57 research outputs found

    Perkiraan Kebutuhan Energi PT. Garuda Indonesia Sampai dengan Tahun 2015

    Get PDF
    Air transportation has the highest energy consumption based on its speed among other transportation sector, such as land and marine transportation. Fuel cost is about 13-20 % of total operating cost of airline. PT. Garuda Indonesia is one of the national airline which high improvement. In 2010, PT. Garuda Indonesia has 67 unit of aircraft and will be increase to 116 unit of aircraft in 2014. The goal of this research is to estimate the energy consumption in PT. Garuda Indonesia until 2015. Result shows that in 2015, energy consumption in PT. Garuda Indonesia increase for about 33% or about 24.247 PJ of energy or 0,55 MegaTon of fuel compare to its fuel consumption in 2010.Transportasi udara merupakan sektor transportasi yang memiliki tingkat konsumsi energi paling tinggi berdasarkan kecepatannya. Pengeluaran maskapai penerbangan untuk bahan bakar minyak pesawat udara mencapai 13-20% dari total biaya operasional. PT. Garuda Indonesia merupakan salah satu maskapai penerbangan nasional yang mengalami perkembangan yang pesat beberapa tahun belakangan ini. Pada tahun 2010 Garuda Indonesia memiliki 67 armada pesawat udara dan ditargetkan menjadi 116 armada pada tahun 2014. Kajian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran kebutuhan energi di PT. Garuda Indonesia sampai dengan tahun 2015. Hasil kajian menunjukkan pemakaian energi di PT. Garuda Indonesia meningkat 33% atau sebesar 24.247 PJ atau 0,55 Mega Ton bahan bakar minyak dibandingkan pemakaian bahan bakar pada tahun 2010

    Pengaruh Kepadatan Lalu Lintas Penerbangan pada Saat Taxi-Out terhadap Konsumsi Bahan Bakar Pesawat Udara (Studi Kasus: Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta)

    Get PDF
    Dalam satu fase penerbangan dari bandar udara asal menuju bandar udara tujuan, pesawat udara akan mengalami beberapa fase terbang, salah satunya adalah fase taxi-out. Fase ini memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap konsumsi bahan bakar pesawat udara, terutama ketika terjadi kepadatan lalu lintas pesawat udara karena waktu yang dibutuhkan pesawat udara untuk taxi-out menjadi lebih lama dari yang seharusnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kepadatan lalu lintas pesawat udara terhadap waktu taxi-out dan konsumsi bahan bakar di Bandar Udara Soekarno Hatta-Jakarta. Hasil perhitungan menunjukkan rata-rata 30% dari total jumlah penerbangan pada bulan Juli, Agustus dan September tahun 2014 mengalami keterlambatan keberangkatan karena terjadinya kepadatan lalu lintas pesawat udara pada saat taxi-out. Hal ini mengakibatkan kelebihan konsumsi bahan bakar pesawat udara sebesar 29% dibandingkan apabila pesawat udara dapat melakukan taxi-out dalam keadaan tanpa hambatan. [The Effect of Air Traffic Congestion on Taxi-out Time and Aircraft Fuel Consumption (Case Study: Soekarno-Hatta International Airport)] In a single flight, from the origin airport to the destination airport, the aircraft experiences several different flight phases, one of which is taxi-out phase. This taxi-out phase contributes significantly to aircraft fuel consumption particularly when air traffic congestion occurred due to the time needed in taxiing become much more longer than it should be. The aim of this research is to analyze the effect of air traffic congestion on taxi-out time and aircraft fuel consumption at Soekarno-Hatta International Airport. The results show that the average of 30% of the total number of flight in July, August, and September 2014 has been delayed due to air traffic congestion on taxi-out phase and it caused an increase of 29% on aircraft fuel consumption compared to uncongested taxi-out

    Perhitungan Emisi Gas Buang Harian Mesin Pesawat Udara di Bandar Udara Husein Sastranegara-Bandung

