6 research outputs found

    Konservasi Anggrek Spesies Alam Menggunakan Eksplan Biji pada Media Vacin & Went

    Full text link
    Konservasi anggrek spesies alam merupakan langkah penting untuk menghindari kepunahan akibat rusaknya habitat alamnya. Tujuan penelitian ialah mengetahui kemampuan tumbuh biji anggrek spesies alam pada media Vacin dan Went (VW) dan menentukan jenis anggrek spesies yang telah berhasil dikonservasi melalui biji. Anggrek spesies alam yang digunakan sebanyak 46 spesies yang berasal dari 18 genus anggrek, yakni Phalaenopsis, Dendrobium, Vanda, Ascocentrum, Paphiopedilum, Rhyncostilis, Neofinetia, Epidendrum, Arachnis, Dimorphosis, Phaius, Spathogottis, Trichoglottis, Arundina, Cymbidium, Renanthera, Armodorum, dan Gramathophylum. Polinasi bunga anggrek dilakukan dengan metode selfing maupun sibling. Buah dipanen saat warna buah berubah menjadi kuning kehijauan dan/atau tekstur buah menjadi lebih lunak. Selanjutnya, sebelum kultur biji, buah disterilkan dan biji disebar pada media VW. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa buah anggrek hasil polinasi mengalami kemasakan antara 34-280 hari setelah polinasi. Biji hasil selfing dari 41 anggrek spesies (dari 46) dapat berkecambah pada media VW dengan umur berkecambah berkisar antara 10-69 hari setelah sebar. Sebanyak 19 anggrek spesies alam mampu membentuk protokorm di atas 70% dan semua protokorm mampu membentuk planlet. Selanjutnya, 19 spesies dapat diaklimatisasi dengan kisaran waktu antara 272-552 hari setelah terbentuk protokorm, Sebanyak 16 spesies belum dapat diaklimatisasi karena planlet yang masih kecil, sedang 6 spesies tidak tumbuh. Arundina graminifolia merupakan anggrek yang paling cepat membentuk protokorm dan Grammatophylum sp. merupakan anggrek yang paling lama membentuk protokorm. Biji Ascocentrum aurantiacum, Aerides odorata, Phalaenopsis luddemanniana, P. violacea, dan Cymbidium finlaysonianum tidak mampu membentuk protokorm. Dari penelitian ini diketahui bahwa media VW dapat digunakan untuk konservasi anggrek spesies alam melalui perbanyakan dengan menggunakan biji

    Makna Simbolik dan Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Seni Pakemplung di Kecamatan Naringgul Kabupaten Cianjur

    Get PDF
    ABSTRACT This study describes the art of Pakemplung in Kampung Tegal Bungur, Wanasari Village, Naringgul District, Cianjur Regency. This art is very rare and almost extinct. This study aims to explore the history of Pakemplung art, forms of performance, essence, symbols, functions, and to identify and collect Pakemplung art documents. The method used is descriptive with a qualitative approach. Data collection techniques using interviews, observation, and documentation. The results of research, Pakemplung art is used as a medium to get closer to God and a medium for interaction between players and spectators. As a whole, Pakemplung's art contains religious, compact, mutual cooperation, responsibility, observant, thoroughness, courage, beauty, neatness, authority, and servitude.Keywords: Pakemplung art, essence, symbols, functions ABSTRAKPenelitian ini tentang kesenian pakemplung di Kampung Tegal Bungur Desa Wanasari Kecamatan Naringgul Kabupaten Cianjur. Pakemplung adalah kesenian yang hanya terdapat di Kampung Tegal Bungur dan merupakan kesenian yang langka, bahkan tengah menuju pada kepunahan. Penelitian ini bertujuan menguak sejarah, bentuk pertunjukan, makna, simbol, dan fungsi pakemplung, serta mengidentifikasi dan mengumpulkan dokumentasinya. Metode yang digunakan adalah deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif.  Sumber data yang digunakan berupa sumber primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Validasi data menggunakan triangulasi sumber, dan dianalisis dengan kualitatif model interaktif. Adapun yang menjadi objek penelitian ini yaitu budaya kesenian pakemplung dengan subjek penelitian dari empat narasumber yang dipilih dengan menggunakan teknik snowball. Berdasarkan hasil penelitian maka dihasilkan seni Pakemplung sebagai media untuk mendekatkan diri dengan Tuhan dan tempat untuk melakukan proses interaksi antara pemain dengan penonton. Pakemplung secara keseluruhan mengandung makna religius, kekompakan, gotong royong, tanggungjawab, kejelian, ketelitian, keberanian, keindahan, kerapian, kewibawaan, dan penghambaan. Kata kunci: seni pakemplung, esensi, simbol, fungs

