5 research outputs found
Galeri dan Sanggar Angklung di Surabaya
Galeri dan Sanggar Angklung di Surabaya ini merupakan salah satu fasilitas wisata yang mewadahi kegiatan masyarakat sehubungan dengan pengenalan dan permainan dari salah satu alat musik khas Indonesia, yaitu Angklung. Pengadaan fasilitas ini bertujuan untuk mengenalkan dan mengedukasi masyarakat luas, baik dari dalam negeri maupun luar negeri mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan musik angklung. Serta terdapat pula fasilitas gedung pertunjukkan dimana para pengunjung dapat langsung menikmati alunan dari musik angklung. Hal ini didukung pula dengan pengesahan yang telah dilakukan oleh UNESCO pada tahun 2010 terhadap angklung yang diakui sebagai salah satu alat musik asli dari Indonesia. Angklung juga dikenal sebagai alat musik yang sudah universal di Indonesia, sehingga dengan keberadaan fasilitas ini di Surabaya dapat mendukung minat dan bakat yang dimiliki oleh anak-anak Surabaya terhadap Angklung serta mendukung eksistensi dari Sanggar Alang-Alang yang telah mempelajari dan memainkan angklung terlebih dahulu dimana letaknya berada di dekat site. Agar kegiatan yang terjadi di dalam fasilitas ini dapat berjalan dengan baik, maka digunakan pendekatan arsitektur perilaku yang dikombinasi dengan pendekatan akustik. Pendekatan tersebut digunakan agar nilai-nilai kebersamaan yang dimiliki oleh angklung dapat dirasakan dan tersampaikan dengan baik kepada pengguna fasilitas melalui elemen arsitektural. Agar perilaku kebersamaan tersebut dapat terwujud dengan baik, didukung pula dengan akustik, dimana angklung tidak pernah lepas dengan sistem akustiknya. Untuk pendalaman yang digunakan adalah pendalaman akustik yang lebih mendalami mengenai material untuk mendukung sistem akustik yang baik serta pemaksimalan penggunaan material bambu
A new group of glycoside hydrolase family 13 α-amylases with an aberrant catalytic triad
α-Amylases are glycoside hydrolase enzymes that act on the α(1→4) glycosidic linkages in glycogen, starch, and related α-glucans, and are ubiquitously present in Nature. Most α-amylases have been classified in glycoside hydrolase family 13 with a typical (β/α)8-barrel containing two aspartic acid and one glutamic acid residue that play an essential role in catalysis. An atypical α-amylase (BmaN1) with only two of the three invariant catalytic residues present was isolated from Bacillus megaterium strain NL3, a bacterial isolate from a sea anemone of Kakaban landlocked marine lake, Derawan Island, Indonesia. In BmaN1 the third residue, the aspartic acid that acts as the transition state stabilizer, was replaced by a histidine. Three-dimensional structure modeling of the BmaN1 amino acid sequence confirmed the aberrant catalytic triad. Glucose and maltose were found as products of the action of the novel α-amylase on soluble starch, demonstrating that it is active in spite of the peculiar catalytic triad. This novel BmaN1 α-amylase is part of a group of α-amylases that all have this atypical catalytic triad, consisting of aspartic acid, glutamic acid and histidine. Phylogenetic analysis showed that this group of α-amylases comprises a new subfamily of the glycoside hydrolase family 13
Utilization of Indonesian root and tuber starches for glucose production by cold enzymatic hydrolysis
In most tropical countries, carbohydrate-based agricultural products occur in large quantities. Wider utilization of local starch crops will offer various economic and ecological advantages. Local starch crops can be a catalyst for rural industrial development and eventually open up new markets. The potential glucose yield from the typical Indonesian starches (edible canna, arrowroot, sago, and sweet potato) using lower dosage of cold-starch hydrolyzing enzyme preparation Stargen™ 002 was compared with that of corn and potato. The glucose equivalent yield reached 88.4 g/L and 86.3 g/L after 24 h of hydrolysis when 40% (w/v) raw sago and sweet potato starches were used, respectively, as compared to corn starch (89.6 g/L). While arrowroot and edible canna gave much lower amounts (53.3 g/L and 39.7 g/L, respectively). This study demonstrates that sago and sweet potato starches may provide interesting alternatives to corn starch in a cold hydrolysis conversion process of starch into glucose.</p