37 research outputs found

    Iklim Mikro Dan Respon Hematologi Kelinci Lokal (Lepus Nigricollis) Pada Jenis Kandang Berbeda

    Full text link
    Salah satu kendala dalam pengembangan ternak kelinci adalah ternak ini sensitif terhadap Perubahan faktor lingkungan. Pergeseran kondisi lingkungan (iklim mikro ) dari kebutuhan optmimum menyebabkan penurunan produktivitas. Kandang yang lebih sesuai dengan kondisi lingkungan merupakan salah satu solusi untuk mengurangi cekaman panas di daerah dataran rendah tropis. Percobaan dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga perlakuan dan 5 kali ulangan. Perlakuan pertama adalah: kandang under ground shelter (K0), Kandang alas semen (K1) dan perlakuan ketiga adalah: kandang battery (K2). Kelinci yang dipergunakan adalah kelinci jantan lokal lepas sapih dengan umur 4 – 5 minggu. Variabel yang diamati adalah iklim mikro kandang dan respon hematologi ternak kelinci jantan lokal. Kandang K0 menyebabkan temperatur dalam kandang lebih rendah (P<0,05) daripada kandang K2, namun tidak berbeda nyata (P>0,05) dibandingkan dengan K1. Kelembaban udara dalam kandang K2 lebih tinggi (P<0,05) daripada K1 dan K0. Tidak terjadi perbedaan yang nyata (P>0,05) pada variabel intensitas radiasi, suhu maksimum dan suhu minimum pada perlakuan kandang berbeda. Tidak terjadi perbedaan yang nyata pada kandungan hematokrit, glukosa, dan trigliserida darah ternak kelinci yang dipelihara pada kandang berbeda. Kelinci yang dipelihara pada kandang K0 dan K1 menghasilkan kandungan haemoglobin dan eritrosit lebih tinggi (P<0,05) daripada K2, sedangkan kandungan leukosit darah kelinci yang dipelihara pada kandang K2 lebih tinggi (P<0,05) daripada K0 dan K1 Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kandang under ground shelter dan kandang alas semen menyebabkan iklim mikro dan respon hematologi lebih baik daripada kandang battery

    Pengaruh Suplementasi Multi Nutrient Block terhadap Status Hematologi Kelinci Lokal

    Full text link
    Penelitian telah dilakukan untuk mengetahui status hematologi kelinci diberi pakan rumput yang disuplementasiMulti Nutrient Block (MNB). Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok, dengan lima kali ulangan.Perlakuan terdiri dari kelinci diberi rumput lapangan sebagai kontrol (R0), ransum kontrol yang disuplementasiMNB 5 g/ekor/h (R1), ransum kontrol yang disuplementasi MNB 10 g/ekor/h (R2), ransum kontrol yang disuplementasiMNB 15 g/ekor/h (R3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan eritrosit, leukosit, hematokrit, glukosadan trigiserida darah kelinci tidak dipengaruhi oleh tingkat suplementasi MNB (P<0,05), namun kandungan haemoglobindarah kelinci semakin meningkat dengan meningkatnya suplementasi MNB (P>0,05). Dapat disimpulkanbahwa suplementasi MNB berpengaruh positif terhadap status haemoglobin darah kelinci. Kata kunci; MNB, status hematologi, Lepus negricolli

    Kecernaan Pakan Kelinci Lokal (Lepus Nigricollis) Yang Diberi Pakan Multi Nutrient Block Berbasis Rumput Lapangan

    Full text link
    Peningkatan produktivitas ternak kelinci dapat diukur dari kecernaan pakan yang diberikan dan dapat dilakukandengan memberikan suplementasi Mineral Nutrient Block (MNB). Penelitian dilaksanakan dengan menggunakanRangcangan Acak Kelompok (RAK) dengan lima kali ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah R0: pakan kontrol(rumput lapangan) dengan kandungan energi termetabolis 1830 kkal/kg dan CP:9,1%, R1: ransum kontrol yangdisuplementasi MNB 5 g/ekor/hari, R2: ransum kontrol yang disuplementasi MNB 10 g/ekor/hari, R3: ransumkontrol yang disuplementasi MNB 15 g/ekor/hari. Rumput lapangan diberikan secara ad libitum dalam bentuksegar dan dipotong-potong dengan panjang 5 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai cerna bahan kering,nilai cerna energi dan nilai cerna protein tertinggi pada R3 yaitu masing-masing 59,22%, 68,88% dan 43,72%.Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian Multi Nutrient Block sebanyak 15% memberikankecernaan tertinggi pada kecernaan bahan kering, energi dan protein pakan

    Performance and Carcass of Local Rabbit (Lepus Nigricollis) Fed Concentrate on Different Levels Based on Carrot Leaf Waste (Daucus Carota L.)

