68 research outputs found
PERAN BAHAN DISINFEKSI PADA PERAWATANSALURAN AKAR
Latar Belakang: Ada bermacam sebab kegagalan perawatan saluran akar, antara lain preparasi saluran akar yang kurang, obturasi saluran akar yang tidak adekuat dan mikroorganisme. Diantara faktor-faktor tersebut, mikroorganisme baik yang tersisa setelah perawatan saluran akar atau yang timbul setelah obturasi saluran akar merupakan faktor utama penyebab kegagalan perawatan saluran akar. Tujuan utama perawatan saluran akar adalah mendisinfeksi saluran akar dan mencegah terjadinya reinfeksi. Tujuan penulisan ini adalah untuk membahas bermacam-macam bahan disinfeksi saluran akar, peran dan manajemennya pada prosedur perawatan saluran akar. Ringkasan Pembahasan : Bahan irigasi yang ideal adalah bahan yang mempunyai sifat antimikroba, mampu melarutkan jaringan lunak atau organik, mampu melarutkan smear layer, tegangan permukaan rendah, toksisitasnya rendah. Kesimpulan: Pemilihan dan penggunaan bahan disinfektan yang tepat mempengaruhi keberhasilan perawatan saluran akar. Sodium hipoklorit merupakan bahan disinfektan saluran akar yang utama dan tidak dapat digantikan bahan lain. Untuk mendapatkan hasil terbaik dalam perawatan saluran akar kita memerlukan empat jenis bahan disinfeksi yaitu sodium hipoklorit, EDTA,Ca(OH)2 dan chlorhexidine. Maj Ked GiDesember 201018(2): 205-20
MINERAL TRIOXIDEAGGREGATESEBAGAI PENUTUP PERFORASI AKAR LATERALPREMOLAR MANDIBULA DISERTAI RESTORASI ONLEI RESIN KOMPOSIT
Latar belakang. Kegagalan memperoleh arah preparasi saluran akar yang lurus merupakan salah satu penyebab utama perforasi akar lateral. Pemakaian mineral trioxide aggregate (MTA) pada penutupan perforasi akar lateral memberikan kerapatan yang lebih baik dibandingkan bahan yang lain.
Tujuan. Penulisan laporan ini untuk melaporkan penutupan perforasi akar lateral menggunakan MTA pada perawatan saluran akar gigi premolar dua kanan mandibula nekrosis pulpa dilanjutkan restorasi onlei resin komposit sehingga !ungsi gigi dapat tereapai kembali. .
Kasus dan penanganan. Pasien laki-Iaki berusia 35 tahun datang ke klinik Konservasi RSGM Prof. Soedomo dengan keluhan ingin melanjutkan perawatan gigi belakang kanan bawahnya yang pernah dirawat di dokter gigi sebelumnya tetapi tidak selesai. Pada pemeriksaan CE negati!, perkusi positi!, palpasi dan mobilitas negati!. Gambaran radiogra! terlihat adanya area radiolusen pada 1/3 akar lateral bagian mesial. Diagnosis gigi 45 adalah karies profunda dengan nekrosis pulpa disertai perforasi akar lateral. Preparasi saluran akar dilakukan dengan teknik crown down menggunakan protaper hand use. MTA setebal 3 mm ditempatkan dalam saluran akar yang mengalami perforasi akar lateral dan selanjutnya saluran akar diobturasi dengan teknik single cone. Tiga bulan setelah penutupan perforasi akar lateral, pasien tidak ada keluhan serta pada pemeriksaan perkusi, palpasi dan mobilitas negati! kemudian dilanjutkan dengan restorasi onlei resin komposit.