    Get PDF
    Air transport contributes significantly to air pollution. Based on the reports of the Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), by 1992 the air transport accounted for 3.5% of the total anthropogenic radiative forcing of the atmosphere. It is expected to rise to 12.2%, in 2050. Furthermore, the airport is one area that has been the concentration of aircraft engine emissions. In this research, aircraft engines emission is calculated using actual data flights in airports (hybrid approach). This study aims to determine the amount of Carbon Monoxide (CO) and nitrogen oxides (NOx) generated daily from aircraft engine and then compared with the levels of CO and NOx are allowed. The result shows that the levels of CO and NOx generated daily from aircraft engines in Husein Sastranegara Airport- Bandung is still within normal limits. Transportasi udara memberikan kontribusi yang signifikan terhadap polusi udara. Berdasarkan laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), pada tahun 1992 transportasi udara menyumbang 3,5% dari total anthropogenic radiative forcing di atmosfer. Hal ini diperkirakan akan meningkat menjadi sebesar 12,2%, pada tahun 2050. Selanjutnya, bandar udara merupakan salah satu area yang menjadi tempat terkonsentrasinya emisi gas buang pesawat udara. Dalam penelitian ini dilakukan perhitungan emisi gas buang mesin pesawat udara dengan menggunakan data aktual penerbangan di bandar udara (pendekatan hibrid). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besaran Karbon Monoksida (CO) dan Nitrogen Oksida (NOx) harian yang dihasilkan dari mesin pesawat udara yang kemudian dibandingkan dengan kadar CO dan NOx yang diperbolehkan. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa kadar CO dan NOx harian yang dihasilkan dari mesin pesawat udara di Bandar Udara Husein Sastranegara-Bandung masih dalam batas normal

    Telaah Literatur Mencegah Kecelakaan Landas Pacu di Bandar Udara di Indonesia

    Get PDF
    Assessment literature to prevent accidents Landing Runway at airport in Indonesia is important because the high level of accidents runway in Indonesia. Presentation accident on the runway is also increasing every year. This study attempted to parse the things that can happen as one of the factors that influence the occurrence of the accident off pacudi Indonesia. Pengkajian literature untukmencegah Kecelakaan Landas Pacu di Bandar Udara di Indonesia penting dilakukan karena masih tingginya tingkat kecelakaan landas pacu di Indonesia. Presentasi kecelakaan di landas pacu juga semakin meningkat setiap tahunnya. Kajian ini mencoba mengurai hal-hal yang dapat terjadi sebagai salah satu factor yang turut mempengaruhi terjadinya kecelakaan landas pacudi Indonesia

    Perhitungan Emisi Gas Buang Harian Mesin Pesawat Udara di Bandar Udara Husein Sastranegara-Bandung

    Get PDF
    Air transport contributes significantly to air pollution. Based on the reports of the Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), by 1992 the air transport accounted for 3.5% of the total anthropogenic radiative forcing of the atmosphere. It is expected to rise to 12.2%, in 2050. Furthermore, the airport is one area that has been the concentration of aircraft engine emissions. In this research, aircraft engines emission is calculated using actual data flights in airports (hybrid approach). This study aims to determine the amount of Carbon Monoxide (CO) and nitrogen oxides (NOx) generated daily from aircraft engine and then compared with the levels of CO and NOx are allowed. The result shows that the levels of CO and NOx generated daily from aircraft engines in Husein Sastranegara Airport- Bandung is still within normal limits. Transportasi udara memberikan kontribusi yang signifikan terhadap polusi udara. Berdasarkan laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), pada tahun 1992 transportasi udara menyumbang 3,5% dari total anthropogenic radiative forcing di atmosfer. Hal ini diperkirakan akan meningkat menjadi sebesar 12,2%, pada tahun 2050. Selanjutnya, bandar udara merupakan salah satu area yang menjadi tempat terkonsentrasinya emisi gas buang pesawat udara. Dalam penelitian ini dilakukan perhitungan emisi gas buang mesin pesawat udara dengan menggunakan data aktual penerbangan di bandar udara (pendekatan hibrid). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besaran Karbon Monoksida (CO) dan Nitrogen Oksida (NOx) harian yang dihasilkan dari mesin pesawat udara yang kemudian dibandingkan dengan kadar CO dan NOx yang diperbolehkan. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa kadar CO dan NOx harian yang dihasilkan dari mesin pesawat udara di Bandar Udara Husein Sastranegara-Bandung masih dalam batas normal

    Perkiraan Kebutuhan Energi PT. Garuda Indonesia sampai dengan Tahun 2015

    Get PDF
    Air transportation has the highest energy consumption based on its speed among other transportation sector, such as land and marine transportation. Fuel cost is about 13-20 % of total operating cost of airline. PT. Garuda Indonesia is one of the national airline which high improvement. In 2010, PT. Garuda Indonesia has 67 unit of aircraft and will be increase to 116 unit of aircraft in 2014. The goal of this research is to estimate the energy consumption in PT. Garuda Indonesia until 2015. Result shows that in 2015, energy consumption in PT. Garuda Indonesia increase for about 33% or about 24.247 PJ of energy or 0,55 MegaTon of fuel compare to its fuel consumption in 2010. Transportasi udara merupakan sektor transportasi yang memiliki tingkat konsumsi energi paling tinggi berdasarkan kecepatannya. Pengeluaran maskapai penerbangan untuk bahan bakar minyak pesawat udara mencapai 13-20% dari total biaya operasional. PT. Garuda Indonesia merupakan salah satu maskapai penerbangan nasional yang mengalami perkembangan yang pesat beberapa tahun belakangan ini. Pada tahun 2010 Garuda Indonesia memiliki 67 armada pesawat udara dan ditargetkan menjadi 116 armada pada tahun 2014. Kajian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran kebutuhan energi di PT. Garuda Indonesia sampai dengan tahun 2015. Hasil kajian menunjukkan pemakaian energi di PT. Garuda Indonesia meningkat 33% atau sebesar 24.247 PJ atau 0,55 Mega Ton bahan bakar minyak dibandingkan pemakaian bahan bakar pada tahun 2010

