuba Eustachius sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya OMSK, sudah terbukti dari berbagai penelitian yang membandingkan penderita OMSK dan populasi normal serta OMSK dengan dan tanpa kolestatoma. Dengan berkembangnya teknologi, pencitraan CT scan membantu dalam mendiagnostik kondisi patologi di telinga baik sebagai alat diagnostik maupun sebagai media evaluasi. Pencitraan CT scan dengan teknik rekonstruksi multiplanar dapat memberikan gambaran yang jelas kondisi anatomi tuba Eustachius. Tujuan: Mengetahui kesesuaian hubungan sudut dan panjang tuba Eustachius pada telinga yang mengalami OMSK dengan sudut dan panjang tuba telinga kontralateral. Metode: Penelitian analitik dengan pendekatan crosssectional yang melibatkan 30 sampel pasien OMSK dengan telinga kontralateral. Pengukuran sudut dan panjang tuba Eustachius menggunakan teknik rekonstruksi multiplanar HRCT scan temporal. Hasil: Analisis statistik dengan uji t berpasangan menunjukkan sudut tuba Eustachius secara signifikan lebih horizontal pada telinga OMSK dibandingkan kontralateral (p<0,05). Panjang tuba Eustachius lebih pendek pada OMSK dibandingkan kontralateral (p<0,05). Kesimpulan: Sudut tuba eustachius telinga OMSK lebih kecil (horizontal) dan pendek dibandingkan telinga kontralateral

    Deteksi Demam Dengue Pada Anak Menggunakan Artificial Intelligence Berbasis Digtal Image Processing Pada Apusan Darah

    No full text
    Di Indonesia case fatality rate (CFR) penyakit demam dengue sebesar 0,73%, sehingga penyakit ini tergolong penyakit yang sangat berbahaya. Pada umumnya penegakan diagnosa oleh dokter untuk penyakit demam dengue menggunakan bantuan Hitung Darah Lengkap oleh Laboratorium, yaitu melihat jumlah trombosit dan leukosit yang turun dibawah ambang normal. Sedangkan pemeriksaan klinis untuk penyakit demam dengue adalah pemeriksaan NS1 anti dengue dan pemeriksaan IgM-IgG anti dengue. Namun ditemukan beberapa kekurangan pada pemeriksaan tersebut yang menyebabkan under diaganosis dan keterlambatan penegakan diagnosa sehingga diperlukan alternatif lain untuk membantu penegakan diagnosa dini demam dengue dengan menggunakan teknologi artificial intelligence berbasis digital image processing pada apusan darah. Penelitian ini bertujuan menciptakan suatu alat kedokteran untuk deteksi dini demam dengue menggunakan artificial intelligence berbasis digital image processing pada apusan darah sebagai alternatif lain untuk penegakan diagnosa demam dengue. Kami menggunakan 90 data sampel pasien supected dengue usia 0-18 tahun di 4 rumah sakit kota Malang. Dengan menggunakan digital image processing dihitung jumlah trombosit, mean platelet volume, leukosit dan blue plasma limfosit. Selanjutnya data tersebut dimasukkannya ke inference engine sebagai knowledge base bagi artificial intelligence, nilai positif dan negatif dengue didapatkan dari pemeriksaan NS1 dan IgM-IgG. Selanjutnya kita cukup mempunyai apusan darah pasien suspected dengue tanpa pemeriksaan NS1 dan IgM-IgG untuk mengetahui apusan darah tersebut positif atau negatif demam dengue menggunakan artificial intelligence dengan cara mencari nilai terdekat pada kumpulan data positif atau negatif demam dengue. Penelitian ini menghasilkan alat deteksi dini demam dengue menggunakan artificial intelligence berbasis digital image processing pada apusan darah dengan akurasi sistem sebesar 94.44%, sensitifitas sistem sebesar 100% dan spesifisitas sistem sebesar 87.50%. Dapat disimpulkan bahwa alat deteksi dini demam dengue menggunakan artificial intelligence berbasis digital image processing pada apusan darah dapat digunakan menjadi solusi alternatif yang baik untuk deteksi dini demam dengue

    Studi Fenomenologi Pengalaman perawat melakukan resusitasi jantung paru pada pasien covid-19 di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau.

