16 research outputs found

    Pengaruh Substitusi Beras Coklat sebagai Makanan Pokok terhadap Profil Mikrobiota Usus, Short-Chain Fatty Acid (SCFA), dan Asupan Magnesium Harian pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2

    No full text
    Diabetes mellitus tipe 2 (DMT2) merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan kehilangan kontrol glukosa darah yang menyebabkan hiperglikemia, karena respon yang rendah terhadap insulin. Diabetes mellitus (DM) merupakan masalah global dan nasional, dan termasuk 10 penyebab kematian di dunia, dan angkanya terus meningkat dari tahun ke tahun. Perkembangan ekonomi memicu pergeseran pola makan menjadi tidak sehat, seperti diet tinggi kalori, lemak, atau karbohidrat refinasi. Pemrosesan biji-bijian utuh menjadi biji-bijian refinasi, dapat menurunkan nilai gizinya termasuk serat, mikronutrien, dan fitokimia. Asupan biji-bijian refinasi sebagai makanan pokok dapat meningkatkan resiko DM, sebaliknya asupan biji-bijian utuh dapat menurunkan resiko DM. Hiperglikemia kronis pada DMT2 memicu glikasi usus, menyebabkan penurunan survival dari bakteri komensal usus, sehingga terjadi ketidakseimbangan komposisi mikrobiota usus (disbiosis usus). Kondisi ini menyebabkan gangguan permeabilitas usus, inflamasi tingkat rendah, serta memperburuk resistensi insulin, sehingga mempercepat komplikasi DM. Firmicutes dan Bacteroidetes merupakan filum yang mendominasi mikrobiota usus, berperan penting mempertahankan kesehatan inang. Pada DMT2, terjadi penurunan rasio Firmicutes:Bacteroidetes (F/B) dan berkorelasi negatif dengan kadar glukosa plasma. Mikrobiota usus memfermentasi serat di kolon, yang meningkatkan pertumbuhan mikrobiota usus dan memproduksi short-chain fatty acid (SCFA), berupa asam asetat, propionat, dan butirat. SCFA dapat berikatan dengan G protein-coupled receptor 41 (GPR41) dan 43 (GPR43) di usus, memicu sekresi hormon usus seperti Glucagon-like protein 1 (GLP-1) dan peptide YY (PYY) yang akan memperlama pengosongan lambung, meningkatkan rasa kenyang, sehingga menurunkan asupan energi. GLP-1 juga secara langsung dapat memicu sekresi insulin dan menghambat glukagon melaui interaksinya dangan sel β-pankreas. SCFA juga dapat menurunkan glikolisis dan glukoneogenesis, serta meningkatkan sintesis glikogen di hati, serta meningkatkan uptake glukosa di otot skeletal dengan meningkatkan ekspresi GLUT4. Pada penderita DMT2 terjadi penurunan jumlah bakteri penghasil butirat, seperti Bifidobacterium, Akkermansia, dan Faecalibacterium. Diet tinggi serat terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan mikrobiota usus penghasil SCFA, memperbaiki komposisi mikrobiota usus, berkorelasi dengan GLP-1, menurunkan HbA1c, dan memperbaiki regulasi glukosa darah. Magnesium juga berperan dalam manajemen DMT2, dengan meningkatkan penyerapan glukosa yang dimediasi insulin serta meningkatkan sensitivitas insulin. Kadar magnesium darah yang rendah memicu peningkatan sekresi insulin serta mengganggu jalur pensinyalan insulin, sehingga menyebabkan resistensi insulin, hiperglikemia, dan komplikasi DMT2. Asupan magnesium harian yang inadekuat merupakan faktor utama penyebab hipomagnesemia pada DMT2. Beras coklat adalah beras putih yang tidak mengalami proses refinasi berupa penyosohan, sehingga masih terdapat lapisan dedak (pericarp dan aleuron). Beras coklat lokal Indonesia varietas ‘Sintanur’ mengandung zat bioaktif yang jauh lebih tinggi dari beras putih lokal vii varietas yang sama, meliputi serat 5 kali lipat lebih tinggi, β-glucan 5 kali, dan magnesium 7,7 kali. Kandungan serat dan magnesium yang tinggi ini sangat penting dalam manajemen DMT2. Selain itu beras coklat juga memiliki indeks glikemik yang rendah dibanding beras putih, yaitu 10-70. