5 research outputs found
Pengaruh konflik sosial-politik terhadap hasil produksi dan interaksi sosial di Perkebunan Ajinantra (1961-1970)
Kegagalan operasi militer Gerakan 30 September 1965 di Jakarta telah mendorong terjadinya konflik yang diiringi aksi kekerasan massal di sejumlah daerah di Indonesia. Salah satu lingkungan yang terdampak oleh konflik ini adalah perkebunan di Jawa Timur. Tulisan ini mengangkat permasalahan yang berkaitan dengan pengaruh konflik pasca G-30-S di lingkungan Perkebunan Ajinantra, Jawa Timur, dengan fokus pada aspek ekonomi dan sosialnya. Tulisan ini menggunakan metode penelitian sejarah dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini mencapai empat kesimpulan. Pertama, ditemui keterkaitan antara hasil produksi dengan kondisi interaksi sosial masyarakat Perkebunan Ajinantra. Kedua, hasil produksi dapat digunakan untuk menganalisis dinamika konflik yang terjadi dalam masyarakat perkebunan di Jawa Timur pasca G-30-S/1965. Ketiga, konflik dalam masyarakat perkebunan, terutama dalam kasus Perkebunan Ajinantra mengakibatkan penurunan interaksi sosial masyarakat perkebunan dan meningkatnya rasa curiga warga masyarakat terhadap sesama penghuni perkebunan. Keempat, di Jawa Timur terdapat upaya-upaya optimal untuk meminimalisasi dampak konflik sosial, sebagaimana tercermin dalam kasus Perkebunan Ajinantra. Kata kunci: konflik pasca G-30-S/1965, hasil produksi, interaksi sosia
PRAKTIK PERDUKUNAN MENURUT TIGA PRASASTI PENINGGALAN KEDATUAN SRIWIJAYA ABAD KE 6 – 7 MASEHI
Praktik perdukunan banyak digunakan untuk berbagai macam kepentingan. Salah satunya ialah penggunaan santet (ilmu magis) dari seorang dukun. Ini dinilai sebagai tindakan yang merugikan dan membahayakan masyarakat. Praktik perdukunan memang sudah mengakar di Nusantara seperti terlihat pada prasasti-prasasti peninggalan Kedatuan Sriwijaya. Penelitian ini mengambil objek penelitian tiga prasasti peninggalan Kedatuan Sriwijaya, yakni prasasti Kota Kapur, Palas Pasemah, dan Telaga Batu. Penelitian ini bertujuan untuk membahas bentuk praktik dan sifat perdukunan dalam tiga prasasti peninggalan Kedatuan Sriwijaya. Penelitian yang termasuk ke dalam ranah kajian ilmu epigrafi ini menggunakan penalaran induktif. Metode penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif. Penelitian terhadap tiga prasasti berangka tahun abad 6-7 M ini menunjukkan bahwa isi tiga prasasti ini mengandung kalimat-kalimat yang mengindikasikan adanya praktik perdukunan. Praktiknya adalah mencelakakan dan merugikan seseorang. Praktik ini beraliran hitam dan bersifat negatif sehingga dilarang oleh pemerintah Kedatuan Sriwijaya. Pelakunya akan mendapatkan kutukan dari raja sebagai hukuman
PERBANDINGAN STRUKTUR PRASASTI BERBAHASA MELAYU KUNO KEDATUAN SRIWIJAYA DAN KERAJAAN MATARAM KUNO ABAD KE 7-8 MASEHI
Prasasti berbahasa Melayu Kuno umumnya memiliki keterkaitan dengan Kedatuan Sriwijaya yang mulai menampakkan pengaruhnya di tanah Sumatra pada abad ke-7 Masehi. Selain prasasti berbahasa Melayu Kuno peninggalan Kedatuan Sriwijaya. Beberapa prasasti berbahasa Melayu Kuno juga ditemukan sebagai peninggalan Kerajaan Mataram Kuno. Struktur prasasti berbahasa Melayu Kuno dan pengaruhnya terhadap hubungan antara Kedatuan Sriwijaya dan Kerajaan Mataram Kuno diangkat menjadi permasalahan yang akan dibahas dalam artikel ini dengan tujuan untuk memberikan interpretasi baru terkait fenomena keberadaan Prasasti berbahasa Melayu Kuno terutama di Jawa. Peneltian ini mengemukakan bahwa Kedatuan Sriwijaya memainkan peran dominan dalam melakukan infiltrasi budaya di Kerajaan Mataram Kuno dan menemukan indikasi adanya infiltrasi politis maupun konsep tatanan politik dari Kedatuan Sriwijaya di Kerajaan Mataram Kuno
