9 research outputs found
THE EFFECT OF REVERSE FLOTATION METHOD ON SILICA SAND AS WATERPROOFING MORTAR
THE EFFECT OF REVERSE FLOTATION METHOD ON SILICA SAND AS WATERPROOFING MORTAR. Waterproof fabrication mortar cement by silica sand using reverse flotation silica (RFS) method was evaluated by waterproof absorption coefficient, compressive strength test, attractive test, and contact angle. RFS is used to replace waterproof agent and aggregate mortar to reduce cost. The aims of this experiment are to know the RFS process, the ratio between waterproof mortar cement with RFS and mortar, to determine performance and characteristic waterproof mortar cement. Methods used are prepared RFS, mortar cement fabrication, and testing (compressive strength, tensile strength, permeability, contact angle, XRF, FTIR, SEM, BET). Variable used are ratio cement/silica sand, concentrations of CaCl2, curing time, oleic acid, and sodium oleate addition. Optimum collector addition is obtained by oleic acid with compress strength 167.65 kg/cm2, tensile strength 0.16 MPa, permeability 4.6 cm, and contact angle 95°. Curing inside water effect and outside temperature give compress strength 167.65 kg/cm2 and 163.24 kg/cm2, permeability curing inside the water and outside temperature are 4.6 cm and 12 cm. Optimum CaCl2 addition is gained at CaCl2 1.8M with compress strength 64.29 kg/cm2, tensile strength 0.15 MPa, permeability 2.4 cm, contact angle 95°. Optimum ratio cement/RFS is 1:1 with compress strength 167.65 kg/cm2, tensile strength 0.16 MPa, permeability 4.6 cm, and contact angle 950
BIODIESEL DARI MINYAK JARAK PAGAR DENGAN TRANSESTERIFIKASI METANOL SUBKRITIS
Percobaan bertujuan untuk mengetahui pengaruh temperatur, dan waktu reaksi terhadap yield dan kandungan biodiesel yang diproduksi dari tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.). Percobaan dilakukan dalam sebuah reaktor batch dengan kondisi reaksi rasio mol minyak dan metanol adalah 1:30 dengan variabel temperatur reaksi 125oC, 175oC, dan 225oC dengan waktu reaksi 2jam, 4jam, dan 6jam. Kemudian sampel akan dianalisis dengan uji FFA (Free Fatty Acid) dan GC (Gas Chromatography). Hasil analisis dapat digunakan untuk menentukan yield biodiesel. Peningkatan temperatur, menunjukkan bahwa nilai FFA cenderung menurun sedangkan nilai yield meningkat. Semakin lama waktu reaksi maka nilai FFA cenderung menurun sedangkan nilai yield meningkat. Total jumlah % area Methyl ester pada metode metanol subkritis 68,19% degan komponen terbesar adalah methyl oleat sebesar 38,108%. Nilai FFA terbaik pada rasio mol 1:30, temperatur 225 oC sebesar 2,12% sedangkan nilai yield terbaik pada rasio mol 1:30, temperatur 225 oC, waktu 6 jam sebesar 98,9%. Pada percobaan dapat diketahui nilai optimasi yang didapatkan pada variabel 1:30 dengan temperatur 225oC dan waktu 6jam pada pembuatan biodiesel dengan metode transesterifikasi minyak jarak (Jatropha curcas L.) dengan metanol pada kondisi subkritis. Kata kunci: biodiesel; metanol subkritis; minyak jarak (Jatropha curcas L.); transesterifikasi DOI : https://doi.org/10.33005/jurnal_tekkim.v14i2.203
SINTESA PARTIKEL MAKROPORI ZIRCONIA DENGAN MENGGUNAKAN METODE BATCH DAN CONTINUOUS HYDROTHERMAL
Material berpori berperan penting di banyak industri dan aplikasi yang membutuhkan properti seperti luas permukaan yang tinggi, pengayakan molekul dan teknologi filtrasi serta kontrol atas sifat optik. Penelian ini bertujuan untuk menghasilkan partikel makropori dengan metode Batch dan Continuous Hydrothermal, mempelajari pengaruh kondisi operasi hydrothermal dan konsentrasi sacrificial template terhadap pembentukan partikel makropori tersebut dan mengevaluasi performance partikel makropori yang dihasilkan. Pembuatan material berpori ini menggunakan media sacrificial template dengan proses batch dan continuous hydrothermal yang dilanjutkan dengan proses kalsinasi. Sintesis hidrotermal dapat didefinisikan sebagai metode sintesis partikel tunggal yang tergantung pada kelarutan mineral dalam air panas di bawah tekanan tinggi (T>100 C; P>1atm). Keunggulan metode ini adalah memiliki kemampuan untuk membuat fase partikel yang tidak stabil pada titik leburnya, ramah lingkungan dan, selain itu bahan yang memiliki tekanan uap tinggi