13 research outputs found
BUKU: IDEOLOGI VISUAL KARTUN Kajian Semiotika Kartun Politik
Puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa/ Tuhan Yang
Maha Esa, berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan
buku dengan judul Ideologi Visual Kartun; Kajian Semiotka
Kartun Politk ini tepat pada waktunya sebagai salah satu luaran
Penelitan Dosen Pemula (PDP) dengan tahun pelaksanaan
penelitan tahun 2020.
Hasil penelitan ini diharapkan memberikan kontribusi; Secara
Teorits, melalui kajian ideologi visual kartun politk Koran
Jawa Pos akan dapat menambah pengetahuan tentang kartun
politk, serta mampu memberikan penjelasan atau paparan
tentang pembacaan bentuk visual kartun politk, mitos dan
ideologi visual kartun, hubungan tanda dan makna terhadap
kartun-kartun pada koran serta menambah kajian keilmuan
desain komunikasi visual. Secara Prakts, hasil penelitan ini
diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penelit yang lain,
sehingga hasil penelitan ini sangat tepat dijadikan bahan kajian
maupun perbandingan dalam melakukan penelitan lain yang
sejenis. Bagi masyarakat, diharapkan mampu memberikan
pemikiran dan wacana terhadap kartun sebagai salah satu
media komunikasi visual yang memiliki peranan pentng di
masyarakat. Bagi Insttut Seni Indonesia Denpasar, penelitan
ini akan berguna sebagai bahan ajar dalam perkuliahan.
Dengan pengumpulan data, kajian ideologi/ semiotka, dapat
mengungkap cara bercerita kartun dan makna-makna terhadap
kartun politk Koran Jawa Pos. Penelitan ini juga diharapkan
mampu memberikan kontribusi dan sumbangan pemikiran
berkenaan dengan pengembangan desain komunikasi visual.
Buku ini terdiri dari; Pengertan kartun, Teori Desain Komunikasi
Visual, Teori Semiotka (makna denotasi, makna konotasi,
Mitos dan ideologi), Pembahasan ideologi kartun politk dan
terakhir ada penutup. Semua bab pada buku ini merupakan
hasil penelitan penulis.
Melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
atas segala bantuan yang diberikan oleh Direktorat Riset
dan pengabdian Masyarakat_Deput Penguatan Riset dan
Pengembangan_Kementerian Riset, Teknologi/ Badan Riset
dan Inovasi Nasional, Insttut Seni Indonesia Denpasar, para
narasumber dan informan, teman-teman di Jurusan Desain
Komunikasi Visual, FSRD- ISI Denpasar, juga kepada temanteman lainnya yang telah memberikan saran, wawasan dan
pengetahuannya kepada penulis untuk memperkaya buku ini.
Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada pimpinan
dan staf LP2MPP ISI Denpasar, dan teman-teman lainnya
yang tdak bisa penulis sebutkan satu persatu. Penulis mohon
masukan, kritk dan saran dalam penyempurnaan buku ini.
Denpasar, Oktober 2020
Penuli
Mutusake: Interpretasi Putusnya Ekor Cicak dalam Sebuah Karya Musik Karawitan
Mutusake merupakan penggambaran fenomena putusnya ekor cicak yang masih dapat bergerak walaupun sudah terlepas dari badannya. Fenomena tersebut diinterpretasikan melalui sebuah karya karawitan bermedia gamelan Gender Wayang dan Selonding. Adapun permasalahan yang dibahas adalah bagaimana cara mengembangkan pola - pola gending Gender Wayang Cecek Megelut untuk membentuk pola yang baru. Karya ini menggunakan metode penciptaan yang dirancang oleh I Wayan Rai, S dengan enam tahapan yaitu modal pokok, kreatif, pemahaman budaya lokal, konsep, doa, dan proses mewujudkan karya seni. Hasil dan pembahasan, karya Mutusake terdiri dari empat bagian yaitu bagian pertama merupakan pengembangan dari gending Gender Wayang Cecek Megelut, bagian kedua pada karya ini menggambarkan gerak - gerik cicak, bagian ketiga yaitu penggambaran aksi gelut / kejar - kejaran yang dilakukan oleh cicak dan musuhnya dan bagian keempat, menggambarkan ekor cicak yang bergerak lincah walaupun sudah terlepas dari badannya. Rekomendasi yang dapat diberikan yaitu teknik - teknik permainan yang terdapat dalam karya ini dapat digunakan sebagai acuan untuk berkarya selanjutnya. AbstractMutusake: An Interpretation of the Breakup of the Lizard Tail in a Karawitan Musical Work. Mutusake describes a lizard tail breaking off, which can still move even though it has been separated from its body. This phenomenon is interpreted through this musical work using the gamelan Gender Wayang and gamelan Selonding. The problem that will be discussed is how to develop the patterns of gending Gender Wayang Cecek Megelut to form a new pattern. This work uses the creation method I Wayan Rai, S designed with six stages: essential capital, creativity, understanding of local culture, concepts, prayers, and the process of creating works of art. Accordingly, Mutusake consists of four parts. The first part develops motives from the traditional Gender Wayang piece Cecek Megelut. The second part of this work imitates the movements of lizards. The third part depicts the action of the struggle/chase - the pursuit carried out by the lizard and its enemies. The fourth part describes a lizard's tail that moves nimbly even though it has been separated from its body. The game techniques in this work can be used as a reference for further work.Keywords: cecek megelut; gending; gender wayang; mutusake; selondin
The Rwa Bhineda Painting Principles: The Art of I Dewa Nyoman Batuan
Rwa Bhineda are two distinct characteristics that exist in this life.
The goal of this article is to reveal the principle of rwa bhineda in I
Dewa Nyoman Batuan's mandala paintings. The mandala
paintings by I Nyoman Batuan are very distinctive and have
inspired many other artists' paintings. However, there has been
no study that discusses the principle of rwa bhineda, which makes
mandala paintings by I Dewa Nyoman Batuan look distinctive.
This article discusses the principle of rwa bhineda in a painting by
I Dewa Nyoman Batuan and the meaning of rwa bhineda in a
mandala painting by I Dewa Nyoman Batuan. This study uses a
qualitative method. The data sources for this study were mandala
paintings by I Dewa Nyoman Batuan himself, mandala painters,
cultural observers, and people observing mandala paintings
selected based on purposive sampling and snowball techniques.
All data obtained through observation, interviews, and literature
studies were analyzed qualitatively and interpretatively using
aesthetic theory and deconstruction theory. The results of the
research show that the principle of rwa bhineda in the mandala
painting by I Dewa Nyoman Batuan is made in the form of a
circle, which is beautified by the duality motif. The principle of
rwa bhineda in mandala paintings by I Dewa Nyoman Batuan has
an aesthetic meaning, a cultural meaning, and a counter-
destruction mean