56 research outputs found

    Naturally occurring cell death and differentiation of developing spinal motoneurons following axotomy

    Get PDF
    The purpose of this study was to examine the effects of axon transection on the development and differentiation of spinal motoneurons in the bullfrog (Rana catesbeiana) tadpole. The 3 ventral roots (VRs) that innervate the hindlimb were transected, and the animals were killed 6-7 weeks later (reinnervation took place within 3 weeks). At early stages of development, axotomy resulted in an increase in the number of spinal motoneurons on the operated side. By histological criteria, these motoneurons appeared more differentiated than those in normal tadpoles. Axotomy was effective in increasing motoneuron number only during the period of naturally occurring cell death. Similar effects were seen when the transected VRs were ligated to prevent regeneration. Hindlimb amputation without VR transection had no effect on motoneuron number or differentiation. Thus, target removal is neither a necessary nor a sufficient condition for hyperplasia of the lateral motor column. An extreme loss of spinal motoneurons was seen if the operated tadpole entered into metamorphic climax during the 6-7-week postoperative survival period. Motoneuron loss occurred although the injured motoneurons had reconnected to the hindlimb. In contrast, tadpoles allowed to survive up to 6 months showed no loss of motoneurons if they did not enter metamorphic climax. From these data, it appears axon transection in developing spinal motoneurons exerts its effects on motoneuron number and differentiation by altering the metabolic state of the motoneuron (axon reaction) rather than by depriving it of contact with its target

    RANCANG BANGUN ALAT DESALINASI AIR LAUT TENAGA SURYA SISTEM PASIF KEMIRINGAN GANDA DENGAN AIR SEBAGAI PENDINGIN KACA LUAR

    Get PDF
    Air bersih memegang peranan dan bertanggung jawab atas kehidupan. Kebutuhan akan air bersih terus meningkat karena penggunaannya di berbagai bidang kehidupan,seperti bidang pertanian, industri, dan populasi. Untuk mencegah terjadinya kekurangan air, sangat penting untuk menunjukkan kesenjangan antara permintaan dan pasokan air minum dengan mengembangkan teknologi pemurnian air. Tenaga surya/ energi matahari (sumber energi terbarukan) dalam bentuk penyulingan adalah salah satu teknologi yang paling menjanjikan, sederhana, dan ekonomis untuk pemurnian garam dan air payau Dalam penelitian skripsi ini, secara eksperimental dan teoritis dibahas mengkaji dan membandingkan teknologi penyulingan air laut / desalinasi sistem pasif kemiringan ganda dengan penambahan air pendingin kaca bagian luar dengan air dilairkan oleh pompa DC bertenaga surya dari photovoltaic dengan tanpa pendingin kaca luar. Dalam pekerjaan ini, desalinasi kemiringan ganda pasif dengan luas wilayah cekungan seluas 1.932 m2 dengan permukaan kaca 1 m2 dengan dua potong dengan ketebalan kaca 3 mm dan sudut kemiringan kaca 15o. Permukaan air dari dasar 20 mm dan diuji selama 7 hari dimulai pukul 08.00-18.00 WIB. Hasil perbandingan produksi air bersih dari kedua alat menunjukkan produktivitas alat desalinasi dengan penambahan air pendingin kaca bagian luar lebih tinngi dibandingkan alat desalinasi tanpa pendingin kaca luar

    STUDY EXPERIMENTAL UNTUK ALAT PENGERING BIJI KOPI TENAGA SURYA SISTEM KONTINU

    Get PDF
    Sebagai salah satu bentuk energi terbarukan, energi surya merupakan salah satu sumber energi yang berpotensi untuk dimanfaatkan terutama di daerah beriklim tropis. Salah satu pemanfaatan energi surya yang paling sering digunakan yaitu pengeringan. Dalam penelitian kali ini pengeringan dilakukan secara kontinu pada kopi dengan media pelat datar bersirip sebagai absorbernya. Menggunakan sel photovoltaic sebagai sumber energi listrik untuk mengalirkan udara panas ke ruang pengering. Adapun tujuan penelitian ini adalah mengetahui efisiensi solar kolektor dan ruang pengering kopi yang diuji, bertujuan agar nantinya dapat digunakan oleh khalayak banyak. Alat ini terdiri dari dua buah kolektor yaitu satu kolektor dengan sudut kemiringan 0o dan yang satu kolektor lain dengan sudut 20o serta rumah pengeringnya. Besar efisiensi kolektor yaitu sebesar 78%. Sedangkan untuk efisiensi rumah pengering adalah sebesar 79%

