PENGARUH PENGGUNAAN SMARTPHONE TERHADAP INTERAKSI SOSIAL MAHASISWA PROGRAM STUDI AKUNTANSI DAN SISTEM INFORMASI UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Smartphone sudah menjadi tingkat kebutuhan yang sangat tinggi bagi semua orang. Smartphone  mempermudah seseorang dalam mengakses informasi dan berkomunikasi dengan orang lain. Dan interaksi sosial merupakan suatu hubungan antar dua atau lebih individu manusia, dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh  penggunaan smartphone  terhadap interaksi sosial  mahasiswa pada  program  studi akuntansi  dan  sistem  informasi  Universitas Sari  Mutiara  Indonesia dengan menggunakan studi korelasional. Teori yang menjadi landasan dalam penelitian ini adalah determinisme teknologi dan interaksi sosial. Penelitian ini menggunakan kuantitatif dengan pendekatan korelasional yakni  mengetahui ada tidaknya pengaruh penggunaan smartphone terhadap interaksi sosial mahasiswa pada  program  studi akuntansi  dan  sistem  informasi  Universitas Sari  Mutiara  Indonesia. data primer dikumpulkan dengan cara membagikan kuesioner kepada 61 responden dengan menggunakan Sampling Insidental. Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah Sampling Purposive. Berdasarkan hasil Uji korelasi menunjukan bahwa hubungan antara penggunaan smartphone dengan interaksi mahasiswa adalah 0.656 yang berada pada kategori kuat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan smartphone memiliki hubungan Signifikan terhadap interaksi sosial mahasiswa, dengan tingkat  signifikansi t hitung adalah 6,674 yakni lebih besar dari 1,671. Menunjukan penerimaan Ha dan  setelah  dilakukan  pengujian hipotesis  dalam penelitian ini, dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh antara (variabel independen) penggunaan smartphone dengan (variabel dependen) interaksi sosial mahasiswa program studi akutansi dan sistem informasi Universitas Sari Mutiara Indonesia   Kata kunci : Penggunaan Smartphone Dan Interaksi Sosia

Permainan bahasa (sebuah tinjauan grafologis dan fonologis)

Language play is now in common practice among various levels of society, ranging from the men in the street up to well-educated individuals, and from jobless persons up to professionals. It even gets more popular in line with the development of information and communication technology. Language play occurs when people manipulate the forms and functions of language. Formally, language play makes use of numbers and letters to reveal certain meanings different from those in their conventional application. Functionally, language is manipulated in such a way that it may attract readers’ attention and amuse them as well. This article is an attempt at characterizing the phenomenon of language play and examines the ways in which the language is manipulated to create a new style of language usage. The discussion on language play here is graphological and phonological in nature. In other words, it discusses language play in terms of its writings and sounds. The corpus of the discussion are words, phrases, and sentences in English, Indonesian, Javanese, and Batak. They are taken from playful personalized car licence-plates, advertisements, graffiti, books, televisions, public places, etcetera. The findings suggest that language play can help people to communicate their ideas through some unique forms of language. Besides, it may also be a source of fun both for themselves and for others

Masalah ketakterjemahan dan alternatif pemecahannya

Translation is not only a transfer of meaning from one language to another, but a transfer of dynamic and culture as well. That is why, a competent translator should be bath a good bilingual and a bicultural expert, so he/she is supposed to be capable of solving any translation problem he/she faces. This paper aims to reveal the problems commonly encountered by a translator in doing his/ her work. The problem intended are concerned with the aspects of untranslatability, either linguistic or cultural in nature. Besides, some alternative solutions on the problems are proposed. The solutions offered here are the ideas belonging to international linguists, Indonesian experts in translation, and writers in translation field. The problems, together with the suggested solutions, are supported by some examples in English, Indonesian, Javanese, Batak, etcetera. In addition, a few of the Indonesian examples are the renderings from other languages translated by the writer himself

Violation of standard syntactic rules in black english as used in Lorraine Hansberry’s A Raisin in the Sun