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh substitusi beras coklat sebagai makanan pokok terhadap profil mikrobiota usus, SCFA, dan asupan magnesium harian pada penderita DMT2. Penelitian eksperimental one group controlled-feeding pre-post test design ini, terdiri dari 2 periode intervensi masing-masing selama 3 bulan dan dipisahkan dengan washing-out selama 2 minggu. Periode 1 intervensi berupa diet DM dengan makanan pokok beras coklat (BR), sedangkan periode 2 berupa diet DM dengan makanan pokok beras putih (WR). Subjek terdiri dari 17 wanita diabetes dengan obat anti diabetes oral (OAD), dipilih dengan metode purposive sampling sesuai kriteria inklusi. Profil mikrobiota usus dianalisis menggunakan Quantitative Real-Time PCR (qPCR), SCFA dianalisis menggunakan Gas Chromatography (GC), sedangkan asupan magnesium harian dianalisis menggunakan software Nutrisurvey 2007. Selain itu, selama intervensi juga dilakukan monitoring terhadap nilai antropometri berupa indeks massa tubuh (IMT), indeks lemak tubuh (BFI), lingkar perut, dan lemak viseral, serta nilai biokimia berupa gula darah puasa (GDP), gula darah 2 jam postprandial (GD2JPP), HbA1c, dan HOMA-IR indeks. Uji paired-t test dan Wilcoxon digunakan untuk menganalisis perbedaan perubahan konsentrasi SCFA (asetat, propionat, butirat, total SCFA), asupan magnesium harian, perubahan nilai antropometri dan biokimia setelah intervensi BR dan WR. Hasilnya, setelah intervensi BR subjek memiliki profil mikrobiota yang lebih baik, dengan peningkatan filum Firmicutes, filum Bacteroidetes yang lebih rendah, dan rasio F/B yang lebih tinggi dibandingkan setelah intervensi WR. Tidak terdapat peningkatan konsentrasi asetat dan total SCFA, serta konsentrasi propionat lebih rendah dibandingkan setelah intervensi WR, namun terdapat peningkatan konsentrasi butirat setelah intervensi BR meskipun tidak signifikan. Meskipun total SCFA setelah intervensi BR menurun karena konsentrasi asetat dan propionat yang rendah, namun presentase komposisi SCFA lebih mendekati komposisi normal (62:21:16 %). Terdapat perbedaan signifikan asupan magnesium harian pada penderita DMT2 yang diberi beras coklat sebagai makanan pokok, dengan rerata asupan magnesium 574,02 mg/hari. Selain itu, terdapat penurunan nilai antropometri dan biokimia secara signifikan setelah intervensi BR. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa substitusi BR sebagai makanan pokok berpengaruh terhadap profil mikrobiota usus, SCFA, dan asupan magnesium harian penderita DMT2. Kandungan serat yang tinggi pada BR dapat mengubah jumlah dan komposisi mikrobiota usus, serta memperbaiki disbiosis usus pada DMT2. Peningkatan jumlah Firmicutes menyebabkan peningkatan produksi butirat, sedangkan jumlah Bacteroidetes yang lebih rendah menyebabkan penurunan produksi asetat dan konsentrasi propionat menjadi lebih rendah. Rasio F/B yang lebih tinggi menyebabkan presentase komposisi SCFA mendekati normal. Perbaikan disbiosis usus dan peningkatan asam butirat serta perbaikan komposisi SCFA ini, berperan dalam perbaikan barrier usus, menurunkan inflamasi, perbaikan kontrol glukosa, serta nilai antropometri penderita DMT2. Terlebih lagi, asupan magnesium harian lebih tinggi secara signifikan setelah intervensi BR dan dapat memenuhi kebutuhan harian pasien DMT2. Kandungan magnesium yang sangat tinggi pada BR ini dapat memperbaiki kerja insulin dan kontrol glukosa pada penderita DMT2