    Persaingan Airbus dan Boeing di Industri Jasa Angkutan Udara Indonesia

    Get PDF
    Airbus and Boeing are the largest aircraft industry in the world today. Competition between the two companies has been characterized as a duopoly , particularly in the jetliner market since 1990. Aircraft market is usually divided into two categories of products , namely narrow -body aircraft and wide-body aircraft. Indonesia is one of potential market for Airbus and Boein . This study aims to determine the map competition between Airbus and Boeing in Indonesian airline by calculating market share of those two companies . The calculations show that In the period of 2001 to 2013 , Airbus began to enter the market of Indonesia airline , by taking 38.8 % market share of sales of single aisle aircraft , while the res , 61.2 % , was taken by Boein . For selling twin-aisle aircraft , Airbus dominates with a market share of 87.8 %. Airbus dan Boeing merupakan dua raksasa industri pesawat terbang di dunia pada saat ini. Persaingan antara kedua perusahaan tersebut telah ditandai sebagai duopoli, khususnya di pasar pesawat jet sejak tahun 1990. Pasar pesawat terbang biasanya dibagi menjadi dua kategori produk, yaitu pesawat berbadan sempit dan pesawat berbadan lebar. Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi pasar yang potensial bagi Airbus dan Boeing untuk memasarkan pesawat-pesawat produksinya. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui peta persaingan antara Airbus dan Boeing di pasar industri jasa angkutan udara Indonesia dengan menghitung pangsar pasar ke dua perusahaan tersebut di Indonesia. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa Pada kurun waktu 2001 sampai dengan 2013, Airbus mulai memasuki pasar perusahaan jasa angkutan udara Indonesia, dengan mengambil 38.8% pangsa pasar penjualan pesawat udara berlorong tunggal, sedangkan sisanya, 61.2%, diambil oleh Boeing. Untuk penjualan pesawat udara berlorong ganda, Airbus mendominasi dengan pangsa pasar sebesar 87.8%

    Pengaruh Kepadatan Lalu Lintas Penerbangan Pada Saat Taxi-Out Terhadap Konsumsi Bahan Bakar Pesawat Udara (Studi Kasus: Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta)

    Get PDF
    Dalam satu fase penerbangan dari bandar udara asal menuju bandar udara tujuan, pesawat udara akan mengalami beberapa fase terbang, salah satunya adalah fase taxi-out. Fase ini memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap konsumsi bahan bakar pesawat udara, terutama ketika terjadi kepadatan lalu lintas pesawat udara karena waktu yang dibutuhkan pesawat udara untuk taxi-out menjadi lebih lama dari yang seharusnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kepadatan lalu lintas pesawat udara terhadap waktu taxi-out dan konsumsi bahan bakar di Bandar Udara Soekarno Hatta-Jakarta. Hasil perhitungan menunjukkan rata-rata 30% dari total jumlah penerbangan pada bulan Juli, Agustus dan September tahun 2014 mengalami keterlambatan keberangkatan karena terjadinya kepadatan lalu lintas pesawat udara pada saat taxi-out. Hal ini mengakibatkan kelebihan konsumsi bahan bakar pesawat udara sebesar 29% dibandingkan apabila pesawat udara dapat melakukan taxi-out dalam keadaan tanpa hambatan. [The Effect of Air Traffic Congestion on Taxi-out Time and Aircraft Fuel Consumption (Case Study: Soekarno-Hatta International Airport)] In a single flight, from the origin airport to the destination airport, the aircraft experiences several different flight phases, one of which is taxi-out phase. This taxi-out phase contributes significantly to aircraft fuel consumption particularly when air traffic congestion occurred due to the time needed in taxiing become much more longer than it should be. The aim of this research is to analyze the effect of air traffic congestion on taxi-out time and aircraft fuel consumption at Soekarno-Hatta International Airport. The results show that the average of 30% of the total number of flight in July, August, and September 2014 has been delayed due to air traffic congestion on taxi-out phase and it caused an increase of 29% on aircraft fuel consumption compared to uncongested taxi-out
    • …
    corecore