Kesimpulan. Kasus premolar dua kanan mandibula yang mengalami perforasi akar lateral dapat disembuhkan dengan penggunaan MTA sebagai bahan penutup perforasi. Evaluasi pasea pengaplikasian MTA dilakukan pada bulan ke-3 menunjukkan hasil yang eukup memuaskan dengan ditandai daerah radiolusensi yang mengeeil pada daerah perforasi. Maj Ked GiJuni 201118(1): 98-10
Pengaruh bahan desensitasi pasca bleaching ekstrakoronal terhadap kekuatan geser pelekatan restorasi resin komposit
The Effect of desensitizing agent in post-extracoronal bleaching on shear bond strength of composite resin. The dentinal hypersensitivity is a common condition among patients after extracoronal bleaching treatment that usually needs the application of desensitizing agent. The purpose of this study was to evaluate the composite resin restoration shear bond strength with and without desensitizing application after extracoronal bleaching using 40% of H2O2. Twenty one extracted permanent human incisor teeth were randomly divided into 3 groups of 7 each. Group I was with the application of 40% H2O2 without any desensitizing agent. Group II was with the application of 40% of H2O2 with desensitizing agent and group III served as the control. The teeth were immersed in artificial saliva and stored in 37 °C incubator for 7 days. The teeth were restored using composite resin. After restoring the shear bond strength of composite resin was tested using a universal testing machine. Result and conclusion. there is no significant difference between bleaching group with and without desensitizing agent. The application of desensitizing agent after extracoronal bleaching did not impact the composite resin shear bond strength.ABSTRAKDentin hipersensitif merupakan kondisi yang biasa dialami pasien setelah perawatan bleaching ekstrakoronal yang biasanya memerlukan aplikasi bahan desensitasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bahan desensitasi pasca bleaching ekstrakoronal menggunakan H2O2 40% terhadap kekutan geser pelekatan restorasi resin komposit. Dua puluh satu gigi permanen insisivus yang telah dicabut dibagi dalam tiga kelompok masing-masing 7 gigi. Kelompok I dilakukan bleaching ekstrakoronal dengan H2O2 tanpa bahan desensitasi. Kelompok II dilakukan bleaching setelah itu diaplikasikan bahan desensitasi dan kelompok III sebagai kelompok kontrol. Semua gigi-gigi tersebut di rendam dalam saliva buatan dan dimasukkan inkubator selama 7 hari pada suhu 37 °C. Selanjutnya seluruh gigi dilakukan restorasi resin komposit menggunakan light cure halogen. Setelah itu dilakukan pengujian kekuatan geser pelekatan menggunakan universal testing machine. Data dianalisis menggunakan uji Kruskal - Wallis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kekuatan geser pelekatan pada semua kelompok perlakuan (p > 0,05). Dari penelitian ini disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh aplikasi bahan desensitasi pasca bleaching ekstrakoronal terhadap kekuatan geser pelekatan restorasi resin komposit
PERBEDAAN KEBOCORAN MIKRO ANTARATUMPATAN RESIN KOMPOSIT NANOHIBRID KONVENSIONAL DAN NANOHIBRID FLOWABLE
Bahan tumpatan yang semakin dikenal saat ini adalah resin- komposit dan salah satu kelemahannya adalah kebocoran mikro. Sejalannya dengan waktu, resin komposit semakin berkembang dan resolusi terbaru yang mulai diperkenalkan adalah nanohibrid konvensional dan nanohibrid fIowable. Dengan adanya resin komposit yang memiliki partikel nano ini, diharapkan dapat mengurangi kebocoran mikro. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya perbedaan kebocoran mikro antara tumpatan resin komposit nanohibrid konvensional dan nanohibrid fIowable.
Penelitian menggunakan 20 subjek penelitian yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok I resin komposit nanohibrid konvensional dan kelompok II resin komposit nanohibrid fIowable. Gigi premolar atas pertama dan kedua
dipreparasi pada permukaan bukal kavitas kelas V dengan diameter 2 mm dan kedalaman 2 mm. Resin komposit nanohibrid konvensional dan nanohibrid fIowable dengan ketebalan 2 mm masing-masing bahan ditempatkan pada
kavitas dan disinari selama 40 detik. Semua direndam dalam saliva buatan pH 6,8 selama 24 jam dan dilakukan thennocycling menggunakan waterbath. Selanjutnya, gigi-gigi tersebut dilapisi dengan cat kuku dan sticky wax serta direndam dalam larutan biru metilen 2% selama 24 jam. Kemudian gigi dibelah menjadi 2 arah bukopalatal dan diamati di bawah stereomicroscope dengan perbesaran 20x. Data analisa menggunakan uji Mann-Whitney.
Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan bermakna dari kebocoran mikro antara tumpatan resin komposit nanohibrid konvensional dan nanohibrid fIowable (
PERBEDAAN KEBOCORAN APIKAL PENGISIAN SALURAN AKAR MENGGUNAKAN SISTEM RESILON DAN SISTEM GUTA PERCA PADA SALURAN AKAR YANG KERING DAN BASAH
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keboeoran apikal pengisian saluran akar menggunakan sistem Resilon dan sistem guta perea pada saluran akar yang kering dan basah.
Subjek penelitian menggunakan 28 gigi premolar mandibula. Subjek penelitian dipreparasi dengan teknik crown down menggunakan file K3. Subjek penelitian seeara aeak dibagi menjadi 2 kelompok yang masingmasing terdiri dari 14 gigi, yaitu kelompok I terdiri dari saluran akar kering dan kelompok II terdiri dari saluran akar basah. Tiap kelompok tersebut dibedakan lagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok A dan kelompok B yang masing-masing terdiri dari 7 gigi. Kelompok A saluran akar diisi dengan sistem guta perea sedangkan kelompok B saluran akar diisi dengan sistem Resilon. Semua kelompok disimpan dalam inkubator pada suhu 37"C selama 7
hari dengan kelembaban relatif 100%. Seluruh permukaan akar dilapisi dua lapis eat kuku dan satu Japis malam perekat keeuali 2 mm bagian apikal dan direndam larutan biru metilen 2% selama 1 minggu pad a suhu 37"C.
Selanjutnya cat kuku dibersihkan dan digunakan teknik clearing untuk dapat mengamati penetrasi larutan pewarna. Penetrasi wama diamati menggunakan mikroskop stereo dengan perbesaran 60 kali dalam satuan mikrometer. Penetrasi warna dari larutan biru metilen merupakan indikator te~adinya kebocoran apikal.
Hasil penelitian menunjukkan rerata keboeoran apikal pengisian saluran akar menggunakan sistem guta perea dalam keadaan kering adalah 1.182,86 um sedangkan dalam keadaan basah adalah 2.348,57 um. Rerata keboeoran apikal pengisian saluran akar menggunakan sistem Resilon dalam keadaan kering adalah 1.028,57 um sedangkan dalam keadaan basah adalah 1.422,86 um. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan kebocoran apikal pengisian saluran akar menggunakan sistem Resilon keadaan kering, sistem
Resilon keadaan basah, dan sistem guta perea dalam keadaan kering namun kebocoran apikal pengisian saluran akar menggunakan sistem guta perea dalam keadaan basah lebih tinggi dari pada kelompok yang lain
IMPROVING AESTHETICS BY APPLYING THE PRINCIPLE OF MINIMAllY INVASIVE IN PATIENTS WITH ABNORMAllTIS OF ENAMEL HYPOPLASIA
One of the tooth s growth disorders that are part of the congenital malformations are mild enamel hypoplasia. Enamel hypoplasia can be caused by a systemic disease accompanied by degenerative disorders during pregnancy, hereditary and degenerative disorders can also ameloblas cells that interfere with the formation of enamel. The purpose of this treatment is to improve the aesthetic dental patients using the principles of minimally invasive, so no need to take too much healthy tooth tissue. In this case, an adult female patient was eager to improve the aesthetic teeth because her teeth are very bad at the time smiling. Patients condllion has been perceived since the eruption of permanent teeth. In these patients, hypoplasia seen three maxillary anterior teeth and four mandibular anterior teeth and about half the surface of the labial and palatal / lingual to the incisal. Enamel hypoplasia is a dental tissue that is still vital. On the len maxillary lateral teeth look healthy but mesiopalatoversion and len lateral mandibular teeth mesiolinguoversion Penatalaksanaan case cover printing as a working model, the formation of teeth on the working model using the evening, director veneer preparation on the maxillary and mandibular anterior teeth, a class V cavity preparation in the canine right maxilla, restorations using composite resin to the surface of the labial and palatal/lingual, and polishing of restoration. Patients were evaluated periodically 1 week, 1 month, 2 months and 3 months. In the evaluation, not having seen tooth discoloration, tooth shape has not changed and the patient more onen smiling. Enamel hypoplasia can be improved both function and esthetic veneer using the directory and still apply the principle of minimally invasive