PENERAPAN MANASARA-SILPASASTRA SEBAGAI FAKTOR YANG MEMENGARUHI PEMILIHAN LETAK PETIRTAAN DEREKAN DALAM KOMPLEKS CANDI NGEMPON, SEMARANG, JAWA TENGAH
Terdapat beberapa petirtaan di Jawa Tengah yang merupakan bagian integral dari sebuah candi. Fenomena ini dapat dilihat pada tata ruang Candi Ngempon yang terletak tidak jauh dari Petirtaan Derekan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan kitab Manasara-Silpasastra yang memengaruhi tata letak petirtaan dengan suatu candi sebagai satu bagian integral. Penelitian ini dilakukan dengan analisis data sekunder yang diperoleh dari studi pustaka dan wawancara. Data sekunder tersebut kemudian menjadi dasar dilakukannya crosscheck dengan melakukan pengamatan lapangan. Dari metode tersebut diperoleh kesimpulan bahwa tata ruang Pechaka dalam Manasara[1]Silpasastra diduga menjadi dasar pemilihan letak Candi Ngempon yang berada di sisi timur laut Petirtaan Derekan sehingga menunjukan adanya penerapan kitab Manasara-Silpasastra dalam kasus ini
There are several petirtaans or bathing structures in Central Java that become an integral part of a temple complex. Such a phenomenon can be seen in the layout of Ngempon Temple and Petirtaan Derekan which are located close to each other. This research aims to analyze the implementation of the book of Manasara-Silpasastra in the layout of Petirtaan Derekan and Ngempon Temple as an integrated whole. The research was carried out by analyzing secondary data obtained from a literature review and interviews. The secondary data were corroborated with data obtained from field observations. Results of the analysis indicate that the layout of Pechaka in Manasara-Silpasastra might become the basis for the positioning of Ngempon Temple at the northeast of Petirtaan Derekan. This shows that the book of Manasara-Silpasastra might be implemented in the layout of the complex of Ngempon temple.Terdapat beberapa petirtaan di Jawa Tengah yang merupakan bagian integral dari sebuah candi. Fenomena ini dapat dilihat pada tata ruang Candi Ngempon yang terletak tidak jauh dari Petirtaan Derekan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan kitab Manasara-Silpasastra yang memengaruhi tata letak petirtaan dengan suatu candi sebagai satu bagian integral. Penelitian ini dilakukan dengan analisis data sekunder yang diperoleh dari studi pustaka dan wawancara. Data sekunder tersebut kemudian menjadi dasar dilakukannya crosscheck dengan melakukan pengamatan lapangan. Dari metode tersebut diperoleh kesimpulan bahwa tata ruang Pechaka dalam Manasara[1]Silpasastra diduga menjadi dasar pemilihan letak Candi Ngempon yang berada di sisi timur laut Petirtaan Derekan sehingga menunjukan adanya penerapan kitab Manasara-Silpasastra dalam kasus ini
There are several petirtaans or bathing structures in Central Java that become an integral part of a temple complex. Such a phenomenon can be seen in the layout of Ngempon Temple and Petirtaan Derekan which are located close to each other. This research aims to analyze the implementation of the book of Manasara-Silpasastra in the layout of Petirtaan Derekan and Ngempon Temple as an integrated whole. The research was carried out by analyzing secondary data obtained from a literature review and interviews. The secondary data were corroborated with data obtained from field observations. Results of the analysis indicate that the layout of Pechaka in Manasara-Silpasastra might become the basis for the positioning of Ngempon Temple at the northeast of Petirtaan Derekan. This shows that the book of Manasara-Silpasastra might be implemented in the layout of the complex of Ngempon temple