dekat titik lebur juga dapat tumbuh dengan metode hidrotermal. Pada metode ini larutan prekursor dimasukkan ke dalam reaktor tube stainless steel dan dipanaskan dalam furnace kemudian didinginkan dan diamkan sehingga muncul endapan produk kemudian endapan dikeringkan dalam suhu 600C yang dilanjutkan proses kalsinasi pada suhu 6000C dan 9000C. Sementara itu metode analisa yang digunakan untuk menganalisa hasil eksperimen adalah SEM (scanning electron microscope) dan TEM (Transmission Electron Mircoscope) untuk analisa morfologinya, XRD (X-ray Diffraction) untuk analisa kemurnian dan derajat kristalnya, SAA (Surface Area Analyzer) untuk analisa luas permukaan dan porositas, FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy) untuk analisa ikatan atom dan PSA (Particle Size Analyzer) untuk analisa distribusi dan ukuran partikel.Variabel yang diberikan dalam eksperimen ini adalah konsentrasi dari larutan prekusor (0,1M; 0,2M; 0,3M). Suhu sistem 200-3500C untuk proses batch dan kontinyu, dan waktu reaksi sintesis 5 jam untuk batch dan 7-13 menit untuk kontinyu. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, hot plate dan magnetic stirer, furnace, tube stainless steel reaktor, dan flow reaktor
SINTESA PARTIKEL MAKROPORI ZIRCONIA DENGAN MENGGUNAKAN METODE BATCH DAN CONTINUOUS HYDROTHERMAL
Material berpori berperan penting di banyak industri dan aplikasi yang membutuhkan properti seperti luas permukaan yang tinggi, pengayakan molekul dan teknologi filtrasi serta kontrol atas sifat optik. Penelian ini bertujuan untuk menghasilkan partikel makropori dengan metode Batch dan Continuous Hydrothermal, mempelajari pengaruh kondisi operasi hydrothermal dan konsentrasi sacrificial template terhadap pembentukan partikel makropori tersebut dan mengevaluasi performance partikel makropori yang dihasilkan. Pembuatan material berpori ini menggunakan media sacrificial template dengan proses batch dan continuous hydrothermal yang dilanjutkan dengan proses kalsinasi. Sintesis hidrotermal dapat didefinisikan sebagai metode sintesis partikel tunggal yang tergantung pada kelarutan mineral dalam air panas di bawah tekanan tinggi (T>100 C; P>1atm). Keunggulan metode ini adalah memiliki kemampuan untuk membuat fase partikel yang tidak stabil pada titik leburnya, ramah lingkungan dan, selain itu bahan yang memiliki tekanan uap tinggi dekat titik lebur juga dapat tumbuh dengan metode hidrotermal. Pada metode ini larutan prekursor dimasukkan ke dalam reaktor tube stainless steel dan dipanaskan dalam furnace kemudian didinginkan dan diamkan sehingga muncul endapan produk kemudian endapan dikeringkan dalam suhu 600C yang dilanjutkan proses kalsinasi pada suhu 6000C dan 9000C. Sementara itu metode analisa yang digunakan untuk menganalisa hasil eksperimen adalah SEM (scanning electron microscope) dan TEM (Transmission Electron Mircoscope) untuk analisa morfologinya, XRD (X-ray Diffraction) untuk analisa kemurnian dan derajat kristalnya, SAA (Surface Area Analyzer) untuk analisa luas permukaan dan porositas, FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy) untuk analisa ikatan atom dan PSA (Particle Size Analyzer) untuk analisa distribusi dan ukuran partikel.Variabel yang diberikan dalam eksperimen ini adalah konsentrasi dari larutan prekusor (0,1M; 0,2M; 0,3M). Suhu sistem 200-3500C untuk proses batch dan kontinyu, dan waktu reaksi sintesis 5 jam untuk batch dan 7-13 menit untuk kontinyu. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, hot plate dan magnetic stirer, furnace, tube stainless steel reaktor, dan flow reaktor
Studi Kinetika Adsorpsi Metil Biru Menggunakan Karbon Aktif Limbah Kulit Pisang
