8 research outputs found

    PENJATUHAN HUKUMAN MATI TERHADAP PELAKU TINDAK PDIANA KORUPSI BERDASARKAN PASAL 2 AYAT 2 UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI KASUS KORUPSI BANTUAN SOSIAL COVID-19 MENTERI JULIARI BATUBARA)

    Get PDF
     Abstrak Tujuan penelitian hukum ini ialah tidak lain untuk menjabarkan dan menjelaskan secara rinci dan mendasar bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat 1 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi berbunyi sebagai berikut: bagi Pelaku Korupsi yang terbukti secara hukum melakukan suatu perbuatan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain dalam hal ini negara dalam keadaan darurat atau dalam keadaan adanya bencana alam maka pelaku tersebut dapat diancam dengan hukuman mati. Jenis penelitian ini adalah penelitian normatif yang bersifat deskriptif analitis, menggunakan data sekunder dengan teknik pengumpulan data melalui penelitian kepustakaan (library research) dan melakukan pengolahan data dengan kualitatif, diperoleh kesimpulan bahwa Penerapan hukuman mati terhadap pelaku tindak pidana korupsi dilakukan upaya secara penal, upaya penal merupakan salah-satu upaya penegakan hukum atau segala tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum yang lebih menitikberatkan pada pemberantasan setelah terjadinya kejahatan yang dilakukan dengan hukum pidana yaitu sanksi pidana yang merupakan suatu ancaman bagi pelakunya. Fungsionalisasi hukum pidana dalam kasus ini adalah suatu usaha untuk menanggulangi kejahatan tersebut melalui penegakan hukum dan penjatuhan hukum pidana mati perlu diberikan agar tujuan dari pidana itu dalam menciptakan efek jera (ultimum remedium) terlaksana dengan sebagaimana mestinya. Kata kunci : Hukuman mati, Ultimum remedium. Abstract The purpose of this legal research is none other than to describe and explain in detail and fundamentally that based on Article 2 paragraph 1 of Law no. 31 of 1999 concerning Corruption Crime reads as follows: for Corruption Actors who are legally proven to have committed an act to enrich themselves or others, in this case the state is in a state of emergency or in a state of natural disaster, the perpetrator can be threatened with the death penalty. This type of research is a normative research that is descriptive analytical in nature, using secondary data with data collection techniques through library research and processing data qualitatively, it is concluded that the application of the death penalty to perpetrators of corruption is carried out by means of penal, penal attempts. is one of the efforts to enforce the law or all actions taken by law enforcement officials that focus more on eradication after a crime is committed under criminal law, namely criminal sanctions which constitute a threat to the perpetrator. The functionalization of criminal law in this case is an effort to overcome these crimes through law enforcement and imposition of the death penalty need to be provided so that the purpose of the punishment in creating a deterrent effect (ultimum remedium) is properly implemented. Key words: Death penalty, Ultimum remedium

    KEKUATAN MENGIKAT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

    Get PDF
    ABSTRAK Tujuan Penelitian ini ialah untuk menjabarkan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai pengawal konstitusi (guardian of constitution), yang berfungsi menjaga bekerjanya prinsip saling mengawasi dan mengimbangi (checks and balances), maka putusannya harus benar-benar dipastikan dapat dijalankan. Pengabaian terhadap Putusan MK dapat dianggap sebagai contempt of court dan contempt of constitution. Oleh sebab itu, keberlakuan semua putusan MK adalah bersifat final, tak terkecuali putusan MK dalam proses pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden. Untuk itu, perlu dilakukan revisi terhadap semua pengaturan yang mengakibatkan tidak finalnya putusan MK dalam proses tersebut, yaitu Pasal 39 ayat (2) UU No. 17 Tahun 2014 dan Pasal 19 ayat (4) Peraturan MK No. 21 Tahun 2009, atau setidak-tidaknya MK harus menegaskan sifat final putusannya dalam pertimbangan hukum pada perkara pemberhentian Presiden dan/atau Wapres. Kata kunci : Mahkamah Konstitusi, Presiden, Pemberhentian, Dewan Perwakilan Rakyat. ABSTRACT The purpose of this study is to explain that the Constitutional Court (MK) as a guardian of the constitution, which functions to maintain the operation of the principle of mutual supervision and balance (checks and balances), must ensure that its decisions are truly enforceable. Disregard for the Constitutional Court's decision can be considered as contempt of court and contempt of constitution. Therefore, the applicability of all decisions of the Constitutional Court is final, including the decisions of the Constitutional Court in the process of dismissing the President and/or Vice President. For this reason, it is necessary to revise all arrangements that result in the final decision of the Constitutional Court in the process, namely Article 39 paragraph (2) of Law no. 17 of 2014 and Article 19 paragraph (4) of the Constitutional Court Regulation No. 21 of 2009, or at least the Constitutional Court must confirm the final nature of its decision in legal considerations in cases of dismissal of the President and/or Vice PresidentKeywords: Constitutional Court, President, Dismissal, House of Representatives