Artikel ini membahas Black English yang digunakan dalam novel A Raisin in the Sun karangan Lorraine Hansberry. Di sini Black English dikaji untuk (1) mendeskripsikan fitur-fitur yang menyimpang dari aturan sintaksis baku dan (2) mencari padanan fitur-fitur tersebut dalam bahasa Inggris baku. Penelitian ini bersifat deskriptif-kualitatif. Pengumpulan data menggunakan metode observasi dengan teknik dokumentasi. Data dianalisis menggunakan metode distribusional dengan beberapa teknik, seperti delisi, substitusi,permutasi, dan insersi. Hasil analisis data menunjukkan bahwa konstruksi Black English yang menyimpang dari aturan-aturan sintaksis baku secara khas ditandai oleh fitur-fitur: (a)specific tense and aspect markers, (b) the use of ain’t as a general negative indicator,(c) the use of double/multiple negation, (d) copula deletion, (e) simplification of present continuous construction, (f) the use of invariant be, (g) misuse and missing of suffix –s or –es, (h) the use of it to replace the existential there, dan (i) the use of uninflected was. Di antara fitur-fitur tersebut, penggunaan ain’t sebagai a general negative indicator dan double/multiple negation merupakan ciri-ciri struktur Black English yang paling banyak menyimpang dari aturan sintaksis baku. Terkait padanannya dalam bahasa Inggris baku, semua fitur Black English tersebut memiliki bentuk yang sesuai baik secara gramatika maupun secara semantis

Transformations of –ing participles and gerunds

Tulisan ini mengkaji ihwal transformasi berkaitan dengan penggunaan –ing participle dan gerund ditinjau dari struktur luar, struktur dalam, dan proses transformasinya. Kajian ini termasuk studi sintaksis yang mendeskripsikan pertalian antarunsur dalam stuktur kalimat, khususnya menelusuri hubungan makna antara stuktur luar dan stuktur dalam melalui proses transformasi. Penelitian ini menggunakan metode deskiptif. Sumber data adalah novel The Shepherd karangan Frederick Forsyth. Sedangkan, penentuan sample menggunakan teknik purposive sampling. Analisis data menghasilkan temuan: (1) berdasarkan struktur luarnya, mayoritas –ing participle berfungsi sebagai modifier terhadap nomina guna menjelaskan tindakan yang ditunjukkan oleh verba dalam kalimat induk. Sementara itu, kebanyakan gerund berfungsi sebagai objek preposisi untuk melengkapi predikasi kalimat; (2) dalam kaitannya dengan struktur dalam, -ing participle pada umumnya ditransformasi dari klausa adjektiva dan klausa adverba yang memiliki subjek yang sama dengan subjek kalimat induk. Di lain pihak, gerund secara umum ditransformasi dari klausa bebas dan subjeknya terdapat di dalam klausa tersebut. –ing participle dan gerund dalam novel The Shepherd ditujukan untuk menciptakan variasi kalimat sebagai pengganti kalimat majemuk bertingkat, sehingga dihasilkan gaya bahasa yang lebih menarik

Penerjemahan anak kalimat deklaratif yang bermuatan kata tanya pada novel A Farewell to Arms ke dalam Bahasa Indonesia

This research belongs to a study on translation. It deals with a work to search the accuracy of the translating of clausal constructions from English into Indonesian. The study was aimed (1) to describe the translating of declarative finite-dependent clauses introduced by WH-question words in Ernest Hemingway’s “A Farewell to Arms” and (2) to suggest some alternative renderings for the inappropriate ones. The method of the research was descriptive in nature. The data were collected from an English novel and its Indonesian translation, using observation-documentation method. The total number of the data was 276 clauses. In order to obtain the sample, total sampling was applied, so all of the population was treated as sample. In other words, all of the data were analyzed one by one. The data analysis was conducted by the use of the method of intra lingual matching. The result of the data analysis showed that among 276 declarative finite-dependent clauses introduced by WH-question words, 214 (77,54%) of them were appropriately translated, and only 64 (22,46%) of them were inappropriately rendered in Indonesian

English finite dependent clauses within complex syntactic structures of modification

Penelitian ini merupakan kajian sintaksis untuk mendeskripsikan penggunaan klausa terikat bahasa Inggris dalam kalimat majemuk bertingkat, yang meliputi klausa nomina, ajektiva, dan adverbia ditinjau berdasarkan fungsinya sebagai modifier dalam struktur modifikasi. Selanjutnya klausa –klausa terikat tersebut disandingkan dengan head masing-masing guna menemukan hubungan gramatika kedua konstituen. Dalam hal ini, head berupa nomina, pronomina, verba, ajektiva, adverbia, atau kalimat. Metode yang digunakan bersifat deskriptif. Data diambil dari novel Journey to the Centre of the Earth karangan Jules Verne dengan teknik purposive sampling. Hasil analisis menunjukkan bahwa ketiga jenis klausa terikat ditemukan penggunaannya sebagai modifier. Di antara ketiga jenis klausa tersebut, klausa adverbia menduduki frekwensi penggunaan yang paling tinggi dan klausa nomina paling rendah. Sementara, head yang paling banyak digunakan adalah verba dan yang paling sedikit ialah pronomina. Klausa-klausa adverbia yang digunakan sebagai modifier pada umumnya menunjukkan pertalian waktu dan tempat terhadap head. Hal ini dianggap wajar karena novel yang dikaji berkaitan dengan aspek temporal dan spatial yang melekat pada para pelaku serta peristiwa