    Pengaruh Pemberian Beras Coklat (Oryza Sativa) terhadap Komposisi Lemak Tubuh Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kota Malang

    Get PDF
    Diabetes melitus (DM) tipe 2 merupakan penyakit metabolik kronis dengan prevalensi yang terus meningkat secara global. Termasuk faktor risiko terjadi DM tipe 2 yaitu berat badan dan massa lemak tubuh yang berlebih, gaya hidup dengan aktivitas fisik rendah dan pola makan yang tinggi energi dan lemak. Beras coklat diketahui bernilai indeks glikemik relatif rendah, serta kandungan magnesium tinggi yang diduga mampu menurunkan komposisi lemak tubuh. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa pengaruh pemberian beras coklat sebagai pengganti makanan pokok terhadap komposisi lemak tubuh (persentase lemak tubuh dan lemak viseral) pada pasien DM tipe 2. Studi ini merupakan penelitian eksperimental dengan desain repeated measures dengan durasi intervensi selama 12 minggu dan pengukuran komposisi lemak tubuh dilakukan setiap 4 minggu kepada 18 orang responden pasien DM berjenis kelamin wanita. Pengukuran komposisi lemak tubuh dilakukan dengan menggunakan skala impedansi bioelektrik OMRON HBF375. Hasil perhitungan statistik repeated measures ANOVA menunjukkan bahwa konsumsi beras coklat sebagai pengganti makanan pokok dapat menurunkan persentase lemak tubuh (p = 0.017) dan indeks lemak viseral (p < 0.000) secara signifikan. Studi ini menyimpulkan bahwa konsumsi beras coklat sebagai pengganti makanan pokok mampu menurunkan persentase lemak tubuh dan indeks lemak viseral pada tubuh responden

    Pengaruh Pemberian Serbuk Daun Kelor (Moringa Oleifera) Terhadap Kadar Asam Urat Pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Jantan Galur Wistar Yang Diinduksi Dengan Diet Tinggi Fruktosa.

    No full text
    Diet tinggi fruktosa merupakan salah satu diet yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit diabetes mellitus tipe 2 (DMT2) yang biasanya dikaitkan dengan peningkatan kadar asam urat. Salah satu tanaman yang dapat menurunkan kadar asam urat adalah daun kelor. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan pengaruh pemberian serbuk daun kelor (Moringa oleifera) terhadap kadar asam urat tikus yang diinduksi dengan diet tinggi fruktosa. Penelitian ini merupakan penelitian true experimental laboratorium dengan rancangan posttest- only control group design. Sejumlah 35 ekor tikus Wistar jantan dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan, yaitu K0 (diet normal modifikasi AIN-93M), E1 (kontrol diabetes melitus), E2 (kontrol prediabetes), E3 (diet tinggi fruktosa 66% + intervensi kuersetin) dan E4 (diet tinggi fruktosa 66% + intervensi serbuk daun kelor). Kadar asam urat tikus didapatkan melalui uji menggunakan metode spektrofotometer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kadar asam urat tikus secara berurutan yaitu K0 2,73+0,54 mg/dL, E1 2,32+0,28 mg/dL, E2 1,93+0,26 mg/dL, E3 2,02+0,71 mg/dL, dan E4 1,67+0,60 mg/dL. Hasil uji beda One Way ANOVA menunjukkan p value = 0,014 dan uji lanjut post hoc Tukey K0 dengan E4 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kadar asam urat yang signifikan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kelompok E4 memiliki nilai kadar asam urat yang lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian serbuk daun kelor cenderung memiliki efek menurunkan kadar asam urat darah. Selain itu, penurunan kadar asam urat juga diduga akibat peningkatan ekskresi dan penurunan reabsorpsi asam urat di ginjal karena efek dari urikosurik glukosa pada penderita prediabetes dan DMT2

    Pengaruh Pemberian Virgin Coconut Oil (VCO) Peroral Pada Pencegahan Peradangan Kolitis Ulseratif (Penilaian Gejala Klinis Dan Inflamasi Mukosa Kolon Mencit Model Kolitis Ulseratif)