    Pengaruh Abusive Supervision terhadap Turnover Intention Karyawan Hotel

    Full text link
    Meskipun sebagian besar operasional pekerjaan rutin pada berbagai bisnis telah tergantikan oleh teknologi, namun pada bisnis perhotelan masih membutuhkan sejumlah orang untuk menyelesaikan pekerjaan operasionalnya. Ciri khas industri perhotelan adalah pada jam kerja operasionalnya. Bisnis hotel buka 24 jam dan berusaha sangat efisien dalam mempekerjakan orang. Jumlah orang terbatas, dan biasanya dibagi secara bergiliran. Karyawan yang terbatas itu harus melayani tamu tanpa keluhan. Kondisi ini menimbulkan tekanan bagi atasan, sehingga dapat menimbulkan sikap kurang menyenangkan atasan untuk mencapai kinerja yang sangat baik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak sikap kurang menyenangkan atasan terhadap keterikatan kerja karyawan hotel di Jakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif. Karyawan hotel dipilih sebagai responden dengan convenience sampling. Responden diminta untuk mengisi kuesioner mengenai profil mereka dan persepsi mereka tentang sikap kurang menyenangkan atasan serta dampaknya terhadap niat karyawan untuk mengundurkan diri. Analisis data menggunakan uji validitas dan reliabilitas, deskriptif (frekuensi dan mean), dan uji regresi linier sederhana. Hasilnya adalah terdapat pengaruh positif dan signifikan dari sikap kurang menyenangkan atasan terhadap niat karyawan untuk mengundurkan diri dari hotel di Jakarta

    Supplementary data: Roles and contribution of tomato WRKY genes to salt stress and powdery mildew resistance

    No full text
    WRKY is a transcription factor family unique to plants with diverse functions in defense pathways, abiotic stress tolerance and developmental programs. Family members are characterized by the conserved WRKY domain and significant sequence variation in the remainder of the protein, which is translated into distinct functions even for closely related genes. We utilized the extensive functional characterization of the Arabidopsis thaliana WRKY family to identify tomato homologues of Arabidopsis WRKY genes that are involved in defense responses (AtWRKY 11, 29, 48, 70 and 72). In total 13 tomato WRKY homologues were identified for these genes, of which 9 were successfully over-expressed, and 12 stably silenced via RNAi in transgenic tomato lines. The transgenic lines were evaluated for their response to salt stress, powdery mildew resistance and the combination of these stresses. Lines overexpressing SlWRKY11 and SlWRKY23, and RNAi lines of SlWRKY7 and SlWRKY9 showed both increased biomass and improved salt tolerance. For SlWRKY11 and SlWRKY23 overexpression (OE) lines, this was accompanied by a moderate increase in oxidative stress tolerance. The SlWRKY6-OE line showed strongly improved salt stress tolerance, but a growth penalty under control conditions. Exceptional phenotypes were observed for the SlWRKY10-OE line (stunted growth) and the RNAi line SlWRKY23-RNAi (necrotic symptoms), but these phenotypes were partly restored to normal under salt stress. Both these lines exhibited increased resistance to powdery mildew, but this was compromised when the plants were put under salt-stress as well. Important functions for tomato WRKY genes were revealed in both the abiotic and biotic stress response and several genes should be further explored to elucidate their downstream regulatory functions that lead to increased stress tolerance

    Orchid fruit and root movement analyzed using 2D photographs and a bioinformatics pipeline for processing sequential 3D scans

    Get PDF
    Premise: Most studies of the movement of orchid fruits and roots during plant development have focused on morphological observations; however, further genetic analysis is required to understand the molecular mechanisms underlying this phenomenon. A precise tool is required to observe these movements and harvest tissue at the correct position and time for transcriptomics research. Methods: We utilized three-dimensional (3D) micro–computed tomography (CT) scans to capture the movement of fast-growing Erycina pusilla roots, and built an integrated bioinformatics pipeline to process 3D images into 3D time-lapse videos. To record the movement of slowly developing E. pusilla and Phalaenopsis equestris fruits, two-dimensional (2D) photographs were used. Results: The E. pusilla roots twisted and resupinated multiple times from early development. The first period occurred in the early developmental stage (77–84 days after germination [DAG]) and the subsequent period occurred later in development (140–154 DAG). While E. pusilla fruits twisted 45° from 56–63 days after pollination (DAP), the fruits of P. equestris only began to resupinate a week before dehiscence (133 DAP) and ended a week after dehiscence (161 DAP). Discussion: Our methods revealed that each orchid root and fruit had an independent direction and degree of torsion from the initial to the final position. Our innovative approaches produced detailed spatial and temporal information on the resupination of roots and fruits during orchid development
    corecore