    No full text
    Henti jantung merupakan kondisi dimana jantung secara tiba – tiba berhenti memompa darah. Akibatnya, darah berhenti mensuplai ke otak dan organ – organ vital lainnya. Henti jantung dapat bersifat reversible dengan intervensi yang tepat, tapi sebaliknya juga bersifar fatal sampai dengan kematian. Henti jantung yang sering terjadi di luar fasilitas kesehatan diperlukan tindakan segera untuk menyelamatkan nyawa pasien. Penanganan cardiac arrest merupakan kemampuan untuk dapat mendeteksi dan bereaksi secara cepat dan benar untuk sesegera mungkin dapat mengembalikan denyut jantung ke kondisi normal untuk mencegah terjadinya kematian otak dan kematian permanen. Kesiapan perawat dalam menangani cardiac arrest dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti pengetahuan yang cukup dari perawat mengenai penanganan pada situasi kegawatan, pengalaman yang memadai, peraturan atau protokol yang jelas tentang sarana dan suplai yang cukup, serta pelatihan atau training tentang penanganan pada situasi kegawatan. Pada saat COVID-19 atau Coronavirus Disease-19, pasien dapat mengalami henti jantung dimana pasien tidak mampu bernafas secara normal disertai dengan kegagalan jantung untuk melakukan fungsinya sehingga berdampak pada kematian. Tindakan yang wajib dilakukan oleh petugas medis saat pasien mengalami henti jantung adalah resustitasi jantung paru (RJP). Pada saat melakukan RJP penularan COVID-19 melalui droplet yang mengandung virus ataupun aliran udara (aerosol) menjadi jalur utama yang menyebabkan virus menyebar dan memiliki daya penularan tinggi. Sebagai tenaga kesehatan yang berperan untuk pemberi pelayanan di rumah sakit mempunyai kewajiban menyehatkan para tenaga kerjanya termasuk dalam meningkatkan frekuensi penggunaan alat pelindung diri (APD). Menggunakan APD akan lebih efektif jika pengendalian teknis dan administratif sudah dilaksanakan dengan optimal. Tetapi kondisi saat itu adalah keterbatasan APD yang memaksa tenaga kesehatan untuk menghemat penggunaan APD, seperti melakukan pelayanan kesehatan dengan tanpa melepas APD dengan durasi lama atau menggunakan APD seadanya. Termasuk saat melakukan RJP pada pasien dengan henti jantung saat pandemic COVID-19 dengan berbagai resiko yang akan dihadapi oleh perawat. Penelitian ini mengeksplorasi tentang perspektif perawat dalam melakukan resusitasi jantung paru pada pasien COVID-19 untuk memberikan pertolongan dan intervensi saat kegawatdaruratan saat pandemi COVID-19 menggunakan pendekatan denomenologi dengan analisis metode Colliazi. Partisipan dalam penelitian terdiri dari 6 orang yang dipilih dengan metode purpossive sampling. Tekhnik pengambilan data dengan melakukan indeept interview atau wawancara mendalam. Berdasarkan analisis data pada enam partisipan menggunakan analisis metode Colliazi ditemukan 10 (sepuluh) tema sebagai berikut: (1) segera melakukan RJP, (2) Perasaan ragu dan bingung memulai RJP, (3) Memperhatikan keselamatan perawat, (4) Mempersiapkan obat dan peralatan RJP, (5) Kesulitan memonitor kondisi pasien (6) Keterbatasan gerak dan mudah lelah saat RJP (7) perlunya kerjasama tim dalam tindakan RJP pasien covid-19, (8) Reality shock perawat dalam melakukan RJP pasien covid, (9) Cemas tertular covid 19, (10) Memberikan pelayanan yang profesional.Pandangan perawat secara umum pada pasien yang mengalami henti jantung yaitu harus segera dilakukan resusitasi jantung paru. Respon cepat dan tepat harus diambil perawat yang melihat dan menangani pasien henti jantung sehingga perawat harus segera melakukan tindakan resusitasi jantung paru. Perasaan perawat saat melakukan Tindakan RJP pada pasien dengan COVID-19 adalah Perasaan ragu dan bingung memulai RJP di awal pandemi dideskripsikan sebagai keraguan yang terjadi pada perawat yang menangani pasien COvid-19 henti jantung. Perasaan khawatir akan penularan dan bahaya virus yang bisa menyebabkan kematian menjadi ancaman terbesar perawat dalam melakukan pertolongan RJP. Selain itu, kurangnya kepercayaan diri akan semakin memicu keraguan perawat dalam melakukan RJP. Karena Tindakan RJP dapat meningkatkan risiko penularan Covid-19 ke tenaga medis. Sehingga keselamatan perawat juga harus diperhatikan. Penggunaan APD yang lebih lengkap dari biasanya merupakan salah satu tindakan yang harus dipersiapkan oleh perawat.selain itu, jumlah tenaga penolong juga harus dibatasi sesuai dengan kebutuhan. Selain itu perasaan cemas dan reality shock. Reality shock dalam penelitian ini diartikan sebagai perasaan perasaan syok terhadap suatu fenomena baru yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Perasaan yang tidak menentu terkadang dirasakan oleh para perawat yang bertugas di ruang isolasi ataupun IGD. Kecemasan yang dirasakan dipengaruhi karena belum adanya pengalaman, tingginya angka penularan virus Covid-19, dan juga penggunaan alat pelindung diri yang dirasa sangat mempengaruhi mental dari perawat khususnya perawat yang melakukan RJP. Dalam pelaksanaannya diperlukan kerjasama tim dalam tindakan RJP dipersepsikan sebagai suatu tindakan yang harus dilakukan secara bersama-sama dan tidak dapat dilakukan secara mandiri. Meskipun didalam ruang isolasi Covid-19 jumlah perawat tidak sebanyak ruang perawatan pada umumnya, tetapi tetap harus mengutamakan kerjasama tim antara sesama perawat maupun tenaga dokter emergency. Selain itu Penggunaan obat-obatan high alert diperlukan sebagai penunjang pertolongan pasien henti jantung serta peralatan defibrillator atau alat kejut jantung juga perlu disiapkan. Tetapi, pada pasien Covid-19 penggunaan alat penunjang dan APD harus sangat diperhatikan. Hambatan yang dialami saat melakukan RJP adalah penggunaan baju khusus akan membuat perawat mudah merasakan kepanasan karena sirkulasi dan pertukaran udara tidak dapat terjadi saat menggunakan hazmat. Penggunaan masker berlapis atau penggunaan masker N95 akan membuat perawat akan kesulitan bernapas. Kondisi ini menyebabkan perawat kekurangan oksigen dan menyebabkan perawat akan mudah mengalami kelelahan. Harapannya setiap perawat dapat memberikan pelayanan yang professional merupakan impian terakhir dari setiap penyedia layanan khususnya dalam hal ini yaitu pelayanan keperawatan. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi terkait Covid-19 maka pelayanan kesehatan harus semakin tinggi pula
    corecore