    PENGARUH LAJU ALIRAN BIOGAS TERHADAP PERFORMANSI MESIN GENSET DIESEL SATU SILINDER DENGAN MENGGUNAKAN DUAL FUEL

    Get PDF
    Biogas dari kotoran sapi, dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif bagi mesin diesel. Pada penelitian ini, biogas digunakan sebagai bahan bakar pada mesin genset diesel satu silinder, yang telah dimodifikasi agar dapat bekerja pada kondisi bahan bakar ganda ( dual fuel ) untuk menghasilkan listrik. Laju aliran bahan bakar biogas divariasikan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap performansi mesin tersebut. Performansi yang dihitung adalah daya, torsi, konsumsi bahan bakar spesifik (SFC), efisiensi thermal, dan Rasio perbandingan udara bahan bakar (AFR) yang didapat dari hasil pengujian mesin dengan menggunakan beban statis 400 dan 800 Watt, dan juga putaran mesin yang dinaikkan perlahan dari 900 hingga 1400 RPM. Hasil pengujian performansi yang didapat kemudian dibandingkan dengan mesin genset diesel yang sama yang menggunakan bahan bakar solar murni, sehingga dapat diketahui pengaruh dari bahan bakar biogas terhadap performansi mesin diesel tersebut. Pengujian emisi gas buang juga dilakukan untuk mengetahui kelayakan gas buang dari mesin yang menggunakan bahan bakar solar dan biogas. Perbandingan nilai ekonomis juga dihitung untuk mengetahui efiesensi nilai ekonomis dari perubahan bahan bakar. Dari pengujian didapatkan bahwa daya dan torsi mesin cenderung menurun untuk beberapa laju aliran aliran biogas, efisiensi thermal dan AFR juga menurun untuk seluruh laju aliran biogas sedangkan SFC meningkat untuk seluruh laju aliran biogas. Dengan memakai biogas, biaya ekonomis yang dikeluarkan juga menurun. Sedangkan hasil pembakaran yang terbaik didapat saat mesin menggunakan bahan bakar solar murni

    Anatomical and behavioral recovery from the effects of spinal cord transection: dependence on metamorphosis in anuran larvae

    Get PDF
    This study of spinal cord injury in bullfrog (Rana catesbeiana) tadpoles using the neuroanatomical tracer horseradish peroxidase (HRP) was undertaken to determine (1) whether the same anatomical regions that normally give rise to ascending or descending spinal tracts do so following complete spinal cord transection and (2) whether the course of behavioral recovery could be related to the anatomical results. The results of this study show that (1) spinal cord continuity is readily restored in tadpoles subjected to spinal cord transection, but nerve fibers crossing the site of injury end within 1 to 2 mm of the lesion site; (2) tadpoles with spinal cord transections held through metamorphosis show, as juvenile frogs, restoration of lumbar projections from all brainstem regions that normally project to the lumbar spinal cord; (3) neither long ascending projections from dorsal root ganglion cells nor those from spinal neurons caudal to the transection traverse the transection site, even after metamorphosis; and (4) consistent with the anatomical results, tadpoles show only minimal behavioral recovery, but these same animals as juvenile frogs show recovery of behaviors that are dependent upon connections to supraspinal regions. In other experiments, [3H]thymidine or [3H]apo-HRP was combined with HRP histochemistry to determine if new brainstem neurons projecting to the spinal cord are born in the metamorphic period and if, in normal animals, brainstem projections to the lumbar spinal cord persist through metamorphosis. We found no evidence that neurons with lumbar spinal cord projections are born during metamorphosis; however, evidence was found that most brainstem neurons that project to the lumbar spinal cord before metamorphosis retain this projection in the juvenile frog