Analysis of the State’s legal obligations in reducing the gender gap witnessed during transition to secondary schools : a focus on the Girl child

Submitted in partial fulfillment of the requirements of the bachelor of laws degree, strathmore university law schoolThe research analyses the obligation of the state in reducing the gender gap witnessed during transition to and retention in secondary school. The focus is on the girl child. The state’s obligation is a broad spectrum encompassing the right to fulfil, respect and protect the right to education.1The attention is on the girl child since indicators show that despite enrolment of girls being slightly higher than boys in primary school, there is a shift when transitioning to secondary school.2The gender gap widens, increasing the probability of boys graduating secondary school double the number of girls.3The research methodology involved qualitative data analysis, where the causes of gender gap were explored and data collected from both primary and secondary sources including the constitution and statistics from international organizations such as UNICEF. Gender disparities widen in secondary school with the most witnessed in upper secondary class 4. The causes of such disparity vary from socio-cultural factors to educational institution issues. Socio cultural issues include ethnicity and Social Economic Status (SES) of an individual. Ethnicity affects gender parity where some ethnic groups uphold certain practices such as early marriage, which affect the girl child education. Educational issues may include the curricula and school related violence such as physical and sexual abuse against the girls in the institution. Using indicators such as literacy rates and transition to other levels of education can help track any gender disparity in the education sector. There is need to improve accessibility and availability elements of education to tackle the disparity witnessed since the above aspects are the ones that hinder secondary education for the girl child.5There is need to continue with gender mainstreaming while involving different stakeholders especially at the grass root levels since they are able to help in implementation and monitoring strategies and policies by the government

A functional and formal comparison on adjective and noun clauses as used in R.L. Stevenson’s Treasure Island

Penelitian ini mengkaji sintaksis bahasa Inggris, yaitu persamaan dan perbedaan antara klausa adjektiva dan klausa nomina ditinjau dari aspek fungsi dan bentuknya. Kajian ini termasuk studi pustaka. Data yang dianalisis adalah kalimat-kalimat yang berisi klausa adjektiva dan klausa nomina dalam novel Treasure Island karangan Robert Louis Stevenson. Sampel diperoleh dengan menggunakan teknik purposive sampling. Penelitian ini bersifat kualitatif. Data dianalisis menggunakan metode intra-lingual matching. Hasil analisis menunjukkan bahwa fungsi dan bentuk klausa adjektiva dan klausa nomina berbeda. Ditinjau dari fungsinya, klausa adjektiva hanya mengisi gatra modifier; sedangkan klausa nomina bertindak sebagai subjek, objek, komplemen, dan modifier. Dengan demikian, kedua jenis klausa tersebut memiliki kesamaan hanya sebagai modifier. Berdasarkan bentuknya, klausa adjektiva hanya berasal dari kalimat deklaratif; sementara klausa nomina berasal dari kalimat deklaratif dan interogatif. Walaupun kedua jenis klausa ini berbeda, masih terdapat kesamaan bentuk, yaitu dapat berwujud klausa contact

EFEK SUBSTITUSI TEPUNG TERIGU DENGAN PATI KETAN TERHADAP SIFAT FISIK COOKIES

Cookies quality is influenced by material and processing. Wheat flour as major component of cookies production has a role on volume expansion of cookies. The purpose of this research is to investigate the effect of wheat flour substitution with waxy starch or modified waxy starch by HMT treatment and baking temperature effect on physical properties of cookies. Cookies was made by ratio of wheat flour and waxy starch or HMT waxy starch 50:50, this research was carried out including the analysis of texture, volume expansion, and color. Substituted HMT waxy starch cookies resulted on the flakier texture. The highest volume expansion was revealed by substituted waxy cookies with baking temperature 140oC and substituted HMT waxy starch cookies with baking temperature 130oC. Higher baking temperature and substitution cookies with HMT waxy starch were revealed on the higher intensity of the darkness of cookies color