    IDEOLOGI PANCASILA SUATU REFLEKSI DAN PROYEKSI AKAR KEBANGSAAN INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ALIRAN FILSAFAT HUKUM SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE

    Get PDF
    Abstrak Tujuan untuk dilakukannya penelitian ini ialah untuk menjabarkan bahwa Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia, pada hakikatnya adalah suatu refleksi kebangsaan Indonesia, yang terlahir dari bangsa yang memiliki kegemilangan di masa lampau dan menjadi pusaka bagi generasi selanjutnya sepanjang masa. Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia mengandung makna yang holistik dan mendalam, tidak hanya sebagai dasar atau landasan dari bangsa dan negara Indonesia, tetapi lebih jauh dari itu ideologi bangsa Indonesia pada hakikatnya adalah tujuan hakiki dari bangsa yang memiliki berbagai dimensi untuk mencapai tujuan yang paripurna. Metode yang dipakai dalam penelitian ini ialah dengan pendekatan yuridis normatif ditujukan pada penelitian kepustakaan. Tujuan paripurna yang hendak dicapai itu tidak lain yaitu terwujudnya Bangsa dan Negara Indonesia yang adil dan makmur tidak hanya slogan, moto, atau simbolis apalagi suatu mimpi yang tak bertepi sehingga menjadi ilusi, tetapi tujuan yang memang seharusnya diperjuangkan oleh semua elemen bangsa sebagai suatu keniscayaan.  Kata kunci : Ideologi, Pancasila, Bangsa Indonesia. Abstract The purpose of this research is to describe that Pancasila as the ideology of the Indonesian nation is, in essence, a reflection of the Indonesian nationality, which was born from a nation that had glorious past and became an heirloom for future generations throughout the ages. Pancasila as the ideology of the Indonesian nation contains a holistic and deep meaning, not only as the basis or foundation of the Indonesian nation and state, but further than that the ideology of the Indonesian nation is essentially the ultimate goal of a nation that has various dimensions to achieve a plenary goal. The method used in this research is a normative juridical approach aimed at library research. The plenary goal to be achieved is none other than the realization of a just and prosperous Indonesian Nation and State, not only a slogan, motto, or symbol, let alone an endless dream so that it becomes an illusion, but a goal that all elements of the nation should strive for as a necessity. Keywords: Ideology, Pancasila, Indonesian Nation

    PELAKSANAAN RELAKSASI PERPAJAKAN DALAM MASA PANDEMI COVID-19 BERDASARKAN PERPU NOMOR 1 TAHUN 2020 TENTANG KEBIJAKAN KEUANGAN NEGARA DAN STABILITAS KEUANGAN DALAM MENGHADAPI BENCANA

    Get PDF
    ABSTRAKPada awal bulan Maret 2020 Pemerintah Indonesia dihadapkan pada kenyataan bahwa pandemi Covid-19 telah menimbulkan korban bagi masyarakat Indonesia, dari waktu ke waktu jumlah korban yang terpapar Covid-19 semakin bertambah, semakin membahayakan dan mengancam kesehatan masyarakat. Hal tersebut menimbulkan dampak tidak hanya bagi kesehatan masyarakat, tetapi juga berdampak pada sektor-sektor yang lain, Bagaimana kewenangan Presiden dalam menetapkan Perpu Nomor 1 Tahun 2020 sebagai suatu kebijakan keuangan Negara dan Implikasinya terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional Dan Atau Stabilitas Sistem Keuangan Kata kunci : Relaksasi Perpajakan, Covid-19, Kegentingan. ABSTRACTAt the beginning of March 2020 the Indonesian government was faced with the fact that the Covid-19 pandemic had caused casualties to the people of Indonesia, from time to time the number of victims exposed to Covid-19 was increasing, increasingly endangering and threatening public health. This has an impact not only on public health, but also has an impact on other sectors, How is the President's authority in establishing Perpu Number 1 of 2020 as a State financial policy and its implications for the implementation of the State Revenue and Expenditure Budget (APBN) in the Context of Facing Threats That Harm The National Economy And Or Financial System Stability Keywords: Tax Relaxation, Covid-19, Crisis

    ESSENSI MAZHAB SEJARAH DALAM PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM

    Get PDF
    AbstrakMazhab sejarah merupakan mazhab dalam filsafat hukum yang sangat penting dalam perkembangan filsafat hukum. Konsepsinya yang mengedepankan jiwa bangsa (volkgeis), dengan ungkapan yang dikemukakan Von Savigny das recht wird nicht gemacht, est ist und wird mit dem volkeâ€, yang mengandung arti hukum itu tidak dibuat, tetapi tumbuh dan berkembang bersama masyarakatâ€. Konsepsi ini sangat berpengaruh bagi perumusan konsep hukum tidak hanya di Jerman, tetapi sudah meluas ke luar Jerman termasuk Indonesia.  Kelebihan konsepsi mazhab sejarah ini mampu memandang bahwa hukum-hukum yang berasal dari masa lalu merupakan hukum yang pernah dijalankan di masa lalu, dan sedikit banyak akan mempengaruhi hukum yang berlaku di masa sekarang, karena jiwa bangsa (volkgeist), sesuai dengan jiwa masyarakatnya yang merupakan sumber dari segala hukum yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat tersebut dari waktu ke waktu dan dari masa ke masa. Filsuf-filsuf yang lahir dan menjadi pelopor bagi mazhab sejarah ini mendasarkan pemikirannya bahwa hukum terbentuk di luar legislasi, artinya hukum tidak dibuat oleh lembaga formal, tetapi tumbuh dan berkembang di masyarakat secara alami.  Kata kunci : Mazhab Sejarah, Jiwa Bangsa (Volkgeist), Filsafat Hukum. AbstrakThe historical school is a school in legal philosophy which is very important in the development of legal philosophy. The concept is the soul of the nation (volkgeis), with the phrase put forward by Von Savigny "das recht wird nicht gemacht, est ist und wird mit dem volke", which means "law is not made, but grows and develops with the community". This conception is very influential for the formulation of legal concepts not only in Germany, but also outside Germany, including Indonesia. The advantage of this historical school of thought is that it is able to view that laws originating from the past are laws that have been implemented in the past, and will more or less affect the laws that apply in the present, because the spirit of the nation (volkgeist), is in accordance with the soul of the people who are the source of all laws that grow and develop in the community from time to time and from time to time. Philosophers who were born and became pioneers for this school of history based their thinking that law is formed outside of legislation, meaning that law is not made by formal institutions, but grows and develops in society naturally. Keywords : School of History, Soul of the Nation (Volkgeist), Philosophy of Law

    SEJARAH HUKUM LINTAS PERADABAN MANUSIA DALAM KAITANNYA DENGAN SUMBER HUKUM YANG BERLAKU DI INDONESIA

    Get PDF
    ABSTRAK Peradaban manusia terus berkembang sesuai tahapan zamannya, dari mulai masa pra-sejarah, masa sejarah, masa kerajaan, hingga masa modern sekarang ini. Tahapan peradaban manusia tersebut memberikan informasi tentang hukum yang berlaku di zaman itu. Sejarah yang memanjang dalam lorong dan waktu, tentu saja meninggalkan peradaban yang tercantum dalam peninggalan-peninggalan sejarah, tak terkecuali peradaban hukum. Sejarah yang memiliki fungsi menjelaskan dan menerangkan akan peristiwa-peristiwa di masa silam, memberikan suatu peran yang sangat penting terhadap ilmu sejarah, sehingga akan terjelaskan peristiwa-peristiwa di masa lalu yang harus diketahui manusia sekarang ini, yang akan berguna sebagai cermin untuk menatap masa depan. Sejarah hukum yang merupakan bagian dari sejarah yang mengkaji hukum sebagai obyeknya, memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam menjelaskan dan menerangkan peristiwa atau konsep-konsep hukum yang dijalankan di masa lalu. Untuk itu kesadaran menyejarah bagi para akademisi baik sejararawan umum maupun sejarawan hukum untuk bersama-sama dan saling sinergis dalam mengkaji hukum-hukum di masa silam, sehingga bisa ditafsirkan dan dimaknai oleh manusia sekarang, yang akan bermanfaat bagi kemaslahatan hidup manusia itu sendiri.  (Kata Kunci : Sejarah, Sejarah Hukum , Peradaban Manusia) ABSTRACTHuman civilization continues to develop according to the stages of its era, from prehistoric times, historical times, kingdom times, to today's modern times. The stages of human civilization provide information about the laws in force at that time. History that extends in the passage and time, of course, leaves the civilizations that are listed in historical remains, including legal civilization. History, which has the function of explaining and explaining events in the past, gives a very important role to historical science, so that past events that humans must know now, will be useful as a mirror to look at the future. . The history of law, which is a part of history that studies law as its object, has a very important and strategic role in explaining and explaining events or legal concepts that were carried out in the past. For this reason, historical awareness for academics, both general historians and legal historians, to work together and synergize with each other in studying the laws of the past, so that they can be interpreted and interpreted by humans today, which will be beneficial for the benefit of human life itself. (Keywords: History, Legal History, Human Civilization)