    Full text link
    Research about the performance of local rabbit fed different level of concentrate based on   Daucus carota L.was conducted for 12 weeks at Dajan Peken Village, Tabanan District, Tabanan Regency. The research design used was Randomized Block Design with 5 replicates. The animals were allocated randomly into 4 treatments i.e. control ration carrot leaf (Daucus  carota L.) (R0), control ration with 10 g concentrate/head/day (R1), control ration with 20 g  concentrate/head/day (R2) and control ration with 30 g concentrate/head/day (R3).  Daucus carota L. and drinking water offered ad libitum. Results of the research showed that performance of the animals fed control ration with 30 g concentrate/head/day (R3) was higher  (P < 0.05) than that R0 (control) and other treatments. Carcass weight, meat, and fat of the animals fed ration R0 was lower (P < 0.05) compare to treatment R1, R2, and R3. There was no significant difference (P >0.05) to variables of carcass weight, bone weight, and meat bone ratio among R0, R1, R2, and R3 percentages. It could be concluded that the animals fed Daucus carota L. as basic ration that was supplemented with concentrate 30 g/head/day produced higher performance and carcass compare to the animals supplemented 20 g/head/day and 10 g/head/day

    Performans Kelinci Lokal (Lepus Nigricollis) Yang Diberi Ransum Dengan Kandungan Energi Berbeda

    Full text link
    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performans kelinci jantan lokal (Lepus nigricollis) yang diberi ransum dengan kandungan energi termetabolis berbeda. Percobaan dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan empat perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan dalam penelitian ini adalah: ransum dengan kandungan energi termetabolis 2200 K.kal/kg (R1), 2500 K.kal/kg (R2), 2800 K.kal/kg (R3) dan 3100 K.kal/kg (R4). Ransum dibuat iso protein dengan kandungan protein kasar 16%. Kelinci yang dipergunakan adalah kelinci jantan lokal lepas sapih dengan umur 4-5 minggu. Variabel yang diamati adalah koefisien cerna bahan kering, efisiensi Perubahan GE menjadi DE, berat badan akhir, konsumsi ransum, pertambahan berat badan dan konsumsi air minum. Tidak terjadi perbedaan yang nyata (P>0,05) pada perlakuan ransum terhadap variabel koefisien cerna bahan kering, efisiensi Perubahan GE menjadi DE dan konsumsi air minum. Kelinci yang mendapat perlakuan ransum R1 menghasilkan berat badan akhir paling rendah yang berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan R2, R3 dan R4. Konsumsi ransum pada kelinci yang mendapat perlakuan R1 paling rendah yang berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan R2, R3 dan R4. Kelinci yang mendapat perlakuan R3 menghasilkan pertambahan berat lebih tinggi (P<0,05) daripada R2 dan R1 namun perlakuan R3 berbeda tidak nyata (P>0,05) dibandingkan dengan R4. Nilai konversi ransum pada kelinci yang mendapat perlakuan R1 paling tinggi yang berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan R2, R3 dan R4. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ransum dengan kandungan energi termetabolis 2800 K.kal/kg (R3) menghasilkan performans lebih tinggi daripada 2200 K.kal/kg (R1), 2500 K.kal/kg (R2) dan 3100 K.kal/kg (R4)

    Growth Performance of Male Rabbits (Lepus negricollis) Fed Different Levels of Fermented Coffee Pulp

    Get PDF
    The traditional rabbit raising resulted in very poor growth of rabbit so a study was carried out on growth performance of male rabbit fed different levels of fermented coffee pulp. A randomized block design (RBD) with five treatments and four replicates of two rabbits in each treatment was used in this experiment. The treatments were diet without coffee pulp (R0), diet with 10% unfermented coffee pulp (R1), diet with 20% unfermented coffee pulp (R2), diet with 10% fermented coffee pulp (R3), and diet with 20% fermented coffee pulp (R4). Each treatment consisted of 8 male five week old local rabbits. Variables observed were final body weight, weight gain, feed intake, water consumption, feed efficiency, dry matter, energy and protein digestibility. The results showed that rabbits given ration with 10% fermented coffee pulp (R3) revealed higher dry matter energy and protein digestibility. Further, they had the highest final body weight, weight gain and highest feed efficiency. It was concluded that the use of 10% fermented coffee pulp in the diet produced the highest performance compared to other treatments. Fermented coffee pulp at the level of 10% could be recommended to farmers for substituting rice bran in rabbits diets