PERBEDAAN KEBOCORAN TEPI RESTORASI OPENSANDWICH KAVITASKELAS V MENGGUNAKAN RESIN KOMPOSIT DENGAN SEMEN IONOMER KACA KONVENSIONAL, SEMEN IONOMER KACA MODIFIKASI RESIN DAN OMPOMER SEBAGAI LAPISAN PENGGANTI DENTIN
Kebocoran tepi seringkali menjadi faktor penyebab kegagalan restorasi kavitas kelas V. Salah satu cara meminimalkan kebocoran tepi restorasi adalah teknik restorasi sandwich. Teknik open - sandwich digunakan untuk merestorasi kavitas kelas V yang batas gingivalnya telah mencapai cemento enamel junction. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan keboeoran tepi restorasi open - sandwich kelas V yang menggunakan bahan semen ionomer kaca konvensional, semen ionomer kaca modifikasi resin dan kompomer sebagai lapisan pengganti dentin. Delapan belas gigi premolar digunakan sebagai sampel penelitian, dan dibuat kavitas berukuran 5x3x2
pada sisi bukal dan lingual masing-masing gigi. Sampel secara acak dibagi menjadi 3 kelompok, masing - masing
kelompok direstorasi dengan teknik open-sandwich. Kelompok I menggunakan resin komposit dan semen ionomer kaca konvensional, kelompok II menggunakan resin komposit dan semen ionomer kaca modifikasi resin, kelompok III menggunakan resin komposit dan kompomer. Spesimen direndam dalam saliva tiruan pH 6,8 suhu 37°C selama 24 jam, dilakukan thermocycling sebanyak 150 kali pada suhu 12°C :t2 dan 60°C :t2, masing-masing 1 menit. Spesimen direndam dalam larutan biru metilen 2% selama 24 jam, kemudian dibelah seeara bucc~lingual pada bagian tengah gigi. Penetrasi larutan biru metilen diamati dengan mikroskop stereo pembesaran 10x. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan keboeoran tepi restorasi open-sandwich kelas V pada ketiga kelompok penelitian
Effects of sisal nanofiber addition to epoxy resin-based sealer on its antibacterial power against Enterococcus faecalis
Sealer is one of root canal filler materials which has been developed and has an antibacterial agent to keep root canal sterile during and after an obturation process. This study aimed to find out the effect of sisal nanofiber addition to resin epoxy-based sealer on the antibacterial power against Enterococccus faecalis (E. faecalis) which is known as adaptive and potent bacteria which can be both aerobic and anaerobic. Sisal fibers were processed through many stages to make it nano sized (scouring, bleaching, neutralization, ultrasonification, and freeze-drying). Once nano-sized sisal fibers had been obtained, they were then mixed with sealer powder (AH26) in different concentrations: powder 0%, 0.25%, 0.5%, 0.75% and 1%. These concentrations were chosen based on preliminary research for reasonable contact angle measurement of sisal-sealer mixture. Antibacterial effect was examined using the diffusion method, each concentration was tested in 5 petri dishes which were planted with 1.5 X 108 CFU/ml E.faecalis bacteria. Each dish consisted of 5 holes (6 mm in diameter), each hole represented each concentration of nano sisal and sealer which were mixed until homogenous for 3 minutes before added to each hole. The dishes were then incubated for 48 hours at 37 °C. Inhibitory zones were measured, and analyzed using one-way ANOVA. The one-way ANOVA result showed that p=0.502 (p>0.05), meaning that the sisal nanofiber addition to epoxy resin-based sealer had no effect on E.faecalis inhibition. Thus, there was no effect of sisal nanofiber addition to epoxy resin-based sealer on E. faecalis
- …