    Enforcement of Criminal Law on Crimes of Criminal Consensus Against State Security: Learning from Indonesia

    No full text
    The purpose of this legal research is to explain the first discussion, namely how to implement law enforcement against criminal conspiracy (samenspanning) which has been regulated in the Criminal Code and the Criminal Procedure Code. Second How is the imposition of sanctions for criminal conspiracy charges regulated in the Criminal Code in case Number: 293K / Pid / 2016. This type of research is normative research which is descriptive-analytical in nature, using secondary data with data collection techniques through library research and processing data qualitatively, it is concluded that law enforcement against criminal conspiracy is carried out by penal measures, penal measures are one of the efforts to enforce the law or all actions taken by law enforcement officials that focus more on eradication after a crime is committed under criminal law, namely criminal sanctions which constitute a threat to the perpetrator. The stages in this way include investigation, further investigation, prosecution, and so on, which in this case is part of criminal politics. The functionalization of criminal law is an effort to tackle crime through rational criminal law enforcement with the aim of creating the fulfillment of a sense of justice and efficiency. The imposition of sanctions Criminal sanctions imposed if a person has been proven to have committed a criminal act of treason can be punished with a criminal sentence contained in Article 106 of the Criminal Code with the threat of life imprisonment or twenty years in prison

    GAMBARAN PERAWATAN BAYI BARU LAHIR DENGAN INISIASI MENYUSUI DINI TERHADAP HIPOTERMIA

    No full text
    Inisiasi Menyusui Dini merupakan pemberian ASI pada 1 jam pertama setelah bayi dilahirkan. Inisiasi Menyusui Dini dalam 1 jam pertama setelah melahirkan banyak gunanya, diantaranya bayi dapat segera belajar menghisap ASI yang didalamnya terkandung zat kekebalan yang dapat melindungi bayi terhadap infeksi. Keuntungan lainnya dengan bayi menyusui secara dini selain merangsang produksi ASI agar segera keluar, juga mempercepat pengecilan rahim ibu untuk kembali ke ukuran normal. Inisiasi Menyusui Dini menjadikan hubungan batin keduanya sangat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan bayi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran perawatan(Geumala, Nugraha, Pratiwi, & Ali, 2018) bayi baru lahir dengan inisiasi menyusui dini terhadap hipotermia. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dan menggunakan total sampel yaitu semua bayi baru lahir sebesar 41 bayi yang dilahirkan pada tanggal 1 Februari sampai 18 April 2009 di BPS Retno Edi S Amd,Keb wilayah Desa Sedati Agung khususnya Pedusunan Manyar Sedati Agung Kecamatan Sedati-Sidoarjo . Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa bayi baru lahir yang seluruh tubuh berwarna kemerahan sebesar 26 bayi (63%), badan merah ekstrimitas kebiruan sebesar 15 bayi (37%), pucat tidak ada (0%), respon ibu saat dilakukan inisiasi menyusui dini sebesar 41 ibu (100%), bayi yang berhasil melakukan rooting reflek sebesar 37 bayi (90%) yang tidak berhasil sebesar 4 bayi (10%), suckling reflek sebesar 37 bayi (90%) yang tidak berhasil sebesar 4 bayi (10%), swallowing reflek sebesar 37 bayi (90%) yang tidak berhasil sebesar 4 bayi (%10), yang tidak hipotermia sebesar 41 bayi (100%) dan yang hipotermia tidak ada (0%). Maka dapat disimpulkan bahwa bayi baru lahir yang seluruh tubuh berwarna kemerahan sebesar 26 bayi (63%), badan merah ekstrimitas biru sebesar 15 bayi (37%), respon ibu saat dilakukan inisiasi menyusui dini sebesar 41 ibu (100%), bayi yang berhasil melakukan rooting reflek sebesar 37 bayi (90%), suckling reflek sebesar 37 bayi (90%), swallowing reflek sebesar 37 bayi (90%), dan yang tidak hipotermia sebesar 41 bayi (100%). Saran bagi petugas kesehatan, alangkah baiknya apabila kegiatan inisiasi menyusui dini terus dilakukan untuk menekan angka hipotermia pada bayi baru lahir
    corecore