5 research outputs found

    Participatory Approaches in the Formulation of Public Policy at Nagari Governance Level

    Get PDF
    The smallest administrative unit in West Sumatra is not known as the village government but the Nagari government. West Sumatra uses the name Nagari Government to respond to the implementation of regional autonomy, which gives local governments the freedom to manage their government according to their respective local wisdom. It has the same main tasks and functions. In terms of public policymaking (policy formulation), there is still an element of adat in the policy formulation process. West Sumatra involved several actors in making this Nagari regulation, including Walinagari and its apparatus, BPRN (Nagari People's Representative Body), and KAN (Nagari Customary Density). What often happens is that many Nagari governments issue Nagari regulations based on routine activities. In contrast, regulations that are derived from people's aspirations can be said to have not existed in the 2017-2019 period. As happened in 6 Nagari in the salimpaung sub-district, there is no Nagari regulation made based on the community's needs. So far, the Nagari regulations are made to meet the needs of routine activities such as the preparation of the Nagari budget and development plans. This phenomenon has attracted the attention of researchers because the Nagari government also has the responsibility to make rules according to the needs of the community. The researcher also wants to know how the community participates in the process of formulating Nagari regulations, can these Nagari regulations be by the people's choicesUnit penyelenggaran pemerintahan terkecil di Sumatera Barat tidak dikenal sebagai pemerintahan Desa tapi Pemerintahan Nagari. Sumatera barat memakai nama Pemerintahan Nagari sebagai respon dari pelaksanaan otonomi daerah yang memberikan kebebasan pemerintahan daerah untuk mengelola pemerintahannya sesuai kearifan lokal masing-masing.Penyelenggaraan Pemerintahan Nagari yang menyertakan unsur adat dalam penyelengaraannya merupakan pembeda antara Pemerintahan Nagari dan Pemerintahan Desa, namun secara administratif kedua lembaga ini mempunyai tugas pokok dan fungsi yang sama. Dalam hal pembuatan kebijakan publik (formulasi kebijakan), masih ada unsur adat dalam proses formulasi kebijakan tersebut. Dalam pembuatan peraturan nagari ini sumatera barat melibatkan beberapa aktor, antara lain: Walinagari dan perangkatnya, BPRN (badan perwakilan rakyat nagari) dan KAN (kerapatan Adat nagari). Hal yang sering terjadi adalah banyak sekali pemerintahan nagari yang mengeluarkan peraturan nagari berdasarkan kegiatan rutin, sedangkan peraturan yang sifatnya berasal dari aspirasi masyarakat bisa dikatakan belum ada dalam kurun waktu 2017-2019. Seperti yang terjadi di 6 nagari di kecamatan salimpaung, bahwa belum ada peraturan nagari yang dibuat berdasarkan kebutuhan masyarakat, selama ini peraturan nagari dibuat untuk memenuhi kebutuhan aktifitas rutin seperti penyusunan anggaran nagari dan rencana pembangunan. Fenomena ini menjadi perhatian peneliti karena pemerintahan nagari juga mempunyai tanggung jawab untuk membuat aturan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Peneliti juga ingin mengetahui bagaimana partisipasi masyarakat dalam proses formulasi peraturan Nagari, bisakah peraturan Nagari ini sesuai dengan pilihan masyarakat

    Persepsi Risiko Bencana Pada Mahasiswa di Kota Padang Ditinjau dari Pengalaman dan Variabel Demografis

    Get PDF
    Padang merupakan salah satu kota dengan ancaman bencana gempabumi dan tsunami. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi persepsi risiko bencana penduduknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi risiko bencana gempabumi dan tsunami pada mahasiswa ditinjau dari pengalaman menghadapi bencana dan variabel demografis (gender, angkatan, rumpun pendidikan, dan jarak tempat tinggal). Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Subjek terdiri dari 213 mahasiswa Universitas Negeri Padang dari 8 fakultas yang berbeda yang dipilih dengan teknik cluster sampling. Skala yang digunakan adalah skala persepsi risiko bencana yang disusun berdasarkan model semantik diferensial. Hasil analisis data menunjukkan bahwa: (1) subjek memiliki tingkat persepsi risiko bencana yang tinggi; (2) tidak ada perbedaan persepsi risiko antara subjek yang pernah mengalami bencana dan belum pernah; (3) ada perbedaan persepsi risiko ditinjau dari variabel demografis meliputi gender, angkatan, dan rumpun pendidikan, sedangkan jarak tempat tinggal tidak ditemukan adanya perbedaan. Implikasi untuk memahami temuan dari penelitian ini didiskusikan dalam pembahasan

    Transisi New Normal: Bagaimana Masyarakat Rural dapat Bertahan?

    Get PDF
    The Indonesian government has declared a new order to live side by side with COVID-19, through the idea of a "new normal". An interesting study to see how the Indonesian people respond to this new normal policy, especially in rural communities. So far, most discussions about the new normal have only been in the context of urban society. This study aims to identify the resilience of rural communities in facing the new normal situation. The method used is qualitative with a phenomenological approach. Data was collected using in-depth interview techniques with key actors. The research was conducted in Pulo Pitu Marihat Village, Ujung Padang District, Simalungun Regency, North Sumatra Province. This area was a red zone location when the pandemic took place, and most of the population worked in the informal sector which tended to be economically and socially vulnerable. The results show that people's ability to survive in the face of changes in the new normal transition period is influenced by individual resilience, social capital, natural resource environment, and social institutions

    An analysis of problem in composing of tsunami contingency plan in Padang City

    No full text
    Padang city is one of the most vulnerable areas of an earthquake potentially tsunami on the west coast of Sumatra Island. The government should formulate policies to minimize the impact of the disaster. The government and all relevant stakeholders should focus on disaster risk reduction efforts. As part of this effort is making policy in formulating contingency plans to deal with tsunami risk. Padang City Government has developed a contingency plan on tsunami risk since 2013 as a form of public policy. Even though the tsunami has not occurred in Padang City yet, but as a form of evaluation of this policy, it is necessary to analyze the problems in developing the contingency plan of the tsunami for the improvement of its future. Therefore, this article describes the results of the review of problem analysis in the policy of composing tsunami contingency plans in Padang City
    corecore