    No full text
    Kolitis ulseratif (UC) adalah peradangan pada usus besar yang ditandai dengan diare disertai darah. Pada anak-anak, UC memiliki manifestasi lebih luas dan perjalanan penyakit yang lebih agresif. Jalur inflamasi NF-B, sitokin proinflamasi TNF-, IL-6, dan jumlah makrofag mukosa usus meningkat secara signifikan pada UC yang mengganggu fungsi pertahanan usus. Peroxisome proliferator-activated receptor gamma (PPAR-) yang diaktivasi oleh ligan menekan ekspresi sitokin proinflamasi dengan cara menghambat aktivitas faktor transkripsi NF-B, serta melemahkan ekspresi berbagai sitokin sel epitel kolon seperti IL-1β, IL-6, IL-8, TNF-, INF-, iNOS, COX-2, dan kemokin, serta mempengaruhi makrofag M1M2 yang menghambat jalur inflamasi. Terapi UC saat ini belum memberikan hasil yang memuaskan. Pembedahan direkomendasikan pada pasien yang tidak berespons terhadap pengobatan atau tidak lagi seefektif sebelumnya. Tindakan operasi berupa pengangkatan kolon dapat menjadi masalah tersendiri pada pasien. Hal tersebut menjadi dasar diperlukannya terapi preventif yang efektif, efisien dengan harga terjangkau guna mencegah peradangan usus UC sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas UC anak. Virgin Coconut Oil (VCO) diyakini dapat mencegah manifestasi klinis UC dengan menghambat jalur inflamasi NF-B, melalui perannya sebagai ligan Peroxisome proliferator-activated receptor gamma (PPAR-). Penelitian ini bertujuan membuktikan VCO dapat mencegah timbulnya gejala klinis, inflamasi mukosa kolon mencit model UC melalui regulasi PPAR-, NF-B, sitokin inflamasi dan sel makrofag. Tujuan khusus penelitian adalah membuktikan VCO meningkatkan ekspresi PPAR-, menurunkan ekspresi NF-B p65, menurunkan sitokin proinflamasi (TNF-, IL-6), meningkatkan sitokin antiinflamasi IL-10, menurunkan ratio makrofag M1/M2, dan membuktikan mekanisme pertahanan mukosa kolon mencit model UC yang diberi VCO melalui jalur PPAR-. Penelitian ini adalah experimental study dengan menggunakan hewan coba mencit jantan galur BALB/c, yang dibagi menjadi 5 kelompok: (1) Kelompok kontrol negatif, diberi air mineral (KS); (2) Kelompok kontrol positif, diberi DSS 5% (KDSS); (3) Kelompok model UC1, diberi DDS 5% + VCO dosis 1000 mg/kgBB/hari (KL-VCO); (4) Kelompok model UC2, diberi DSS 5% + VCO dosis 3000 mgl/kgBB/hari (KM-VCO); (5) Kelompok model UC3, diberi DSS 5% + VCO dosis 9000 mg/kgBB/hari (KH-VCO), selama 5 hari. Gejala klinis dinilai menggunakan Disease Activity Index (DAI), sedangkan inflamasi mukosa kolon mencit menggunakan Mouse Colitis Histology Index (MCHI). Ekspresi PPAR-, NF-B p65 dan ratio makrofag M1/M2 diperiksa dengan Immunofluorescence. Konsentrasi sitokin proinflamasi (TNF-, IL-6), IL-10 diperiksa dengan Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA). Seluruh sampel pemeriksaan berasal dari kolon mencit. Hasil setiap kelompok dicatat dan dianalisis menggunakan uji normalitas data dan uji homogenitas varian, kemudian dilanjutkan dengan ANOVA tes, uji korelasi dan path analysis. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Hewan Coba, Laboratorium Biomedik dan Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Sedangkan pembuatan VCO dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Palma (Balit Palma), Kementrian Pertanian, Manado dengan menggunakan metode Direct Micro Expelling (DME). Hasil: (1) DAI kelompok KS (0.00±0.00a) dan kelompok KDSS (7,33±1,21b) berbeda signifikan. DAI kelompok KL-VCO (4,00±2,53c), kelompok KM-VCO (2,50±1,87cd), kelompok KH-VCO (1,00±0,89ad) menurun, dan berbeda signifikan dengan kelompok KDSS. (2) MCHI kelompok KS (0.00±0.00a) dan kelompok KDSS (19.00±2.10b) berbeda signifikan. Rerata MCHI kelompok KDSS (19.00±2.10b) lebih tinggi dibandingkan dengan rerata MCHI pada kelompok KL-VCO (15.58±1.59c), kelompok KM-VCO (12.42±1.20d), dan kelompok KH-VCO (5.08±4.08e). (3) Rerata ekspresi PPAR- antara kelompok KS (710±388a) dan kelompok