    Performans dan Indeks Kelembaban Suhu Kelinci Jantan (Lepus Nigricollis) yang Dipelihara dengan Luas Lantai Kandang dan Diberi Ransum dengan Imbangan Energi dan Protein Berbeda

    Full text link
    Penelitian yang bertujuan mempelajari indeks kelembaban suhu atau temperature humidity index dan performans kelinci jantan lokal pada kepadatan ternak berbeda dan diberi ransum dengan imbangan energi protein berbeda telah dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola Faktorial 2 x 3 dengan empat kali ulangan (blok). Sebagai perlakuan pertama adalah imbangan energi dan protein pada ransum (R) yang terdiri dari ransum dengan kandungan energi termetabolis 2500 kkal/kg dan protein kasar 17% dengan imbangan energi dan protein 147 (R1), ransum dengan kandungan energi termetabolis 2800 kkal/kg dengan kandungan protein kasar 18,5% dengan imbangan energy dan protein 151 (R2). Sebagai perlakuan kedua adalah luas lantai kandang (L) yang terdiri dari 3500 cm2 (L1), 1750 cm2 (L2) dan 1166 cm2 (L3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklim mikro pada perlakuan tingkat kepadatan ternak dan ransum dengan imbangan energi dan protein yang berbeda memberikan pengaruh tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap kelembapan udara, temperatur udara, “temperature humidity index” dan radiasi matahari. Performans pada perlakuan ransum dengan imbangan energy dan protein R1 menyebabkan konsumsi air, ransum, berat badan akhir dan pertambahan berat badan lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan perlakuan R2 sedangkan FCR yang memberikan pengaruh tidak berbeda nyata (P>0,05). Performans pada perlakuan tingkat kepadatan ternak L2 dan L3 menyebabkan konsumsi air dan ransum lebih tinggi sehingga berat badan akhir pada kandang L2 dan L3 juga lebih tinggi dibandingkan L1 kecuali pertambahan berat badan dan FCR memberikan pengaruh tidak berbeda nyata (P>0,05). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi perbedaan iklim mikro pada kandang dengan perlakuan ransum dengan imbangan energi dan protein berbeda serta perlakuan dengan tingkat kepadatan ternak berbeda. Kelinci yang diberi ransum dengan imbangan energi dan protein 147 (R1) menghasilkan performans lebih tinggi daripada imbangan energi dan protein 151 (R2). Kelinci yang dipelihara pada tingkat kepadatan ternak 2 ekor/3500cm2 menghasilkan performans lebih tinggi daripada tingkat kepadatan ternak 1 ekor dan 3 ekor/3500 cm2

    Indeks Kelembaban Suhu dan Respon Fisiologi Sapi Bali yang Dipelihara secara Feed Lot pada Ketinggian Berbeda

    Full text link
    Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kondisi iklim mikro dan respon fisiologi sapi Bali yang dipelihara secara feed lot pada ketinggian tempat berbeda yaitu di daerah dataran rendah, sedang dan tinggi. Penelitian lapangan dilaksanakan pada tiga ketinggian tempat yaitu pada peternak di Desa Sudimara, Tabanan (dataran rendah), Di Desa Sobangan (dataran sedang) dan di Desa Baturiti (dataran tinggi). Penelitian dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan (survey), pada masing-masing ketinggian tempat diamati 10 peternak (ulangan). Pengambilan sampel dilakukan dengan metode Purposive Random Sampling (Sugiyono, 2009). Ternak yang diamati adalah ternak berumur sama yang dapat dilihat dari jumlah gigi seri sebanyak dua buah (umur 2-3 tahun). Pengamatan dilakukan sebanyak 10 kali perjalanan survey. Hasil penelitian menunjukkan bahwa temperatur udara, kelembaban udara dan temperature humidity index kandang sapi di daerah dataran tinggi lebih rendah (P<0,05) daripada dataran sedang dan rendah. Tidak terjadi perbedaan yang nyata (P>0,05) pada variabel intensitas radiasi matahari dan kecepatan angin pada semua perlakuan. Temperatur kulit, temperatur rektal dan frekuensi pernafasan sapi yang dipelihara pada daerah dataran rendah adalah lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan daerah dataran sedang dan tinggi. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kondisi iklim mikro kandang dan respon fisiologi sapi yang dipelihara di daerah dataran rendah lebih jelek dibandingkan dengan daerah dataran sedang dan tinggi
    corecore