    ANALISA SALURAN PENGERING BERBENTUK SILINDER PADA MESIN PENGERING PAKAN TERNAK SISTEM POMPA KALOR

    Get PDF
    Analisa ini bertujuan untuk mengatasi masalah yang dihadapai para produsen pakan ternak untuk mengeringkan pakan ternak yang sudah dicacah dalam keadaan lembab menjadi kering agar tahan lebih lama.Adapun yang menjadi tujuan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai rasio humiditas udara yang terdapat pada saluran pengering, untuk mengetahui laju perpindahan panas disaluran pengering, untuk mengetahui laju pengeringan pakan ternak, untuk mengetahui laju ekstraksi penguapan spesifik, untuk mengetahui kebutuhan energi spesifik, dan untuk mengetahui biaya yang dibutuhkan saat proses pengeringan.Sebelum pengujian dilakukan terlebih dahulu disiapkan alat dan bahan pengujian ,kemudian pakan ternak ditimbang hingga massanya 1000 gram.Pakan ternak tersebut dijatuhkan dari masuk saluran menuju keluar saluran dan ditimbang pengurangan massa yang terjadi .Hasil analisa diperoleh bahwa nilai rata –rata rasio humiditas pada masuk saluran sebesar 22,04 g/kg dan pada keluar saluran sebesar 21,84 g/kg . Nilai laju perpindahan panas pada saluran pengering adalah 155,76 W dan nilai koefisien geseknya sebesar 23,1887. Nilai laju pengeringan pakan ternak pada saluran pengering adalah 0.1374 kg/jam.Nilai laju ekstraksi air spesifik adalah 0.096 kg/kWh. Konsumsi energi spesifik untuk adalah 10,407 kWh/kg.Biaya yang dibutuhkan untuk proses pengeringan adalah Rp 10.053,71,- per kilogram

    Guidance of regenerating motor axons in larval and juvenile bullfrogs

    Get PDF
    The segmental distribution of regenerating bullfrog motor axons was mapped in advanced tadpoles and juvenile frogs by stimulating selected muscle nerves and recording from the distal ends of the 3 lumbar ventral roots (VRs) that innervate the hindlimb. When motoneurons were axotomized by VR transection, they reestablished their original innervation fields, rarely, if ever, growing beyond the territory normally supplied by their spinal segment. However, when motoneurons were axotomized in the spinal nerves at the level of the hindlimb plexus, some of them regenerated into limb nerves that lay outside the axons' normal segmental boundaries, and many regenerated into the medial femoral cutaneous nerve, a pathway normally limited to sensory axons. These observations suggest that the ultimate destinations of regenerating axons are largely determined by structures the axons encounter as they penetrate the distal nerve stumps. Thus, axons regenerating from a severed VR grow into that root's own distal stump and reinnervate the hindlimb in a manner that is segmentally appropriate; axons transected near the plexus have access to the pathways of sensory, as well as motor, axons in all 3 lumbar segments, and establish innervation fields that are inappropriate for their segment of origin and their motor function

    PENGUJIAN KEMAMPUAN ADSORPSI DARI ADSORBEN ALUMINA AKTIF UNTUK MESIN PENDINGIN TENAGA SURYA

    Get PDF
    Akhir-akhir ini mesin pendingin siklus adsorpsi semakin banyak diteliti oleh para ahli karenadisamping ekonomis juga ramah lingkungan dan menggunakan energy terbarukan yaitu energi surya.Agar proses adsorpsi dan desorpsi mesin pendingin adsorpsi dapat berjalan dengan baik perludiketahui jumlah perbandingan yang ideal antara adsorben dengan refrigeran yang digunakan. Disiniuntuk mencari perbandingan antara absorben alumina aktif menggunakan baut maupun tidakmenggunakan baut. Data tersebut dapat dicari menggunakan alat penguji kapasitas adsorpsi. Alatpenguji kapasitas adsorpsi yang digunakan dilengkapi dengan lampu halogen 1000 W sebagai sumberpanas. Adsorber pada alat penguji ini terbuat dari bahan stainless steel yang bertujuan agar tahanterhadap korosi akibat dari variasi refrigeran yang digunakan. Alumina aktif yang digunakan sebagaiadsorben sebanyak 1 kg. Sedangkan variasi refrigeran yang digunakan yaitu amonia. Kapasitas amoniayang dapat diadsorpsi dan didesorpsi oleh adsorben alumina aktif mengunakan baut diisolasi adalahsebanyak 300 mL. Sedangkan kapasitas amonia yang dapat diadsorpsi dan didesorpsi oleh adsorbenalumina aktif tidak menggunakan baut diisolasi adalah sebanyak 220 mL