KDSS) (568±310a) tidak berbeda signifikan. Rerata ekspresi PPAR- kelompok KDSS (568±310a) jauh lebih kecil dibandingkan dengan rerata ekspresi PPAR- pada kelompok KL-VCO (27014±4482b), kelompok KM-VCO (37040±9386b), dan kelompok KH-VCO (53318±8879c). (4) Rerata ekspresi NF-B p65 kelompok KS (200860±19499a) dan kelompok KDSS (833936±417675b) berbeda signifikan. Rerata ekspresi NF-B p65 kelompok KDSS (833936±417675b) jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai rerata ekspresi NF-B p65 kelompok KL-VCO (225435±67988a), kelompok KM-VCO (153751±13411a), dan kelompok KH-VCO (108687±44623a). (5) Rerata konsentrasi TNF-∝ kelompok KS (1.87±0.27a pg/mL) dan kelompok KDSS (7.26±0.45b pg/mL) berbeda signifikan. Rerata konsentrasi TNF-∝ kelompok KDSS (7.26±0.45b pg/mL) lebih besar dibandingkan dengan rerata konsentrasi TNF-∝ kelompok KL-VCO (5.62±0.57c pg/mL), kelompok KM-VCO (3.65±0.31d pg/mL), dan kelompok KH-VCO (1.84±0.13a pg/mL). (6) Rerata konsentrasi IL-6 kelompok KS (46.06±12.30ac pg/mL) dan kelompok KDSS (72.58±4.98b pg/mL) berbeda signifikan. Rerata konsentrasi IL-6 kelompok KDSS (72.58±4.98b pg/mL) lebih besar dibandingkan dengan rerata konsentrasi IL-6 kelompok KL-VCO (53.88±17.17b pg/mL), kelompok KM-VCO (35.42±6.37cd) dan kelompok KH-VCO (24.53±3.43d pg/mL). (7) Rerata konsentrasi IL-10 kelompok KS (15.20±6.67a pg/mL) dan kelompok KDSS (1.72±0.52b pg/mL) berbeda signifikan. Rerata konsentrasi IL-10 kelompok KDSS (1.72±0.52b pg/mL) lebih kecil dibandingkan dengan rerata konsentrasi IL-10 kelompok KL-VCO (2.91±1.15b pg/mL), kelompok KM-VCO (5.93±0.74b pg/mL), kelompok KH-VCO (13.67±4.39a pg/mL). (8) Rerata ratio makrofag M1/M2 kelompok KS (0.66±0.05a) dan kelompok KDSS (0.82±0.02b) berbeda signifikan. Rerata ratio makrofag M1/M2 kelompok KDSS (0.82±0.02b) lebih kecil dibandingkan dengan rerata ratio makrofag M1/M2 kelompok KL-VCO (0.89±0.07b) dan kelompok KM-VCO (0.84±0.13b), namun lebih besar dibandingkan kelompok KH-VCO (0.76±0.10ab). (9) Analisa jalur menunjukkan ekspresi PPAR- berpengaruh langsung bermakna terhadap ekspresi NF-B p65 (p=0.000) dengan koefisien pengaruh -0.524. Pembahasan: Pemberian VCO yang mengandung PUFA, seperti asam oleat, asam linoleat, yang merupakan ligan PPAR- akan mengaktivasi PPAR-. PPAR- yang meningkat jumlahnya menjalankan fungsi transrepresi, blokade aktivitas faktor transkripsi Nuclear Factor-B melalui hambatan translokasi NF-B p65 ke nukleus sekaligus mempengaruhi polarisasi makrofag M1 dan makrofag M2. Penurunan sitokin proinflamasi seperti TNF- dan IL-6 akibat penekanan jalur inflamasi NF-B, meningkatkan IL-10 akibatnya inflamasi mukosa kolon menurun dan terjadi penekanan gejala klinis UC. Kesimpulan: Gejala klinis (DAI) mencit model UC yang diberi VCO lebih rendah dibandingkan mencit model UC, inflamasi mukosa kolon (MCHI) mencit model UC yang diberi VCO lebih rendah dibandingkan mencit model UC, ekspresi PPAR- kolon mencit model UC yang diberi VCO lebih tinggi dibandingkan mencit model UC, ekspresi NF-B p65 kolon mencit model UC yang diberi VCO lebih rendah dibandingkan mencit model UC, konsentrasi sitokin proinflamasi (TNF-, IL-6) kolon mencit model UC yang diberi VCO lebih rendah dibandingkan mencit model UC, konsentrasi IL-10 kolon mencit model UC yang diberi VCO lebih tinggi dibandingkan mencit model UC, ratio makrofag M1/M2 kolon mencit model UC yang diberi VCO tidak berbeda bermakna dibandingkan mencit model UC, mekanisme pertahanan mukosa kolon mencit model UC yang diberi VCO melalui peningkatan PPAR- dengan menghambat jalur NF-B. Saran: Pada penelitian sejenis di masa mendatang, sebaiknya kenaikan dosis VCO dibuat landai dengan interval seragam, untuk mengetahui dosis minimal aktivasi PPAR- yang memberi efek mendekati kelompok KS, perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui safe dosage range VCO yang aman dikonsumsi sehari-hari sehingga fungsi sebagai pangan fungsional dapat tercapai