Indonesia adalah negara berkembang dengan ribuan perusahaan di sektor industri yang menghasilkan limbah. Pisang adalah produk umum yang paling dikenal di masyarakat. Bagian pisang seperti kulitnya belum digunakan secara optimal namun dapat dikembangkan menjadi karbon aktif. Penelitian ini bertujuan memanfaatkan limbah kulit pisang sebagai adsorben untuk menghilangkan limbah pewarna metil biru pada industri tekstil. Pada umumnya limbah industri tekstil saat ini banyak mengandung pewarna. Adsorben yang digunakan untuk mengurangi kadar pewarna dalam limbah perlu dikembangkan. Kapasitas adsorpsi limbah kulit pisang dalam penelitian diamati, termasuk jumlah adsorben yang harus ditentukan dan konsentrasi limbah untuk menghilangkan pewarna tekstil. Sebelum digunakan sebagai adsorben, karbon aktif limbah kulit pisang harus diaktivasi menggunakan 0,1 N dan 0,5 N larutan NaOH. Larutan metil biru dibuat dalam berbagai konsentrasi untuk menentukan kurva kalibrasi standar menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Karakterisasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Scanning Electron Microscopy (SEM) untuk mengetahui morfologi partikel karbon aktif. Hasilnya menunjukkan bahwa karbon aktif limbah kulit pisang akan menjadi alternatif untuk menghilangkan metil biru dengan proses adsorpsi dengan memiliki daya adsorbsi rata-rata sebesar 14,12 %. Kinetika adsorpsi dari penelitian ini menggunakan model pseudo orde satu yaitu persamaan Lagergren dan pseudo-orde ke dua yang dikembangkan oleh Ho dan McKay yang menghasilkan konstanta adsorpsi k1 dari pseudo-ordesatu dalam larutan limbah tekstil dengan perbandingan konsentrasi antara limbah tekstil dengan aquades sebesar 3 : 7 (v/v) dengan aktivasi larutan 0,1 dan 0,5 N larutan NaOH adalah 0,0066 dan 0,0033 min-1 sedangkan untuk model hasil pseudo-orde ke dua k2 dengan aktivasi larutan 0,1 dan 0,5 N larutan NaOH adalah 1,8172 dan 1,2539 min-1.
Indonesia is a developing country that has thousands of companies in the industrial sector that generally produce waste. Banana is the general product that mostly known in society. The other part of banana only as a waste product, such as banana peel that have not used optimally yet meanwhile it can be developed to be activated carbon. This research aims to use banana peels as an adsorbent for removing methylene blue. In general, textile industry waste currently contains many dyes. Adsorbents used to reduce dye levels in waste need to be developed. The adsorption capacity of banana peel adsorption is observed, including the dose of adsorbent that must be applied and the concentration of waste for removal of textile dyes. Before being used as an adosorbent, the activated carbon of banana peel must be activated by using 0.1 N and 0.5 NaOH solution. Methyl blue solutions were made in various concentrations to determine standard calibration curves using a UV-Vis spectrophotometer. The characterization was used to support this study such as Scanning Electron Microscopy (SEM) analysis to find out the morphology of activated carbon particles. The result indicate that the banana peel activated carbon would be an alternative for the removal of methylene blue by adsorption process with adsorption capacity as 14.12%. The adsorption kinetics of this study used model of pseudo-first order by Lagergren equation and pseudo-second order developed by Ho and Mc. Kay that result adsorption constant k1 of pseudo-first order in 3:7 (v/v) textile waste and aquadest by activation in 0.1 and 0.5 NaOH solution were 0.0066 dan 0,0033 min-1, while the model of pseudo-second order results k2 by activation in 0.1 and 0.5 NaOH solution were 1.8172 dan 1.2539 min-1
Studi Kinetika Adsorpsi Metil Biru Menggunakan Karbon Aktif Limbah Kulit Pisang
Indonesia adalah negara berkembang dengan ribuan perusahaan di sektor industri yang menghasilkan limbah. Pisang adalah produk umum yang paling dikenal di masyarakat. Bagian pisang seperti kulitnya belum digunakan secara optimal namun dapat dikembangkan menjadi karbon aktif. Penelitian ini bertujuan memanfaatkan limbah kulit pisang sebagai adsorben untuk menghilangkan limbah pewarna metil biru pada industri tekstil. Pada umumnya limbah industri tekstil saat ini banyak mengandung pewarna. Adsorben yang digunakan untuk mengurangi kadar pewarna dalam limbah perlu dikembangkan. Kapasitas adsorpsi limbah kulit pisang dalam penelitian diamati, termasuk jumlah adsorben yang harus ditentukan dan konsentrasi limbah untuk menghilangkan pewarna tekstil. Sebelum digunakan sebagai adsorben, karbon aktif limbah kulit pisang harus diaktivasi menggunakan 0,1 N dan 0,5 N larutan NaOH. Larutan metil biru dibuat dalam berbagai konsentrasi untuk menentukan kurva kalibrasi standar menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Karakterisasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Scanning