    ANALISA MESIN PENDINGIN ADSORPSI DENGAN MENGGUNAKAN TENAGA MATAHARI

    Get PDF
    Penggunaan energi besar – besaran saat ini telah membuat membuat manusia mengalami krisis energi. Untuk mengatasi krisis energi di masa depan beberapa alternatif sumber energi mulai dikembangkan, salah satunya ialah energi matahari. Energi matahari biasa digunakan sebagai penerang dan sumber panas bagi kehidupan sehari - hari namun ternyata energi matahari dapat dikembangkan menjadi sumber energi lainnya misalnya untuk pendingin. Mesin pendingin siklus adsorpsi ini digerakkan oleh tenaga matahari dan tidak menggunakan energi mekanik sama sekali. Mesin pendingin siklus adsorpsi memiliki 3 komponen utama yaitu kolektor, kondensor, dan evaporator. Ketiga komponen utama alat ini terbuat dari bahan stainless steel yang bertujuan agar tahan terhadap korosi akibat dari refrigeran yang digunakan. Tujuan dari peneltian ini untuk mengetahui temperatur maksimum pada kolektor dan temperatur minimum pada air yang di dinginkan dan mengetahui laju perpindahan panas dari kolektor, kondensor, dan evaporator. Prosedur pengujian dengan memanaskan kolektor surya (desorpsi) dari pukul 08.00 WIB - 17.00 WIB, sedangkan proses pendinginan alamiah (adsorpsi) berlangsung dari pukul 17.00 WIB – 08.00 WIB. Pada penelitian ini menggunakan pasangan Alumina aktif moleculer seave 13X sebagai adsorben sebanyak 7 Kg dan methanol sebagai refrigerant sebanyak 4 L. Dari hasil pengujian dan perhitungan yang telah dilakukan didapat bahwa temperatur maksimum pada kolektor 102 oC dan temperatur minimum air 18,40 oC. Efisiensi kolektor tertinggi pada hasil pembahasan adalah 52 %

    PENGARUH MAGNETASI BAHAN BAKAR TERHADAP PERFORMANSI MOBIL DIESEL PRODUKSI TAHUN 2014

    Get PDF
    Kesempurnaan pembakaran yang diindikasikan dengan rendahnya emisi gas buang yang dihasilkan serta penurunan konsumsi bahan bakar pada Mesin Diesel, terus menerus dikembangkan dan dilakukan penelitian. Begitu pula penggunaan magnet untuk memperbaiki karakteristik muatan listrik campuran bahan bakar dan udara agar didapat campuran yang homogen, hal ini terus menerus dikembangkan dan diteliti. Pada penelitian ini dilakukan pada mobil Pajero Sport Dakar Diesel dengan menggunakan alat magnetasi bahan bakar. Kuat medan magnet yang berbeda-beda, penempatan posisi alat magnetasi pada fuel line, variasi putaran 1000 sampai 3000 rpm dengan mesin konstan. Dari hasil pengujian dan perhitungan yang telah dilakukan didapat bahwa penggunaan magnetasi dapat menurunkan konsumsi bahan bakar sampai dengan 26% dan meningkatkan efisiensi thermal sampai dengan 4,5%. Demikian juga pengamatan terhadap emisi gas buang yang dihasilkan menunjukkan penurunan opasitas yang lebih rendah dari pada tidak menggunakan magnetasi
    • …
    corecore