    Pengaruh Pemberian Serbuk Daun Kelor (Moringa oleifera) Terhadap Perlemakan Hati pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Wistar yang Diinduksi dengan Diet Tinggi Fruktosa

    No full text
    Kebiasaan konsumsi diet tinggi fruktosa dapat menyebabkan penyakit Diabetes Mellitus tipe 2 (DMT2) sehingga dapat terkena perlemakan hati non alkoholik (NAFLD) yang merupakan cakupan penyakit hati seperti sirosis, steatohepatitis, dan steatosis yang diakibatkan oleh kondisi sindrom metabolik. Pemberian Serbuk Daun Kelor (Moringa oleifera) telah dibuktikan dalam beberapa penelitian memiliki efek anti diabetes dan anti hiperglikemik. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian serbuk daun kelor terhadap perlemakan hati pada tikus putih yang diberi diet tinggi fruktosa. Penelitian eksperimental ini menggunakan post-test only group design yang dilakukan pada 30 ekor tikus putih Wistar jantan. Sampel dibagi menjadi 5 kelompok dengan 6 ekor tikus setiap kelompok yaitu kelompok K (diet normal 12 minggu), kelompok E1 (HFD 66% 16 minggu), kelompok E2 (HFD 66% 12 minggu), kelompok E3 (HFD 66% 16 minggu dan kuersetin 50 mg/kgBB 4 minggu), serta kelompok E4 (HFD 66% 16 minggu dan serbuk daun kelor 500 mg/kgBB 4 minggu). Data diolah dan dianalisis menggunakan aplikasi SPSS 25 dengan uji statistik one way ANOVA dan Kruskal-Wallis. Parameter perlemakan hati dilakukan pengamatan melalui mikroskop cahaya pembesaran 400 kali pada 5 area lapang pandang. Hasil penelitian menunjukkan tidak terbentuknya steatosis baik makrovesikuler maupun mikrovesikuler pada seluruh kelompok perlakuan dikarenakan lama intervensi diet tinggi fruktosa dan pakan yang dikonsumsi tikus yang kurang menstimulus terbentuknya steatosis, maka dapat disimpulkan bahwa pemberian serbuk daun kelor (Moringa oleifera) selama 4 minggu dengan dosis 500mg/kgBB tidak berpengaruh terhadap perlemakan hati pada tikus putih jantan galur wistar (Rattus novergicus) yang diinduksi diet tinggi fruktosa selama 16 minggu

    Pengaruh Pemberian Serbuk Daun Kelor (Moringa oleifera) Terhadap Kadar NEFA (Non-Esterified Fatty Acids) pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Wistar yang Diinduksi dengan Diet Tinggi Fruktosa

    No full text
    Konsumsi diet tinggi fruktosa dapat menyebabkan gangguan dalam metabolisme lipid sehingga menginduksi terjadinya de novo lipogenesis dan terjadi peningkatan kadar NEFA. Daun kelor dapat berperan sebagai antidiabetes dan antidislipidemik karena mengandung berbagai senyawa aktif seperti flavonoid, kuersetin, dan saponin. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian serbuk daun kelor (Moringa oleifera) terhadap kadar NEFA (non- esterified fatty acids) pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur wistar yang diinduksi dengan diet tinggi fruktosa. Penelitian eksperimental dengan desain posttest-only ini dilakukan pada tikus jantan galur wistar sebanyak 30 ekor. Tikus dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan dengan masing-masing kelompok terdiri dari 6 tikus, yaitu kelompok K0 (diet normal modifikasi AIN-93M), kelompok E1 (Kontrol DMT2), kelompok E2 (Kontrol Prediabetes), kelompok E3 (pakan modifikasi AIN-93M + diet tinggi fruktosa 66% + intervensi kuersetin), dan kelompok E4 (pakan modifikasi AIN-93M + diet tinggi fruktosa 66% + intervensi serbuk daun kelor). Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kadar NEFA pada tiap kelompok perlakuan adalah 822.76±213.55 (K0), 1016.95±195.68 (E1), 805.79±255.67 (E2), 810.21±194.82 (E3), dan 842.59±138.59 (E4) dengan nilai p=0.355. Dari hasil analisis data didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kadar NEFA pada seluruh kelompok. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa serbuk daun kelor (Moringa oleifera) dengan dosis 500 mg/kgBB tidak berpengaruh secara signfikan terhadap kadar NEFA tikus seluruh kelompo