Electron Microscopy (SEM) untuk mengetahui morfologi partikel karbon aktif. Hasilnya menunjukkan bahwa karbon aktif limbah kulit pisang akan menjadi alternatif untuk menghilangkan metil biru dengan proses adsorpsi dengan memiliki daya adsorbsi rata-rata sebesar 14,12 %. Kinetika adsorpsi dari penelitian ini menggunakan model pseudo orde satu yaitu persamaan Lagergren dan pseudo-orde ke dua yang dikembangkan oleh Ho dan McKay yang menghasilkan konstanta adsorpsi k1 dari pseudo-ordesatu dalam larutan limbah tekstil dengan perbandingan konsentrasi antara limbah tekstil dengan aquades sebesar 3 : 7 (v/v) dengan aktivasi larutan 0,1 dan 0,5 N larutan NaOH adalah 0,0066 dan 0,0033 min-1 sedangkan untuk model hasil pseudo- orde ke dua k2 dengan aktivasi larutan 0,1 dan 0,5 N larutan NaOH adalah 1,8172 dan 1,2539 min-1.
Indonesia is a developing country that has thousands of companies in the industrial sector that generally produce waste. Banana is the general product that mostly known in society. The other part of banana only as a waste product, such as banana peel that have not used optimally yet meanwhile it can be developed to be activated carbon. This research aims to use banana peels as an adsorbent for removing methylene blue. In general, textile industry waste currently contains many dyes. Adsorbents used to reduce dye levels in waste need to be developed. The adsorption capacity of banana peel adsorption is observed, including the dose of adsorbent that must be applied and the concentration of waste for removal of textile dyes. Before being used as an adosorbent, the activated carbon of banana peel must be activated by using 0.1 N and 0.5 NaOH solution. Methyl blue solutions were made in various concentrations to determine standard calibration curves using a UV-Vis spectrophotometer. The characterization was used to support this study such as Scanning Electron Microscopy (SEM) analysis to find out the morphology of activated carbon particles. The result indicate that the banana peel activated carbon would be an alternative for the removal of methylene blue by adsorption process with adsorption capacity as 14.12%. The adsorption kinetics of this study used model of pseudo-first order by Lagergren equation and pseudo-second order developed by Ho and Mc. Kay that result adsorption constant k1 of pseudo-first order in 3:7 (v/v) textile waste and aquadest by activation in 0.1 and 0.5 NaOH solution were 0.0066 dan 0,0033 min-1, while the model of pseudo-second order results k2 by activation in 0.1 and 0.5 NaOH solution were 1.8172 dan 1.2539 min-1
Activated Carbon from Palmyra Palm Peel as an Alternative Adsorbent for Removing Heavy Metal Ions Fe(III) and Cr(VI) in Industrial Waste
Palmyra palm peel served as raw material for preparing activated carbon. In addition to its high cellulose content, palmyra palm shells are also easily found in Gresik and Tuban, East Java. Palmyra palm shell is also an abundant solid waste with low economic value, so using palmyra palm shells as raw material for activated carbon production is low cost to reduce the contaminant in liquid waste. This experiment aims to determine the effectiveness of palmyra palm peel as a bio-adsorbent for heavy metal ions Fe(III) and Cr(VI) in industrial waste. This research was conducted through 3 processes: chemical activation, carbonization, and adsorption. The methods used in this study consisted of pre-treatment, activation of raw materials, manufacture of standard solutions, calibration of standard solutions, and adsorption of heavy metals from textile waste. The carbons' activation was conducted at 600 and 700oC in the presence of KOH as the activating agent. The results are a water content of 17.50% and an ash content of 8.37%. The moisture content and ash produced results comply with the SII and SNI 06-3730-1995 standards. The carbon produced at 700oC has a better adsorption performance than that produced at 600oC. The maximum removal efficiency for Fe(III) was 95.25, and Cr(VI) was 89.7%. Two well-known equations, Langmuir and Freundlich, were used to correlate the experimental adsorption data. Langmuir equation could represent the data better than Freundlich with an R2 value close to unity