    Pengaruh Intervensi Beras Coklat (Oryza sativa L.) terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

    No full text
    Diabetes melitus tipe 2 (DMT2) merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang disebabkan oleh resistensi insulin, gangguan sekresi insulin, maupun keduannya. Beras coklat merupakan alternatif sumber karbohidrat dengan kandungan antioksidan, serat, magnesium dan mangan yang lebih besar dari pada beras putih namun dengan indeks glikemik yang lebih rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan antara kadar glukosa darah puasa pada pasien diabetes melitus tipe 2 sebelum dan sesudah intervensi beras coklat. Penelitian ini merupakan studi eksperimental dengan rancangan one group pre and post test design. Besar sampel dalam penelitian ini dihitung berdasarkan total sampling yang dinyatakan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, sehingga diperoleh sampel penelitian sebanyak 18 responden. Variabel yang diukur adalah glukosa darah puasa, yang diukur menggunakan bio chemistry analyzer. Hasil uji beda sampel t-test didapatkan p=0.015 <α=0.05. Hal tersebut menunjukkan bahwa H0 ditolak atau terdapat perbedaan yang signifikan antara kadar glukosa darah sebelum dan sesudah intervensi beras coklat. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa intervensi beras coklat berkontribusi terhadap penurunan kadar glukosa darah puasa pada pasien DMT2

    Pengaruh Pemberian Beta Glukan Ekstrak Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus) Terhadap Hipertrofi dan Hiperplasia Jaringan Adiposa Tikus Sprague dawley Jantan yang Diberikan Diet Tinggi Lemak dan Tinggi Fruktosa

    No full text
    Obesitas merupakan penyakit penumpukan lemak atau jaringan adiposa yang disebabkan karena asupan makanan berlebihan, aktivitas fisik yang kurang, dan faktor genetik. Obesitas juga merupakan salah satu penanda bahwa adanya peningkatan Sindroma Metabolik sebagai epidemi global. Obesitas ini mengakibatkan terjadinya hipertrofi adiposa dan dapat meningkatkan jumlah sel (hiperplasia). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh beta glukan ekstrak jamur tiram terhadap hipertrofi dan hiperplasia jaringan adiposa pada tikus Sprague dawley jantan. Penelitian ini menggunakan 36 tikus Sprague dawley jantan yang memiliki berat 200-250 gram dan penelitian berlangsung selama 14 minggu. Data yang didapatkan dianalisis menggunakan uji beda parametrik One-Way ANOVA dan non parametrik Kruskal Wallis. Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok yang diberikan diet normal dengan yang diberikan diet HFHF dan pemberian beta glukan ekstrak jamur tiram dalam bentuk gel (P > 0,05). Akan tetapi, hipertrofi dari tikus yang diberikan dosis beta glukan ekstrak jamur tiram 125 mg/kgBB lebih tinggi daripada kelompok lainnya (KN<KP<P2<P1). Sedangkan hiperplasia dari tikus yang diberikan beta glukan 125 mg/kgBB paling kecil dibandingkan dengan kelompok lainnya (P1<KN<KP<P2). Dapat disimpulkan bahwa pemberian beta glukan ekstrak jamur tiram belum memberikan perubahan yang signifikan terhadap hipertrofi dan hiperplasia jaringan adiposa tikus Sprague dawley jantan

    Pengaruh Pemberian Serbuk Daun Kelor (Moringa oleifera) Terhadap Ketebalan Aorta Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Jantan Galur Wistar Yang Diinduksi Diet Tinggi Fruktosa

    No full text
    Diabetes Mellitus tipe 2 (DMT 2) merupakan manifestasi klinis dari kebiasaan konsumsi diet tinggi frukotsa (HFD) yang dapat menyebabkan penyakit kardiovaskular yang ditandai dengan aterosklerosis. Aterosklerosis diawali terjadinya disfungsi endotel yang menyebabkan peningkatan permeabilitas sel sehingga terjadi akumulasi asam lemak dalam arteri yang teroksidasi dan membentuk plak sehingga menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah aorta bagian tunika intima dan tunika media. Salah satu bahan pangan lokal yang digunakan sebagai terapi penyakit DM adalah daun kelor (Moringa oleifera) yang memiliki senyawa saponin untuk meningkatkan aktivitas antioksidan yang berperan dalam penurunan penebalan dinding aorta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian serbuk daun kelor terhadap penurunan ketebalan dinding aorta tikus putih Wistar yang diberi diet tinggi fruktosa. Menggunakan rancangan acak lengkap dengan Post Test Group Design yang dilakukan pada 30 ekor tikus Wistar jantan. Tikus dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kelompok kontrol (diet normal), E1 (HFD 66% 16 minggu), E2 (HFD 66% 12 minggu), E3 (HFD 66% 16 minggu dan kuersetin 50 mg/kgBB 4 minggu), serta E4 (HFD 66% 16 minggu dan serbuk daun kelor 500 mg/kgBB 4 minggu). Parameter yang diukur adalah ketebalan dinding aorta tunika intima hingga tunika adventitia. Hasil uji statistik Kruskal-Wallis menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan (p>0,05) terhadap ketebalan dinding aorta antar E1 135,91±16,13 μm dengan kelompok lainnya. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa kondisi DMT 2 pada tikus secara signifikan menyebabkan terjadinya penebalan pada dinding aorta dan pemberian serbuk daun kelor menunjukkan efek yang nyata dalam menurunkan penebalan dinding aorta pada tikus dengan kondisi DMT 2

    Pengaruh Serbuk Daun Kelor (Moringa oleifera) terhadap Perlemakan Hati pada Tikus Putih (Rattus novergicus) Jantan Galur Wistar yang Diinduksi Dengan Diet Tinggi Fruktosa

    No full text
    Kebiasaan konsumsi diet tinggi fruktosa dapat menyebabkan penyakit Diabetes Mellitus tipe 2 (DMT2) sehingga dapat terkena perlemakan hati non alkoholik (NAFLD) yang merupakan cakupan penyakit hati seperti sirosis, steatohepatitis, dan steatosis yang diakibatkan oleh kondisi sindrom metabolik. Pemberian Serbuk Daun Kelor (Moringa oleifera) telah dibuktikan dalam beberapa penelitian memiliki efek anti diabetes dan anti hiperglikemik. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian serbuk daun kelor terhadap perlemakan hati pada tikus putih yang diberi diet tinggi fruktosa. Penelitian eksperimental ini menggunakan post-test only group design yang dilakukan pada 30 ekor tikus putih Wistar jantan. Sampel dibagi menjadi 5 kelompok dengan 6 ekor tikus setiap kelompok yaitu kelompok K (diet normal 12 minggu), kelompok E1 (HFD 66% 16 minggu), kelompok E2 (HFD 66% 12 minggu), kelompok E3 (HFD 66% 16 minggu dan kuersetin 50 mg/kgBB 4 minggu), serta kelompok E4 (HFD 66% 16 minggu dan serbuk daun kelor 500 mg/kgBB 4 minggu). Data diolah dan dianalisis menggunakan aplikasi SPSS 25 dengan uji statistik one way ANOVA dan Kruskal-Wallis. Parameter perlemakan hati dilakukan pengamatan melalui mikroskop cahaya pembesaran 400 kali pada 5 area lapang pandang. Hasil penelitian menunjukkan tidak terbentuknya steatosis baik makrovesikuler maupun mikrovesikuler pada seluruh kelompok perlakuan dikarenakan lama intervensi diet tinggi fruktosa dan pakan yang dikonsumsi tikus yang kurang menstimulus terbentuknya steatosis, maka dapat disimpulkan bahwa pemberian serbuk daun kelor (Moringa oleifera) selama 4 minggu dengan dosis 500mg/kgBB tidak berpengaruh terhadap perlemakan hati pada tikus putih jantan galur wistar (Rattus novergicus) yang diinduksi diet tinggi fruktosa selama 16 minggu
    corecore